Hukum Perdata
A. Pengertian
Privat recht
Civil
recht Bahasa
Belanda
Burgerlijk
Recht
BW Sebagai hokum positif di Indonesia itu di undangkan pada tahun 1848 di undangkan sebagai STAAT BLAAD. Sistimatika Hukum Perdata (BW) dibagi menjadi beberapa bagian, dalam beberapa bagian Buku, yaitu
1. Buku 1, Tentang Orang (Van persoonen)
2. Buku 2, Tentang Benda (van zaken)
3. Buku 3, Tentang Perikatan (van verbintennisen),
4. Buku 4, Tentang Pembuktian dan Daluwarsa (van bewijs en verjaring)
Menurut beberapa ahli hukum sistimatika ini salah, karena masih banya kelemahan didalamnya. Kelemahan sistimatika hukum perdata ini adalah ;
1.Pada Buku 2, ternyata mengatur (juga)
tentang hukum waris. Menurut penyusun KUHPer, hukum waris dimasukkan KUHPer
karena waris merupakan cara memperoleh hak milik. Ini menimbulkan Tindakan
Kepemilikan : Segala tindakan atas sesuatu karena adanya hak milik
(Menggunakan, Membuang, Menjual, Menyimpan, Sewakan, dll).
2. Pada Buku 4, tentang Pembuktian dan Daluwarsa,
KUHPer (juga) mengatur tentang Hukum Formil. Mestinya KUHPer merupakan Hukum
Materiil, sedangkan Hk. Formil nya adalah Hukum Acara Perdata.
Atas perbedaan pendapat para ahli
tersebut, kemudian muncul sistematika
hukum perdata menurut Ilmu Pengetahuan isinya (Doktrin)
:
- 1. Buku 1, Tentang Orang
- 2. Buku 2, Tentang Hukum Keluarga
- 3. Buku 3, Tentang Hukum Harta Kekayaan
- 4. Buku 4, Tentang Hukum Waris.
Definisi
Hukum Perdata:
Rangkaian
aturan hokum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang
berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat
maupun pergaulan keluarga.
Sumber
Hukum perdata terdiri dari
- Tertulis : Bugrerlijk Wet Book
- Tidak tertulis , yang timbul dalam adat kebiasaan dalam masing” daerah.
B. Hukum Perorangan
Hukum
Perorangan dalam arti luas adalah Ketentuan-ketentuan mengenai orang sebagai
subyek hukum dan kekeluargaan. Dalam arti sempit Hukum Perorangan memiliki
makna yaitu Ketentuan-ketentuan orang sebagai subjek hukum saja
Subjek Hukum
Menurut hukum bahwa setiap manusia itu merupakan orang, yang berarti pembawa hak yaitu segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban (pendukung hak dan kewajiban) dan disebut subjek hokum .
Apabila dikatakan bahwa setiap manusia merupakan orang, maka berarti :
1. bahwa tidak dikenal perbedaan berdasarkan agama, baik manusia itu beragama Islam, Kristen maupun agama lain, mereka semua merupakan orang
2. bahwa antara kelamin yang satu dengan yang lainnya, tidak diadakan pembedaan, jadi baik wanita maupun pria merupakan orang
3. bahwa tidak diadakan pembedaan antara orang kaya dan miskin, semua dinggap sebagai orang
4. bahwa tidak dibedakan apakah manusia itu warga Negara atau orang asing, jadi kalau semua hokum perdata barat ini berlaku bagi orang asing, maka ia dinggap orang.
Sebelumnya didalam Buku I BW disebut subjek hukum hanya orang (pribadi kodrati) tidak termasuk badan hukum, namun selanjutnya dalam perkembangan selanjutnya, badan hukum telah dimasukan sebagai subjek hukum yang disebut dengan Pribadi Hukum.
Badan Hukum tidak tercantum didalam Buku I BW karena orang mempelajari masalah badan hukum, setelah kodifikasi BW dibuat dengan demikian badan hukum kedalam golongan subjek hukum, dengan demikian Subjek Hukum terdiri dari :
1. Orang (Pribadi Kodrati)
2. Badan Hukum (Pribadi Hukum)
Pasal 2 KUHPer tersebut berlaku apabila memenuhi syarat-syarat :
1. Si anak dibenihkan pada saat adanya kepentingan si anak timbul
2. Si anak harus hidup pada saat dilahirkan, arti hidup bahwa anak itu bernafas.
3. Adanya kepentingan si anak yang menhendaki bahwa anak itu dianggap telah lahir.
Tujuan ketentuan tersebut oleh pembuat undang-undang adalah melindungi kepentingan masa depan sia anak yang masih didalam kandungan ibunya, dmana pada suatu waktu ada kepentingan anak yang timbul dan kemudian anak itu dilahirkan hidup.
Tempat Tinggal (Domicilie)
Dalam pengertian yuridis, tempat tinggal atau domicilie adalah tempat seseorang harus dianggap selalu hadir didalam hubungannya dalam melaksanakan hak dan kewajiban, juga apabila pada suatu waktu ia benar-benar tidak dapat hadir di tempat tersebut.
Menurut Vollmar, tempat tinggal merupakan tempat seseorang melakukan perbuatan hokum.
Adapun unsur-unsur dalam berdomisili, yaitu:
Subjek Hukum
Menurut hukum bahwa setiap manusia itu merupakan orang, yang berarti pembawa hak yaitu segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban (pendukung hak dan kewajiban) dan disebut subjek hokum .
Apabila dikatakan bahwa setiap manusia merupakan orang, maka berarti :
1. bahwa tidak dikenal perbedaan berdasarkan agama, baik manusia itu beragama Islam, Kristen maupun agama lain, mereka semua merupakan orang
2. bahwa antara kelamin yang satu dengan yang lainnya, tidak diadakan pembedaan, jadi baik wanita maupun pria merupakan orang
3. bahwa tidak diadakan pembedaan antara orang kaya dan miskin, semua dinggap sebagai orang
4. bahwa tidak dibedakan apakah manusia itu warga Negara atau orang asing, jadi kalau semua hokum perdata barat ini berlaku bagi orang asing, maka ia dinggap orang.
Sebelumnya didalam Buku I BW disebut subjek hukum hanya orang (pribadi kodrati) tidak termasuk badan hukum, namun selanjutnya dalam perkembangan selanjutnya, badan hukum telah dimasukan sebagai subjek hukum yang disebut dengan Pribadi Hukum.
Badan Hukum tidak tercantum didalam Buku I BW karena orang mempelajari masalah badan hukum, setelah kodifikasi BW dibuat dengan demikian badan hukum kedalam golongan subjek hukum, dengan demikian Subjek Hukum terdiri dari :
1. Orang (Pribadi Kodrati)
2. Badan Hukum (Pribadi Hukum)
Pasal 2 KUHPer tersebut berlaku apabila memenuhi syarat-syarat :
1. Si anak dibenihkan pada saat adanya kepentingan si anak timbul
2. Si anak harus hidup pada saat dilahirkan, arti hidup bahwa anak itu bernafas.
3. Adanya kepentingan si anak yang menhendaki bahwa anak itu dianggap telah lahir.
Tujuan ketentuan tersebut oleh pembuat undang-undang adalah melindungi kepentingan masa depan sia anak yang masih didalam kandungan ibunya, dmana pada suatu waktu ada kepentingan anak yang timbul dan kemudian anak itu dilahirkan hidup.
Tempat Tinggal (Domicilie)
Dalam pengertian yuridis, tempat tinggal atau domicilie adalah tempat seseorang harus dianggap selalu hadir didalam hubungannya dalam melaksanakan hak dan kewajiban, juga apabila pada suatu waktu ia benar-benar tidak dapat hadir di tempat tersebut.
Menurut Vollmar, tempat tinggal merupakan tempat seseorang melakukan perbuatan hokum.
Adapun unsur-unsur dalam berdomisili, yaitu:
· Adanya
tempat tertentu apakah tempat itu tetap atau sementara
· Adanya orang
yang selalu hadir pada tempat tersebut
· Adanya hak dan kewajiban
· Adanya prestasi
Menurut
hukum tiap tiap orang harus mempunyai tempat tinggal di mana ia harus dicari.
Pentingnya domisili ini ialah dalam hal:
· Di mana
seorang harus menikah ( Pasal 78 KUH Per.)
· Dimana
seorang harus dipanggil oleh pengadilan (Pasal 1393 KUH Per.)
Pengadilan mana yang berwenang terhadap
seseorang (Pasal KUH 207Per.) dan sebagainya.
Domisili dapat dibedakan menurut system hokum yang mengaturnya, yaitu menurut Common Law (system Anglo Saxon Inggris) dan hukum eropa kontinental. Menurut Common Law domisili dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
Domisili dapat dibedakan menurut system hokum yang mengaturnya, yaitu menurut Common Law (system Anglo Saxon Inggris) dan hukum eropa kontinental. Menurut Common Law domisili dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
· Domicile of
origin: tempat tinggal seseorang yang ditentukan oleh tempat asal seseorang
sebagai tempat kelahiran ayahnya yang sah
· Domicile of
origin domicile of dependence : tempat tinggal yang ditentukan oleh domisili
dari ayah bagi anak yang belum dewasa, domisili ibu bagi anak yang tidak sah,
dan bagi istri yang ditentukan oleh domisili suaminya
· Domicile of
choice : tempat tinggal yang ditentukan oleh pilihan seseorang yang telah
dewasa, di samping tindak tanduknya sehari hari.
Adapun dalam
hokum Eropa Kontinental, termasuk juga KUH Perdata dan NBW (New BW) negeri
Belanda, tempat tinggal dibedakan menjadi dua macam, yaitu tempat tinggal
sesungguhnya yaitu tempat melakukan perbuatan hokum pada umumnya, dan tempat
tinggal yang dipilih
Catatan Sipil.
Lembaga ini pertama kali muncul di Perancis, yaitu pada zaman Revolusi Perancia. Di Belanda, lembaga catatan sipil ini baru diperkenalkan pada zaman Raja LodewijkNapoleon dan bersamaan waktunya ketika kodifikasi (1838) dimasukkan dalam BW. Di Indonesia, Lembaga pencatatan telah ada pada masa sebelum kemerdekaan yaitu sejak 1848 (asas konkordansi) akan tetapi baru diundangkan pada tahun 1849.
Pengetian Catatan sipil ialah suatu lembaga yang bertujuan mengadakan pendaftaran, pencatatan, serta pembukuan yang selengkap lengkapnya dan sejelas jelasnya serta memberi kepastian hukum yang sebesar besarnya atas peristiwa kelahiran, pengakuan perkawinan dan kematian.
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Catatan Sipil Kabupaten/Kota Madya, disebutkan lima jenis dari Catatan sipil yaitu:
Catatan Sipil.
Lembaga ini pertama kali muncul di Perancis, yaitu pada zaman Revolusi Perancia. Di Belanda, lembaga catatan sipil ini baru diperkenalkan pada zaman Raja LodewijkNapoleon dan bersamaan waktunya ketika kodifikasi (1838) dimasukkan dalam BW. Di Indonesia, Lembaga pencatatan telah ada pada masa sebelum kemerdekaan yaitu sejak 1848 (asas konkordansi) akan tetapi baru diundangkan pada tahun 1849.
Pengetian Catatan sipil ialah suatu lembaga yang bertujuan mengadakan pendaftaran, pencatatan, serta pembukuan yang selengkap lengkapnya dan sejelas jelasnya serta memberi kepastian hukum yang sebesar besarnya atas peristiwa kelahiran, pengakuan perkawinan dan kematian.
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Catatan Sipil Kabupaten/Kota Madya, disebutkan lima jenis dari Catatan sipil yaitu:
· Akta
kelahiran
· Akta
perkawinan
· Akta
perceraian
· Akta
pengakuan dan Pengesahan Anak
· Akta
kematian
Akta catatan sipil mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan nasional karena dapat memberikan manfaat bagi indifidu maupun pemerintah .
Akta catatan sipil mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan nasional karena dapat memberikan manfaat bagi indifidu maupun pemerintah .
C. Hukum kekeluarga
Istilah
hukum keluarga berasal dari terjemahan kata familierecht (belanda)
atau law of familie (inggris). Istilah keluarga dalam arti sempit adalah
suami, anak, dan istri. Sedangkan dalam arti luas keluarga berarti sanak
saudara atau anggota kerabat dekat.
Adapun pendapat-pendapat lain terkait pengertian hukum keluarga adalah
sebagai berikut:
Sumber Hukum
Keluarga
Pada
dasarnya sumber hukum keluarga dibedakan menjadi dua, yaitu sumber hukum
tertulis dan sumber hukum tidak tertulis. Sumber hukum tertulis yaitu segala
bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat. Sedangkan
sumber hukum tidak tertulis yaitu hukum kebiasaan yang hidup dan berkembang di
masyarakat.
Adapun bentuk-bentuk peraturan tertulis yang mengatur tentang hukum
keluarga, yaitu sebagai berikut:
1.
Kitab undang-undang hukum perdata (KUH Perdata).
2.
Peraturan perkawinan campuran (regelijk op de
gemengdehuwelijk), Stb. 1898 Nomor 158.
3.
Ordonansi perkawinan indonesia, kristen, jawa,
minahasa, dan ambon, Stb. 1933 Nomor 74.
4.
UU Nomor 32 Tahun 1954 tentang pencatatan nikah,
talak, dan rujuk (beragama Islam).
5.
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
6.
PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaan UU
Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
7.
PP Nomor 10 Tahun 1983 jo. PP Nomor 45 Tahun 1990
Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
8.
Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
di Indonesia (hukum ini berlaku bagi warga yang beragama Islam).
Asas-Asas Hukum Keluarga
Berdasarkan
analisa yang merujuk kepada KUH Perdata dan UU No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan, ada beberapa asas yang berlaku dalam hukum keluarga, yaitu sebagai
berikut:
1. Asas Monogami
Artinya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang istri
hanya boleh mempunyai seorang suami.
2. Asas Konsensual
Artinya perkawinan dapat dikatakan sah apabila terdapat persetujuan atau
consensus antara calon suami-istri yang akan melangsungkan perkawinan.
3. Asas Persatuan Bulat
Artinya suatu asas dimana antara suami-istri terjadi persatuan harta benda
yang dimilikinya. (Pasal 119 KUHPerdata)
4. Asas Proporsional
Artinya hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban
suami dalam kehidupan rumah tangga dan di dalam pergaulan masyarakat. (Pasal 31
UUNo.1 Tahun 1974 tentang perkawinan)
5. Asas tak dapat dibagi-bagi
Artinya suatu asas yang menegaskan bahwa dalam tiap perwalian hanya
terdapat seorang wali. Dalam keberlakuan asas ini ada dua pengecualian, yaitu
sebagai berikut:
- a. Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup lebih lama maka kalau ia kawin lagi, suaminya menjadi wali serta/wali peserta.
- b. Jika sampai ditunjuk pelaksana pengurusan yang mengurus barang-barang dari anak di bawah umur di luar Indonesia.
6. Asas prinsip calon suami istri harus telah
matang jiwa raganya. (Pasal 7 UU No.1 Tahun 1974)
7. Asas Monogami Terbuka/Poligami Terbatas
Artinya seorang suami dapat beristri lebih dari seorang dengan izin dari
pengadilan setelah mendapat izin dari istrinya dengan dipenuhhinya
syarat-syarat yang ketat.
8. Asas Perkawinan Agama
Artinya suatu perkawinan hanya sah apabila dilaksanakan sesuai dengan hukum
agama dan kepercayaannya masing-masing. (Pasal 31 UU No.1 Tahun 1974 tentang
perkawinan)
9. Asas Perkawinan Sipil
Artinya perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan dan dicatat oleh pegawai
pencatat sipil (kantor catatan sipil), perkawinan secara agama belum berakibat
sahnya suatu perkawinan.
Ruang Lingkup Hukum Keluarga
Berdasarkan bahasan mengenai pengertian hukum keluarga di atas, kita dapat
mengetahui apa saja ruang lingkup hukum keluarga. Adapun ruang lingkup hukum
keluarga meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Perkawinan
2. Perceraian
3. Harta benda dalam
perkawinan
4. Kekuasaan orang tua
5. Pengampuan
6. Perwalian
Hak dan Kewajiban dalam Hukum Keluarga
Yang dimaksud hak ialah sesuatu yang merupakan milik atau dapat
dimiliki oleh suami atau istri yang timbul karena perkawinannya. Sedangkan
kewajiban ialah sesuatu yang harus dilakukan atau diadakan oleh suami atau
istri untuk memenuhi hak dan dari pihak yang lain.
Hak dan kewajiban dalam hukum keluarga dapat digolongkan ke dalam hak dan
kewajiban antara suami istri, dan hak antara orang tua dan anaknya.
1.
Hak dan kewajiban antara suami istri
Hak dan kewajiban antara suami
istri timbul dari ikatan perkawinan yang mereka lakukan. Hak dan kewajiban ini
diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:
a. UU No. 1 Tahun 1974
Dalam UU perkawinan materi
tentang hak dan kewajiban merujuk pada hukum islam yang mengandung persamaan
hak dan kewajiban antara suami dan istri. Adapun hak dan kewajiban antara suami
istri adalah sebagai berikut:
o Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang
menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
o Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup dalam masyarakat.
o Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. (Pasal 31 ayat
2)
o Suami adalah
kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. (Pasal 31 ayat 3)
o Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap,yang ditentukan
bersama. (Pasal 31 ayat 4 dan Pasal 32 ayat 1)
o Suami istri
wajib saling mencintai , hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir
batin yang satu dengan yang lain. (Pasal 33)
o Suami wajib
melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah
tangga sesuai dengan kemampuannya. (Pasal 34 ayat 1)
o Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. (Pasal 31
ayat 2)
o Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan ( Pasal 31 ayat 3)
b. Intruksi Presiden No. 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
Hak dan kewajiban suami istri
yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut:
o Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi
mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami
istri bersama.
o Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga dengan kemampuannya.
o Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan
belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
o Sesuai dengan penghasilan suami menanggung:
- Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi si istri.
- Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan
anak.
- Biaya
pendidikan bagi si anak.
o Kewajiban
suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas
mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.
o Istri dapat
membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada
ayat (4) huruf a dan b di atas.
o Kewajiban
suami sebagaimana dimaksud pada ayat (5) gugur apabila istri nusyuz.
o Selain itu,
suami juga mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat kediaman untuk istri
dan anak-anaknya. Di dalam Kompilasi Hukum Islam ditegaskan bahwa:
- Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau
bekas istri yang masih iddah.
- Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam
ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
- Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari
gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram. Tempat tinggal
juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata
dan mengatur alat-alat rumah tangga.
- Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta
disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat
perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya
Adapun suami yang beristri lebih dari satu orang juga diatur dalam
Kompilasi Hukum Islam, yaitu sebagai berikut:
o Suami yang mempunyai istri lebih dari seorang berkewajiban memberikan tempat
tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing istri secara berimbang menurut
besar kecilnya jumlah keluarga yang ditanggung masing-masing istri, kecuali
jika ada perjanjian perkawinan.
o Dalam hal para istri ikhlas, suami dapat menempatkan istrinya dalam satu
tempat kediaman
o Di dalam Kompilasi Hukum Islam juga dijelaskan beberapa kewajiban bagi
istri yang dianggap nusyuz.
o Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan
kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) kecuali dengan
alasan yang sah.
o Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada
Pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan
anaknya.
o Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah istri
tidak nusyuz.
o Ketentuan ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan atas
bukti yang sah.
2. Hak dan kewajiban antara orang tua dan anaknya
Hak dan kewajiban antara orang
tua dengan anak diatur dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 49 UU No. 1 Tahun
1974. Adapun hak dan kewajiban orang tua dan anak adalah sebagai berikut:
o Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
Kewajiban orang tua berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri.
o Anak wajib menghormati orang tua dan menaati kehendak mereka yang baik.
o Anak wajib memelihara dan membantu orang tuanya, manakala sudah tua.
o Anak yang belum dewasa, belum pernah melangsungkan perkawinan, ada di bawah
kekuasaan orang tua ( Pasal 47 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974), orang tua mewakili
anak dibawah umur dan belum dan belum pernah kawin mengenai segala perbuatan
hukum di dalam dan di luar pengadilan.
o Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan
barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum 18 tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan, kecuali kepentingan si anak menghendakinya.
C. Hukum kebendaan
Yang
dimaksud dengan Benda dalam konteks hukum perdata adalah segala sesuatu yang
dapat diberikan/diletakkan suatu Hak diatasnya, utamanya yang berupa hak milik.
Dengan demikian, yang dapat memiliki sesuatu hak tersebut adalah Subyek Hukum,
sedangkan sesuatu yang dibebani hak itu adalah Obyek Hukum. Benda yang
dalam hukum perdata diatur dalam Buku II BWI, tidak sama dengan bidang disiplin
ilmu fisika, di mana dikatakan bahwa bulan itu adalah benda (angkasa),
sedangkan dalam pengertian hukum perdata bulan itu bukan (belum) dapat
dikatakan sebagai benda, karena tidak / belum ada yang (dapat) memilikinya.
Pengaturan tentang hukum benda dalam Buku II BWI ini
mempergunakan system tertutup, artinya orang tidak diperbolehkan
mengadakan hak hak kebendaan selain dari yang telah diatur dalam
undang undang ini.Selain itu, hukum benda bersifat memaksa (dwingend recht),
artinya harus dipatuhi,tidak boleh disimpangi, termasuk membuat peraturan baru
yang menyimpang dari yang telah ditetapkan .
Lebih lanjut dalam hukum perdata, yang namanya benda
itu bukanlah segala sesuatu yang berwujud atau dapat diraba oleh pancaindera
saja, melainkan termasuk juga pengertian benda yang tidak berwujud, seperti
misalnya kekayaan seseorang. Istilah benda yang dipakai untuk pengertian kekayaan,
termasuk didalamnya tagihan /piutang, atau hak hak lainnya, misalnya bunga atas
deposito .
Meskipun pengertian zaak dalam BWI tidak hanya
meliputi benda berwujud saja,namun sebagian besar dari materi Buku II tentang
Benda mengatur tentang benda yangberwujud. Pengertian benda sebagai yang
tak berwujud itu tidak dikenal dalam Hukum Adat kita, karena cara
berfikir orang Indonesia cenderung pada kenyataan belaka,berbeda dengan cara
berfikir orang Barat yang cenderung mengkedepankan apa yangada di alam pikirannya.Selain
itu, istilah zaak didalam BWI tidak selalu berarti benda, tetapi bisa berarti
yang lain, seperti : “perbuatan hukum “ (Ps.1792 BW), atau “kepentingan”
(Ps.1354 BW),dan juga berarti “kenyataan hukum” (Ps.1263 BW).
Dasar Hukum
Pada
masa kini, selain diatur di Buku II BWI, hukum benda juga diatur dalam:
o Undang
Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dimana diatur hak hak kebendaan yang
berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya.
o Undang
Undang Merek No.21 Tahun 1961, yang mengatur tentang hak atas penggunaan merek
perusahaan dan merek perniagaan .
o Undang
Undang Hak Cipta No.6 Tahun 1982, yang mengatur tentang hak cipta sebagai benda
tak berwujud, yang dapat dijadikan obyek hak milik .
o Undang
Undang tentang Hak Tanggungan tahun 1996, yang mengatur tentang hak atas tanah
dan bangunan diatasnya sebagai pengganti hipotik dan crediet verband.
Macam-macam
Benda
Doktrin
membedakan berbagai macam benda menjadi :
a.Benda
berwujud dan benda tidak berwujud
arti penting
pembedaan ini adalah pada saat pemindah tanganan benda dimaksud, yaitu :
- a). Kalau benda berwujud itu benda bergerak, pemindah tanganannya harus secara nyata dari tangan ke tangan.
- b). Kalau benda berwujud itu benda tidak bergerak, pemindah tanganannya harus dilakukan dengan balik nama. Contohnya, jual beli rokok dan jual beli rumah .
Penyerahan
benda tidak berwujud dalam bentuk berbagai piutang dilakukan
dengan :
· Piutang
atas nama (op naam) dengan cara Cessie
· Piutang
atas tunjuk (an toonder) dengan cara penyerahan surat dokumen yang
bersangkutan
dari tangan ke tangan
· Piutang
atas pengganti (aan order) dengan cara endosemen serta penyerahan
dokumen yang
bersangkutan dari tangan ke tangan ( Ps. 163 BWI).
b.Benda
Bergerak dan Benda Tidak Bergerak
Benda
bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat dipindahkan (Ps.509 BWI). Benda
bergerak karena ketentuan undang undang adalah hak hak yang melekat pada
benda bergerak (Ps.511 BWI), misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak,
hak memakai atas benda bergerak, saham saham perusahaan.
Benda tidak
bergerak adalah benda yang menurut sifatnya tidak dapat dipindahpindahkan, seperti
tanah dan segala bangunan yang berdiri melekat diatasnya. Benda tidak
bergerak karena tujuannya adalah benda yang dilekatkan pada benda tidak
bergerak sebagai benda pokoknya, untuk tujuan tertentu, seperti mesin mesin
yang dipasang pada pabrik.Tujuannya adalah untuk dipakai secara tetap dan tidak
untuk dipindah-pindah (Ps.507 BWI). Benda tidak bergerak karena
undang undang adalah hak hak yang melekat pada benda tidak bergerak
tersebut, seperti hipotik, crediet verband, hak pakai atas benda tidak
bergaerak,hak memungut hasil atas benda tidak bergerak (Ps.508 BWI).
Arti penting
pembedaan benda sebagai bergerak dan tidak bergerak terletak pada :
· penguasaannya
(bezit), dimana terhadap benda bergerak maka orang yang menguasai benda
tersebut dianggap sebagai pemiliknya (Ps.1977 BWI); azas ini tidak berlaku bagi
benda tidak bergerak.
· penyerahannya
(levering), yaitu terhadap benda bergerak harus dilakukan secara nyata,
sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama ;
· kadaluwarsa
(verjaaring), yaitu pada benda bergerak tidak dikenal daluwarsa, sedangkan
pada benda tidak bergerak terdapat kadaluwarsa :
1. dalam hal
ada alas hak, daluwarsanya 20 tahun;
2. dalam hal
tidak ada alas hak, daluwarsanya 30 tahun
· pembebanannya
(bezwaring), dimana untuk benda bergerak dengan gadai, sedangkan untuk
benda tidak bergerak dengan hipotik.
· dalam
hal pensitaan (beslag), dimana revindicatoir beslah (penyitaan untuk
menuntut kembali barangnya),hanya dapat dilakukan terhadap barang barang
bergerak.
Penyitaan
untuk melaksanakan putusan pengadilan (executoir beslah) harus dilakukan
terlebih dahulu terhadap barang barang bergerak, dan apabila masih belum
mencukupi untuk pelunasan hutang tergugat, baru dilakukan executoir terhadap
barang tidak bergerak.
c. Benda
dipakai habis dan benda tidak dipakai habis
Pembedaan
ini penting artinya dalam hal pembatalan perjanjian. Pada perjanjian yang
obyeknya adalah benda yang dipakai habis, pembatalannya sulit untuk
mengembalikan seperti keadaan benda itu semula, oleh karena itu harus diganti
dengan benda lain yang sama / sejenis serta senilai, misalnya beras, kayu
bakar, minyak tanah dlsb.Pada perjanjian yang obyeknya adalah benda yang tidak
dipakai habis tidaklah terlalu sulit bila perjanjian dibatalkan, karena
bendanya masih tetap ada,dan dapat diserahkan
kembali, seperti pembatalan jual beli televisi, kendaraan bermotor, perhiasan
dlsb .
d. Benda
sudah ada dan benda akan ada
Arti penting
pembedaan ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan hutang, atau pada
pelaksanaan perjanjian. Benda sudah ada dapat dijadikan jaminan hutang dan
pelaksanaan perjanjiannya dengan cara menyerahkan benda tersebut. Benda akan
ada tidak dapat dijadikan jaminan hutang, bahkan perjanjian yang obyeknya benda
akan ada bisa terancam batal bila pemenuhannya itu tidak mungkin dapat
dilaksanakan (Ps.1320 btr 3 BWI) .
e. Benda
dalam perdagangan dan benda luar perdagangan
Arti penting
dari pembedaan ini terletak pada pemindah tanganan benda tersebut karena jual
beli atau karena warisan.
Benda dalam
perdagangan dapat diperjual belikan dengan bebas, atau diwariskan kepada ahli
waris,sedangkan benda luar perdagangan tidak dapat diperjual belikan atau
diwariskan, umpamanya tanah wakaf, narkotika, benda benda yang melanggar
ketertiban dan kesusilaan .
f. Benda
dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi
Letak
pembedaannya menjadi penting dalam hal pemenuhan prestasi suatu perjanjian.di
mana terhadap benda yang dapat dibagi, prestasi pemenuhan perjanjian dapat
dilakukan tidak sekaligus, dapat bertahap, misalnya perjanjian memberikan satu
ton gandum dapat dilakukan dalambeberapa kali pengiriman, yang penting jumlah
keseluruhannya harus satu ton. Lain halnya dengan benda yang tidak dapat
dibagi, maka pemenuhan prestasi tidak dapat dilakukan sebagian demi sebagian,
melainkan harus secara seutuhnya, misalnya perjanjian sewa menyewa mobil, tidak
bisa sekarang diserahkan rodanya, besok baru joknya dlsb.
g. Benda
terdaftar dan benda tidak terdaftar
Arti penting
pembeaannya terletak pada pembuktian kepemilikannya. Benda terdaftar dibuktikan
dengan bukti pendaftarannya, umumnya berupa sertifikat/dokumen atas nama si
pemilik, seperti tanah, kendaraan bermotor, perusahaan, hak cipta, telpon,
televisi dlsb. Pemerintah lebih mudah melakukan kontrol atas benda terdaftar,
baik dari segi tertib administrasi kepemilikan maupun dari pembayaran pajaknya.
Benda tidak terdaftar sulit untuk mengetahui dengan pasti siapa pemilik yang
sah atas benda itu, karena berlaku azas ‘siapa yang menguasai benda itu
dianggap sebagai pemiliknya’. Contohnya, perhiasan, alat alat rumah tangga,
hewan piaraan, pakaian dlsb.
Hak
Kebendaan
Sifat /
Karakter Hak kebendaan.
Perbedaan
antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BWI dengan hak perorangan yang
diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai berikut :
a. Hak
kebendaan bersifat mutlak (absolut), karena berlaku terhadap siapa saja, dan
orang lain harus menghormati hak tersebut, sedangkan hak perorangan berlaku
secara nisbi (relatief), karena hanya melibatkan orang / pihak tertentu saja,
yakni yang ada dalam suatu perjanjian saja.
b. Hak
kebendaan berlangsung lama, bisa jadi selama seseorang masih hidup, atau bahkan
bisa berlanjut setelah diwariskan kepada ahli warisnya, sedangkan hokum
perorangan berlangsung relatif lebih singkat, yakni sebatas pelaksanaan
perjanjian telah selesai dilakukan.
c. Hak
kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan
yang berlaku, tidak boleh mengarang / menciptakan sendiri hak yangl lainnya,
sedangkan dalam hak perorangan, lingkungannya amat luas, apa saja dapat
dijadikan obyek perjanjian, sepanjang tidakbertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh karena itu sering dikatakan hokum
kebendaan itu bersifat tertutup, sedangkan hukum perorangan bersifat terbuka.
Ciri ciri
Hak Kebendaan adalah :
· mutlak /
absolut
· mengikuti
benda dimana hak itu melekat, misalnya hak sewa tetap mengikuti benda itu
berada, siapapun yang memiliki hak diatasnya
· hak yang
ada terlebih dahulu (yang lebih tua), kedudukannya lebih tinggi; misalnya
sebuah rumah dibebani hipotik 1 dan hipotik 2, maka penyelesaian hutang atas
hipotik 1 harus didahulukan dari hutang atas hipotik
· memiliki
sifat diutamakan, misalnya suatu rumah harus dijual untuk melunasi hutang, maka
hasil penjualannya lebih diutamakan untuk melunasi hipotik atas rumah itu.
· dapat
dilakukan gugatan terhadap siapapun yang mengganggu hak yang bersangkutan.
· pemindahan
hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapapun .
Penggolongan Hak Kebendaan
Hak atas
Kebendaan dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu :
a. Hak
Kebendaaan yang memberi kenikmatan .
Selain yang
mengenai tanah, karena sudah diatur dalam UUPA, maka hak kebendaan
yang termasuk dalam kategori ini adalah ;
- Bezit ;
Hak Milik (eigendom) ; Hak Memungut Hasil ; Hak Pakai ;
- Hak
Mendiami
Hak atas
tanah yang dengan berlakunya UUPA dinyatakan tidak berlaku lagi :
- Hak bezit
atas tanah ; Hak eigendom atas tanah
- Hak
servitut ; Hak opstal ; Hak erfpacht ; Hak bunga atas tanah
- Hak pakai
atas tanah
Dengan berlakunya UUPA, pengganti dari hak atas tanah yang dihapus adalah :
- Hak Milik
; Hak Guna Usaha ; Hak Guna Bangunan ; Hak Pakai
- Hak Sewa
untuk bangunan ; Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
- Hak guna
air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
- Hak guna
ruang angkasa
- Hak hak
tanah untuk kepentingan keagamaan dan social
b. Hak
Kebendaan Yang bersifat Memberi Jaminan
· Hak Gadai
(pandrechts)
· Hipotik
·
Credietverband
· Privilege
(piutang yang di istimewakan).
· Fiducia
Perolehan Hak Kebendaan
Ada beberapa
cara untuk memperoleh hak kebendaan, seperti :
a. Melaui
Pengakuan
Benda yang
tidak diketahui siapa pemiliknya (res nullius) kemudian didapatkan dan diakui
oleh seseorang yang mendapatkannya, dianggap sebagai pemiliknya. Contohnya,
orang yang menangkap ikan, barang siapa yang mendapat ikan itu dan kemudian
mengaku sebagai pemiliknya, dialah pemilik ikan tersebut. Demikian pula halnya
dengan berburu dihutan, menggali harta karun dlsb.
b.Melalui
Penemuan
Benda yang
semula milik orang lain akan tetapi lepas dari penguasaannya, karena misalnya
jatuh di perjalanan, maka barang siapa yang menemukan barang tersebut dan ia
tidak mengetahui siapa pemiliknya, menjadi pemilik barang yang diketemukannya .
Contoh ini
adalah aplikasi hak bezit.
c.Melalui
Penyerahan
Cara ini
yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh melalui penyerahan berdasarkan alas
hak (rechts titel) tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa, hibah warisan
dlsb Dengan adanya penyerahan maka titel berpindah kepada siapa benda itu
diserahkan.
d.Dengan
Daluwarsa
Barang siapa
menguasai benda bergerak yang dia tidak ketahui pemilik benda itu sebelumnya
(misalnya karena menemukannya), hak milik atas benda itu diperoleh setelah
lewat waktu 3 tahun sejak orang tersebut menguasai benda yang bersangkutan.
Untuk benda
tidak bergerak, daluwarsanya adalah :
¨ jika ada
alas hak, 20 tahun
¨ jika tidak
ada alas hak, 30 tahun
e Melalui
Pewarisan
Hak
kebendaan bisa diperoleh melalui warisan berdasarkan hukum waris yang berlaku,
bisa hukum adat, hukum Islam atau hukum barat.
f. Dengan
Penciptaan
Seseorang
yang menciptakan benda baru, baik dari benda yang sudah ada maupun samasekali
baru, dapat memperoleh hak milik atas benda ciptaannya itu.Contohnya orang yang
menciptakan patung dari sebatang kayu, menjadi pemilik patung itu, demikian
pula hak kebendaan tidak berwujud seperti hak paten, hak cipta dan lain
sabagainya.
g.Dengan
cara ikutan / turunan
Seseorang
yang membeli seekor sapi yang sedang bunting maka anak sapi yang dilahirkan
dari induknya itu menjadi miliknya juga. Demikian pula orang yang membeli
sebidang tanah, ternyata diatas tanah itu kemudian tumbuh pohon durian, maka
pohon durian itu termasuk milik orang yang membeli tanah tersebut.
Hapusnya Hak Kebendaan
Hak
kebendaan dapat hapus / lenyap karena hal hal :
a. Bendanya
Lenyap / musnah
Karena
musnahnya sesuatu benda, maka hak atas benda tersebut ikut lenyap, misalnya hak
sewa atas sebuah rumah yang habis/musnah ketimbun longsoran tanah gunung,
menjadi musnah juga. Atau, hak gadai atas sebuah sepeda motor, ikut habis
apabila barang tersebut musnah karena kebakaran .
b. Karena
dipindah-tangankan
Hak milik,
hak memungut hasil atau hak pakai menjadi hapus bila benda yang
bersangkutan
dipindah tangankan kepada orang lain.
Karena
Pelepasan Hak
Dalam hal
ini pada umumnya pelepasan yang bersangkutan dilakukan secara
sengaja oleh
yang memiliki hak tersebut, seperti radio yang rusak dibuang
ketempat
sampah. Dalam hal ini maka halk kepemilikan menjadi hapus dan
bisa menjadi
hak milik orang lain yang menemukan radio tersebut.
d. Karena
Kadaluwarsa
Daluwarsa
untuk barang tidak bergerak pada umumnya 30 tahun (karena ada alas hak),
sedangkan untuk benda bergerak 3 tahun.
e. Karena
Pencabutan Hak
Penguasa
publik dapat mencabut hak kepemilikan seseorang atas benda tertentu, dengan
memenuhi syarat :
¨ harus
didasarkan suatu undang undang
¨ dilakukan
untuk kepentingan umum (dengan ganti rugi yang layak )
D. Hukum kewarisan
Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta
seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti
keluarga dan masyarakat yang lebih berhak.Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga
yakni: Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Perdata. Ketiganya
memiliki beberapa perbedaan mengenai unsur-unsur
pewarisan, salah satunya yaitu mengenai ahli waris. Untuk hukum waris Adat:
setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem
kekerababatan yang mereka anut.
Hukum Waris
Perdata
Ahli waris
menurut hukum waris perdata tidak dibedakan menurut jenis kelamin layaknya
dalam beberapa hukum waris adat. Seseorang menjadi ahli waris menurut hukum
waris perdata disebabkan oleh perkawinan dan hubungan darah, baik secara sah
maupun tidak. Orang yang memiliki hubungan darah terdekatlah yang berhak untuk
mewaris (Perhatikan Pasal 852 KUHPerdata).
Jauh
dekatnya hubungan darah dapat dikelompokkan menjadi (4) empat golongan,
yaitu :
1. Ahli
waris golongan I Termasuk dalam ahli waris golongan I yaitu anak-anak pewaris
berikut keturunannya dalam garis lurus ke bawah dan janda/duda. Pada golongan I
dimungkinkan terjadinya pergantian tempat (cucu menggantikan anak yang telah
meninggal terlebih dahulu dari si pewaris). Mengenai pergantian tempat ini,
Pasal 847 KUHPerdata menentukan bahwa tidak ada seorang pun dapat menggantikan
tempat seseorang yang masih hidup, misalnya anak menggantikan hak waris ibunya
yang masih hidup. Apabila dalam situasi si ibu menolak menerima warisan, sang
anak bertindak selaku diri sendiri, dan bukan menggantikan kedudukan ibunya.
2. Ahli
waris golongan II Termasuk dalam ahli waris golongan II yaitu ayah, ibu, dan
saudara-saudara pewaris.
3. Ahli
waris golongan III Termasuk dalam ahli waris golongan III yaitu kakek nenek
dari garis ayah dan kakek nenek dari garis ibu.
4. Ahli
waris golongan IV Termasuk dalam ahli waris golongan IV yaitu sanak saudara
dari ayah dan sanak saudara dari ibu, sampai derajat ke enam.
Hukum Waris
Islam
Hukum Waris
Islam adalah suatu hukum yang mengatur pembagian harta peninggalan seseorang yang berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis.
Sumber utama
dalam Hukum Waris Islam adalah Al Quran surat An-Nisa' ayat 11-12,
BAHAR DAN
LITRA
bahar katam adalah anggota keluarga
yang memiliki hak atas harta peninggalan seorang yang meninggal dunia,
yaitu :
·
Laki-laki :
1.
Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3.
Ayah
4.
Kakek / ayahnya ayah
5.
Saudara kandung
6.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki
7.
Suami
8.
Paman
9.
Anak dari paman laki-laki
10.
Laki-laki yang memerdekakan budak
·
Perempuan :
1.
Anak perempuan
2.
Cucu perempuan dari anak laki-laki
3.
Ibu
4.
Nenek
5.
Saudari kandung
6.
Istri
7.
Wanita yang memerdekakan budak
E. Hukum perikatan
Hukum
perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara dua
orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan
suatu akibathukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain
yang menimbulkan perikatan.
Di dalam
hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada
perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan
undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak,
dengan syarat kebebasan berkontrak harushalal, dan tidak melanggar hukum,
sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam
perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Yang
dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan
yangsifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan
perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak
melakukan perbuatan tertentu yang telahdisepakati dalam perjanjian.
Dasar Hukum
Perikatan
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar hukum
perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
o Perikatan
yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
o Perikatan
yang timbul dari undang-undang
o Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (
onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber
perikatan berdasarkan undang-undang :
o Perikatan (
Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
o Persetujuan
( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu
orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
o Undang-undang
( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul
dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
Asas-asas Dalam Hukum Perjanjian
1. Asas kebebasan
berkontrak
Asas
ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun
juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur
dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
Asas
kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
KUHPdt, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini
merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
§ Membuat atau
tidak membuat perjanjian;
§ Mengadakan
perjanjian dengan siapa pun;
§ Menentukan
isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
§ Menentukan
bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
2. Asas Konsesualisme
Asas
konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal
tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang
menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal,
melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas
konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam
hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal
dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah
suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat
disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian
yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik
maupun akta bawah tangan).
Dalam hukum
Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang
artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah
ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt adalah berkaitan
dengan bentuk perjanjian.
3. Asas Kepastian Hukum
Asas
kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan
asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.
Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak.
4. Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad
baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para
pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para
pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi
(relative) dan itikad baik mutlak.
Pada itikad
yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari
subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan
serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak
memihak) menurut norma-norma yang objektif.
5. Asas Kepribadian (Personality)
Asas
kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan
dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini
dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.
Pasal 1315
KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan
atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas
bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan
dirinya sendiri.
Wanprestasi dan Akibatnya
Wanprestasi
adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang
ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Ada empat
kategori dari wanprestasi, yaitu :
o Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
o Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
o Melakukan
apa yang dijanjikan tetapi terlambat
o Melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Akibat-akibat
wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan
wanprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1. Membayar
kerugian yang diderita oleh kreditur ( ganti rugi )
Ganti rugi
sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
o Biaya adalah
segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh
salah satu pihak
o Rugi adalah
kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan
oleh kelalaian si debitor
o Bunga adalah
kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung
oleh kreditor.
2. Pembatalan
perjanjian atau pemecahan perjanjian
Di dalam
pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH
Perdata.
3.
Peralihan resiko
Adalah
kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan
salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan
Pasal 1237 KUH Perdata.
Hapusnya Hukum Perikatan
Pasal 1381
secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut
adalah:
o Pembayaran.
o Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
o Pembaharuan
utang (novasi).
o Perjumpaan
utang atau kompensasi.
o Percampuran
utang (konfusio).
o Pembebasan
utang.
o Musnahnya
barang terutang.
o Batal/
pembatalan.
o Berlakunya
suatu syarat batal.
o Dan lewatnya
waktu (daluarsa).
Pembayaran
Pembayaran
dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur,
pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan
pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi
juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur
atau guru privat.
Konsignasi
Konsignasi
terjadi apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh
debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan
jika kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di
pengadilan.
Novasi
Novasi
adalah sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan
sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat
yang asli. Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan
utang yakni:
1.
Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan
utang baru guna orang yang mengutangkannya, yang menggantikan utang yang lama
yang dihapuskan karenanya. Novasi ini disebut novasi objektif.
2.
Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk
menggantikan orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari
perikatannya (ini dinamakan novasi subjektif pasif).
3.
Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang
kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang
dibebaskan dari perikatannya (novasi subjektif aktif).
Kompensasi
Yang
dimaksud dengan kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan
saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan
debitur.
Konfusio
Konfusio
adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan
sebagai kreditur menjadi satu. Misalnya si debitur dalam suatu testamen
ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan
krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.
Sumber :
Komariah (2008) Hukum Perdata. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang Press.
Kusuma, Hilman Hadi. (2005). Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: PT
Alumni.
Sudarsono. (1991). Hukum Kekeluargaan Nasional. Jakarta: Rineka
Cipta
Syahrani, riduan. (2006). Seluk-beluk Asas-asas Hukum Perdata.
Banjarmasin: PT Alumni.
Widjaja,Gunawan,
,2007,Seri hokum bisnis:memahami prinsip keterbukaan dalam hokum perdata,Jakarta,raja
grafindo persada
Subekti,SH,Prof,2001,pokok-pokok
hokum perdata,Jakarta,pt internusa
Soebekti,SH,Prof.2001.Pokok-pokok
hokum perdata.jakarta.internusa
http://www.scribd.com/doc/16733475/Hukum-Perikatan
http://yosepaliyinsh.blogspot.com/2012/09/asas-asas-hukum-perdata.html
http://rohmadijawi.wordpress.com
http://www.negarahukum.com/hukum/hapusnya-perikatan.html
0 Response to "Hukum Perdata"
Post a Comment