Hukum Perdata


A.  Pengertian


Privat recht
Civil recht                           Bahasa Belanda
Burgerlijk Recht

         BW Sebagai hokum positif di Indonesia itu di undangkan pada tahun 1848 di undangkan sebagai STAAT BLAAD. Sistimatika Hukum Perdata (BW) dibagi menjadi beberapa bagian, dalam beberapa bagian Buku, yaitu
1. Buku 1, Tentang Orang
   (Van persoonen)
2. Buku 2, Tentang Benda
  (van zaken)
3. Buku 3, Tentang Perikatan
(van verbintennisen),
4. Buku 4, Tentang Pembuktian dan Daluwarsa
(van bewijs en verjaring)
    
         Menurut beberapa ahli hukum sistimatika ini salah, karena masih banya kelemahan didalamnya. Kelemahan sistimatika hukum perdata ini adalah ;
1.Pada Buku 2, ternyata mengatur (juga) tentang hukum waris. Menurut penyusun KUHPer, hukum waris dimasukkan KUHPer karena waris merupakan cara memperoleh hak milik. Ini menimbulkan Tindakan Kepemilikan : Segala tindakan atas sesuatu karena adanya hak milik (Menggunakan, Membuang, Menjual, Menyimpan, Sewakan, dll).
2. Pada Buku 4, tentang Pembuktian dan Daluwarsa, KUHPer (juga) mengatur tentang Hukum Formil. Mestinya KUHPer merupakan Hukum Materiil, sedangkan Hk. Formil nya adalah Hukum Acara Perdata.
Atas perbedaan pendapat para ahli tersebut, kemudian muncul sistematika
hukum perdata menurut Ilmu Pengetahuan isinya (Doktrin) :

  • 1. Buku 1, Tentang Orang
  • 2. Buku 2, Tentang Hukum Keluarga
  • 3. Buku 3, Tentang Hukum Harta Kekayaan
  • 4. Buku 4, Tentang Hukum Waris.

Definisi Hukum Perdata:
          Rangkaian aturan hokum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga.

Sumber Hukum perdata terdiri dari

  1.  Tertulis : Bugrerlijk Wet Book
  2.  Tidak tertulis , yang timbul dalam adat kebiasaan dalam masing” daerah.
B.  Hukum Perorangan
            Hukum Perorangan dalam arti luas adalah Ketentuan-ketentuan mengenai orang sebagai subyek hukum dan kekeluargaan. Dalam arti sempit Hukum Perorangan memiliki makna yaitu Ketentuan-ketentuan orang sebagai subjek hukum saja

Subjek Hukum
            Menurut hukum bahwa setiap manusia itu merupakan orang, yang berarti pembawa hak yaitu segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban (pendukung hak dan kewajiban) dan disebut subjek hokum .
Apabila dikatakan bahwa setiap manusia merupakan orang, maka berarti :
1. bahwa tidak dikenal perbedaan berdasarkan agama, baik manusia itu beragama Islam, Kristen maupun agama lain, mereka semua merupakan orang
2. bahwa antara kelamin yang satu dengan yang lainnya, tidak diadakan pembedaan, jadi baik wanita maupun pria merupakan orang
3. bahwa tidak diadakan pembedaan antara orang kaya dan miskin, semua dinggap sebagai orang
4. bahwa tidak dibedakan apakah manusia itu warga Negara atau orang asing, jadi kalau semua hokum perdata barat ini berlaku bagi orang asing, maka ia dinggap orang.
Sebelumnya didalam Buku I BW disebut subjek hukum hanya orang (pribadi kodrati) tidak termasuk badan hukum, namun selanjutnya dalam perkembangan selanjutnya, badan hukum telah dimasukan sebagai subjek hukum yang disebut dengan Pribadi Hukum.
Badan Hukum tidak tercantum didalam Buku I BW karena orang mempelajari masalah badan hukum, setelah kodifikasi BW dibuat dengan demikian badan hukum kedalam golongan subjek hukum, dengan demikian Subjek Hukum terdiri dari :
1. Orang (Pribadi Kodrati)
2. Badan Hukum (Pribadi Hukum)

Pasal 2 KUHPer tersebut berlaku apabila memenuhi syarat-syarat :
1. Si anak dibenihkan pada saat adanya kepentingan si anak timbul
2. Si anak harus hidup pada saat dilahirkan, arti hidup bahwa anak itu bernafas.
3. Adanya kepentingan si anak yang menhendaki bahwa anak itu dianggap telah lahir.
Tujuan ketentuan tersebut oleh pembuat undang-undang adalah melindungi kepentingan masa depan sia anak yang masih didalam kandungan ibunya, dmana pada suatu waktu ada kepentingan anak yang timbul dan kemudian anak itu dilahirkan hidup.

Tempat Tinggal (Domicilie)
            Dalam pengertian yuridis, tempat tinggal atau domicilie adalah tempat seseorang harus dianggap selalu hadir didalam hubungannya dalam melaksanakan hak dan kewajiban, juga apabila pada suatu waktu ia benar-benar tidak dapat hadir di tempat tersebut.
Menurut Vollmar, tempat tinggal merupakan tempat seseorang melakukan perbuatan hokum.
Adapun unsur-unsur dalam berdomisili, yaitu:
·       Adanya tempat tertentu apakah tempat itu tetap atau sementara
·       Adanya orang yang selalu hadir pada tempat tersebut
·        Adanya hak dan kewajiban
·        Adanya prestasi

Menurut hukum tiap tiap orang harus mempunyai tempat tinggal di mana ia harus dicari. Pentingnya domisili ini ialah dalam hal:

·      Di mana seorang harus menikah ( Pasal 78 KUH Per.)
·       Dimana seorang harus dipanggil oleh pengadilan (Pasal 1393 KUH Per.)

 Pengadilan mana yang berwenang terhadap seseorang (Pasal KUH 207Per.) dan sebagainya.
Domisili dapat dibedakan menurut system hokum yang mengaturnya, yaitu menurut Common Law (system Anglo Saxon Inggris) dan hukum eropa kontinental. Menurut Common Law domisili dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
·      Domicile of origin: tempat tinggal seseorang yang ditentukan oleh tempat asal seseorang sebagai tempat kelahiran ayahnya yang sah
·      Domicile of origin domicile of dependence : tempat tinggal yang ditentukan oleh domisili dari ayah bagi anak yang belum dewasa, domisili ibu bagi anak yang tidak sah, dan bagi istri yang ditentukan oleh domisili suaminya
·      Domicile of choice : tempat tinggal yang ditentukan oleh pilihan seseorang yang telah dewasa, di samping tindak tanduknya sehari hari.

Adapun dalam hokum Eropa Kontinental, termasuk juga KUH Perdata dan NBW (New BW) negeri Belanda, tempat tinggal dibedakan menjadi dua macam, yaitu tempat tinggal sesungguhnya yaitu tempat melakukan perbuatan hokum pada umumnya, dan tempat tinggal yang dipilih

Catatan Sipil.
            Lembaga ini pertama kali muncul di Perancis, yaitu pada zaman Revolusi Perancia. Di Belanda, lembaga catatan sipil ini baru diperkenalkan pada zaman Raja LodewijkNapoleon dan bersamaan waktunya ketika kodifikasi (1838) dimasukkan dalam BW. Di Indonesia, Lembaga pencatatan telah ada pada masa sebelum kemerdekaan yaitu sejak 1848 (asas konkordansi) akan tetapi baru diundangkan pada tahun 1849.
Pengetian Catatan sipil ialah suatu lembaga yang bertujuan mengadakan pendaftaran, pencatatan, serta pembukuan yang selengkap lengkapnya dan sejelas jelasnya serta memberi kepastian hukum yang sebesar besarnya atas peristiwa kelahiran, pengakuan perkawinan dan kematian.
            Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Catatan Sipil Kabupaten/Kota Madya, disebutkan lima jenis dari Catatan sipil yaitu:
·      Akta kelahiran
·      Akta perkawinan
·      Akta perceraian
·      Akta pengakuan dan Pengesahan Anak
·      Akta kematian
Akta catatan sipil mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan nasional karena dapat memberikan manfaat bagi indifidu maupun pemerintah .

C. Hukum kekeluarga
            Istilah hukum keluarga berasal dari terjemahan kata  familierecht (belanda) atau law of familie (inggris). Istilah keluarga dalam arti sempit adalah suami, anak, dan istri. Sedangkan dalam arti luas keluarga berarti sanak saudara atau anggota kerabat dekat.
Adapun pendapat-pendapat lain terkait pengertian hukum keluarga adalah sebagai berikut:

Sumber Hukum Keluarga
            Pada dasarnya sumber hukum keluarga dibedakan menjadi dua, yaitu sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis. Sumber hukum tertulis yaitu segala bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat. Sedangkan sumber hukum tidak tertulis yaitu hukum kebiasaan yang hidup dan berkembang di masyarakat.
Adapun bentuk-bentuk peraturan tertulis yang mengatur tentang hukum keluarga, yaitu sebagai berikut:
1.      Kitab undang-undang hukum perdata (KUH Perdata).
2.      Peraturan perkawinan campuran (regelijk op de gemengdehuwelijk), Stb. 1898 Nomor 158.
3.      Ordonansi perkawinan indonesia, kristen, jawa, minahasa, dan ambon, Stb. 1933 Nomor 74.
4.      UU Nomor 32 Tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak, dan rujuk (beragama Islam).
5.      UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
6.      PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
7.      PP Nomor 10 Tahun 1983 jo. PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
8.      Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (hukum ini berlaku bagi warga yang beragama Islam).

Asas-Asas Hukum Keluarga
            Berdasarkan analisa yang merujuk kepada KUH Perdata dan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, ada beberapa asas yang berlaku dalam hukum keluarga, yaitu sebagai berikut:
1. Asas Monogami
Artinya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang istri hanya boleh mempunyai seorang suami.
2. Asas Konsensual
Artinya perkawinan dapat dikatakan sah apabila terdapat persetujuan atau consensus antara calon suami-istri yang akan melangsungkan perkawinan.
3. Asas Persatuan Bulat
Artinya suatu asas dimana antara suami-istri terjadi persatuan harta benda yang dimilikinya. (Pasal 119 KUHPerdata)
4. Asas Proporsional
Artinya hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban suami dalam kehidupan rumah tangga dan di dalam pergaulan masyarakat. (Pasal 31 UUNo.1 Tahun 1974 tentang perkawinan)
5. Asas tak dapat dibagi-bagi
Artinya suatu asas yang menegaskan bahwa dalam tiap perwalian hanya terdapat seorang wali. Dalam keberlakuan asas ini ada dua pengecualian, yaitu sebagai berikut:

  • a. Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup lebih lama maka kalau ia kawin lagi, suaminya menjadi wali serta/wali peserta.
  • b. Jika sampai ditunjuk pelaksana pengurusan yang mengurus barang-barang dari anak di bawah umur di luar Indonesia.
6. Asas prinsip calon suami istri harus telah matang jiwa raganya. (Pasal 7 UU No.1 Tahun 1974)
7. Asas Monogami Terbuka/Poligami Terbatas
Artinya seorang suami dapat beristri lebih dari seorang dengan izin dari pengadilan setelah mendapat izin dari istrinya dengan dipenuhhinya syarat-syarat yang ketat.
8. Asas Perkawinan Agama
Artinya suatu perkawinan hanya sah apabila dilaksanakan sesuai dengan hukum agama dan kepercayaannya masing-masing. (Pasal 31 UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan)
9. Asas Perkawinan Sipil
Artinya perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan dan dicatat oleh pegawai pencatat sipil (kantor catatan sipil), perkawinan secara agama belum berakibat sahnya suatu perkawinan.

Ruang Lingkup Hukum Keluarga
Berdasarkan bahasan mengenai pengertian hukum keluarga di atas, kita dapat mengetahui apa saja ruang lingkup hukum keluarga. Adapun ruang lingkup hukum keluarga meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Perkawinan
2. Perceraian
3. Harta benda dalam perkawinan
4. Kekuasaan orang tua
5. Pengampuan
6. Perwalian

Hak dan Kewajiban dalam Hukum Keluarga
            Yang dimaksud hak  ialah sesuatu yang merupakan milik atau dapat dimiliki oleh suami atau istri yang timbul karena perkawinannya. Sedangkan kewajiban ialah sesuatu yang harus dilakukan atau diadakan oleh suami atau istri untuk memenuhi hak dan dari pihak yang lain.
            Hak dan kewajiban dalam hukum keluarga dapat digolongkan ke dalam hak dan kewajiban antara suami istri, dan hak antara orang tua dan anaknya.
1.      Hak dan kewajiban antara suami istri
Hak dan kewajiban antara suami istri timbul dari ikatan perkawinan yang mereka lakukan. Hak dan kewajiban ini diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:
a. UU No. 1 Tahun 1974
Dalam UU perkawinan materi tentang hak dan kewajiban merujuk pada hukum islam yang mengandung persamaan hak dan kewajiban antara suami dan istri. Adapun hak dan kewajiban antara suami istri adalah sebagai berikut:
o  Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
o  Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup dalam masyarakat.
o  Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. (Pasal 31 ayat 2)
o  Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. (Pasal 31 ayat 3)
o  Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap,yang ditentukan bersama. (Pasal 31 ayat 4 dan Pasal 32 ayat 1)
o  Suami istri wajib saling mencintai , hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu dengan yang lain. (Pasal 33)
o  Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. (Pasal 34 ayat 1)
o  Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. (Pasal 31 ayat 2)
o  Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan ( Pasal 31 ayat 3)

b. Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
Hak dan kewajiban suami istri yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut:
o  Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama.
o  Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga dengan kemampuannya.
o  Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
o  Sesuai dengan penghasilan suami menanggung:
-       Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi si istri.
-       Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak.
-       Biaya pendidikan bagi si anak.
o  Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.
o  Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas.
o  Kewajiban suami sebagaimana dimaksud pada ayat (5) gugur apabila istri nusyuz.
o  Selain itu, suami juga mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat kediaman untuk istri dan anak-anaknya. Di dalam Kompilasi Hukum Islam ditegaskan bahwa:
-       Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau bekas istri yang masih iddah.
-       Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
-       Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram. Tempat tinggal juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.
-       Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya
Adapun suami yang beristri lebih dari satu orang juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu sebagai berikut:
o  Suami yang mempunyai istri lebih dari seorang berkewajiban memberikan tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing istri secara berimbang menurut besar kecilnya jumlah keluarga yang ditanggung masing-masing istri, kecuali jika ada perjanjian perkawinan.
o  Dalam hal para istri ikhlas, suami dapat menempatkan istrinya dalam satu tempat kediaman
o  Di dalam Kompilasi Hukum Islam juga dijelaskan beberapa kewajiban bagi istri yang dianggap nusyuz.
o Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah.
o Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada Pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.
o  Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah istri tidak nusyuz.
o  Ketentuan ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan atas bukti yang sah.

2. Hak dan kewajiban antara orang tua dan anaknya
Hak dan kewajiban antara orang tua dengan anak diatur dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 49 UU No. 1 Tahun 1974. Adapun hak dan kewajiban orang tua dan anak adalah sebagai berikut:
o  Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban orang tua berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri.
o  Anak wajib menghormati orang tua dan menaati kehendak mereka yang baik.
o  Anak wajib memelihara dan membantu orang tuanya, manakala sudah tua.
o  Anak yang belum dewasa, belum pernah melangsungkan perkawinan, ada di bawah kekuasaan orang tua ( Pasal 47 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974), orang tua mewakili anak dibawah umur dan belum dan belum pernah kawin mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
o  Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya  yang belum 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali kepentingan si anak menghendakinya.

C.  Hukum kebendaan
            Yang dimaksud dengan Benda dalam konteks hukum perdata adalah segala sesuatu yang dapat diberikan/diletakkan suatu Hak diatasnya, utamanya yang berupa hak milik. Dengan demikian, yang dapat memiliki sesuatu hak tersebut adalah Subyek Hukum, sedangkan sesuatu yang dibebani hak itu adalah Obyek Hukum. Benda yang dalam hukum perdata diatur dalam Buku II BWI, tidak sama dengan bidang disiplin ilmu fisika, di mana dikatakan bahwa bulan itu adalah benda (angkasa), sedangkan dalam pengertian hukum perdata bulan itu bukan (belum) dapat dikatakan sebagai benda, karena tidak / belum ada yang (dapat) memilikinya.
Pengaturan tentang hukum benda dalam Buku II BWI ini mempergunakan system tertutup, artinya orang tidak diperbolehkan mengadakan hak hak kebendaan selain dari yang telah diatur dalam undang undang ini.Selain itu, hukum benda bersifat memaksa (dwingend recht), artinya harus dipatuhi,tidak boleh disimpangi, termasuk membuat peraturan baru yang menyimpang dari yang telah ditetapkan .
Lebih lanjut dalam hukum perdata, yang namanya benda itu bukanlah segala sesuatu yang berwujud atau dapat diraba oleh pancaindera saja, melainkan termasuk juga pengertian benda yang tidak berwujud, seperti misalnya kekayaan seseorang. Istilah benda yang dipakai untuk pengertian kekayaan, termasuk didalamnya tagihan /piutang, atau hak hak lainnya, misalnya bunga atas deposito .
Meskipun pengertian zaak dalam BWI tidak hanya meliputi benda berwujud saja,namun sebagian besar dari materi Buku II tentang Benda mengatur tentang benda yangberwujud.  Pengertian benda sebagai yang tak berwujud itu tidak dikenal dalam Hukum Adat kita, karena cara berfikir orang Indonesia cenderung pada kenyataan belaka,berbeda dengan cara berfikir orang Barat yang cenderung mengkedepankan apa yangada di alam pikirannya.Selain itu, istilah zaak didalam BWI tidak selalu berarti benda, tetapi bisa berarti yang lain, seperti : “perbuatan hukum “ (Ps.1792 BW), atau “kepentingan” (Ps.1354 BW),dan juga berarti “kenyataan hukum” (Ps.1263 BW).

Dasar Hukum
            Pada masa kini, selain diatur di Buku II BWI, hukum benda juga diatur dalam:
o  Undang Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dimana diatur hak hak kebendaan yang berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya.
o  Undang Undang Merek No.21 Tahun 1961, yang mengatur tentang hak atas penggunaan merek perusahaan dan merek perniagaan .
o  Undang Undang Hak Cipta No.6 Tahun 1982, yang mengatur tentang hak cipta sebagai benda tak berwujud, yang dapat dijadikan obyek hak milik .
o  Undang Undang tentang Hak Tanggungan tahun 1996, yang mengatur tentang hak atas tanah dan bangunan diatasnya sebagai pengganti hipotik dan crediet verband.

Macam-macam Benda
Doktrin membedakan berbagai macam benda menjadi :
a.Benda berwujud dan benda tidak berwujud
arti penting pembedaan ini adalah pada saat pemindah tanganan benda dimaksud, yaitu :

  • a). Kalau benda berwujud itu benda bergerak, pemindah tanganannya harus secara nyata dari tangan ke tangan.
  • b). Kalau benda berwujud itu benda tidak bergerak, pemindah tanganannya harus dilakukan dengan balik nama. Contohnya, jual beli rokok dan jual beli rumah .
Penyerahan benda tidak berwujud dalam bentuk berbagai piutang dilakukan
dengan :
· Piutang atas nama (op naam) dengan cara Cessie
· Piutang atas tunjuk (an toonder) dengan cara penyerahan surat dokumen yang
bersangkutan dari tangan ke tangan
· Piutang atas pengganti (aan order) dengan cara endosemen serta penyerahan
dokumen yang bersangkutan dari tangan ke tangan ( Ps. 163 BWI).
b.Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak
Benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat dipindahkan (Ps.509 BWI). Benda bergerak karena ketentuan undang undang adalah hak hak yang melekat pada benda bergerak (Ps.511 BWI), misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak, hak memakai atas benda bergerak, saham saham perusahaan.

Benda tidak bergerak adalah benda yang menurut sifatnya tidak dapat dipindahpindahkan, seperti tanah dan segala bangunan yang berdiri melekat diatasnya. Benda tidak bergerak karena tujuannya adalah benda yang dilekatkan pada benda tidak bergerak sebagai benda pokoknya, untuk tujuan tertentu, seperti mesin mesin yang dipasang pada pabrik.Tujuannya adalah untuk dipakai secara tetap dan tidak untuk dipindah-pindah (Ps.507 BWI). Benda tidak bergerak karena undang undang adalah hak hak yang melekat pada benda tidak bergerak tersebut, seperti hipotik, crediet verband, hak pakai atas benda tidak bergaerak,hak memungut hasil atas benda tidak bergerak (Ps.508 BWI).

Arti penting pembedaan benda sebagai bergerak dan tidak bergerak terletak pada :
· penguasaannya (bezit), dimana terhadap benda bergerak maka orang yang menguasai benda tersebut dianggap sebagai pemiliknya (Ps.1977 BWI); azas ini tidak berlaku bagi benda tidak bergerak.
· penyerahannya (levering), yaitu terhadap benda bergerak harus dilakukan secara nyata, sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama ;
· kadaluwarsa (verjaaring), yaitu pada benda bergerak tidak dikenal daluwarsa, sedangkan pada benda tidak bergerak terdapat kadaluwarsa :
1. dalam hal ada alas hak, daluwarsanya 20 tahun;
2. dalam hal tidak ada alas hak, daluwarsanya 30 tahun
· pembebanannya (bezwaring), dimana untuk benda bergerak dengan gadai, sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik.
· dalam hal pensitaan (beslag), dimana revindicatoir beslah (penyitaan untuk menuntut kembali barangnya),hanya dapat dilakukan terhadap barang barang bergerak.

Penyitaan untuk melaksanakan putusan pengadilan (executoir beslah) harus dilakukan terlebih dahulu terhadap barang barang bergerak, dan apabila masih belum mencukupi untuk pelunasan hutang tergugat, baru dilakukan executoir terhadap barang tidak bergerak.
c. Benda dipakai habis dan benda tidak dipakai habis
Pembedaan ini penting artinya dalam hal pembatalan perjanjian. Pada perjanjian yang obyeknya adalah benda yang dipakai habis, pembatalannya sulit untuk mengembalikan seperti keadaan benda itu semula, oleh karena itu harus diganti dengan benda lain yang sama / sejenis serta senilai, misalnya beras, kayu bakar, minyak tanah dlsb.Pada perjanjian yang obyeknya adalah benda yang tidak dipakai habis tidaklah terlalu sulit bila perjanjian dibatalkan, karena bendanya      masih tetap ada,dan dapat diserahkan kembali, seperti pembatalan jual beli televisi, kendaraan bermotor, perhiasan dlsb .
d. Benda sudah ada dan benda akan ada
Arti penting pembedaan ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan hutang, atau pada pelaksanaan perjanjian. Benda sudah ada dapat dijadikan jaminan hutang dan pelaksanaan perjanjiannya dengan cara menyerahkan benda tersebut. Benda akan ada tidak dapat dijadikan jaminan hutang, bahkan perjanjian yang obyeknya benda akan ada bisa terancam batal bila pemenuhannya itu tidak mungkin dapat dilaksanakan (Ps.1320 btr 3 BWI) .
e. Benda dalam perdagangan dan benda luar perdagangan
Arti penting dari pembedaan ini terletak pada pemindah tanganan benda tersebut karena jual beli atau karena warisan.
Benda dalam perdagangan dapat diperjual belikan dengan bebas, atau diwariskan kepada ahli waris,sedangkan benda luar perdagangan tidak dapat diperjual belikan atau diwariskan, umpamanya tanah wakaf, narkotika, benda benda yang melanggar ketertiban dan kesusilaan .
f. Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi
Letak pembedaannya menjadi penting dalam hal pemenuhan prestasi suatu perjanjian.di mana terhadap benda yang dapat dibagi, prestasi pemenuhan perjanjian dapat dilakukan tidak sekaligus, dapat bertahap, misalnya perjanjian memberikan satu ton gandum dapat dilakukan dalambeberapa kali pengiriman, yang penting jumlah keseluruhannya harus satu ton. Lain halnya dengan benda yang tidak dapat dibagi, maka pemenuhan prestasi tidak dapat dilakukan sebagian demi sebagian, melainkan harus secara seutuhnya, misalnya perjanjian sewa menyewa mobil, tidak bisa sekarang diserahkan rodanya, besok baru joknya dlsb.
g. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar
Arti penting pembeaannya terletak pada pembuktian kepemilikannya. Benda terdaftar dibuktikan dengan bukti pendaftarannya, umumnya berupa sertifikat/dokumen atas nama si pemilik, seperti tanah, kendaraan bermotor, perusahaan, hak cipta, telpon, televisi dlsb. Pemerintah lebih mudah melakukan kontrol atas benda terdaftar, baik dari segi tertib administrasi kepemilikan maupun dari pembayaran pajaknya. Benda tidak terdaftar sulit untuk mengetahui dengan pasti siapa pemilik yang sah atas benda itu, karena berlaku azas ‘siapa yang menguasai benda itu dianggap sebagai pemiliknya’. Contohnya, perhiasan, alat alat rumah tangga, hewan piaraan, pakaian dlsb.

Hak Kebendaan
Sifat / Karakter Hak kebendaan.
Perbedaan antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BWI dengan hak perorangan yang diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai berikut :
a. Hak kebendaan bersifat mutlak (absolut), karena berlaku terhadap siapa saja, dan orang lain harus menghormati hak tersebut, sedangkan hak perorangan berlaku secara nisbi (relatief), karena hanya melibatkan orang / pihak tertentu saja, yakni yang ada dalam suatu perjanjian saja.
b. Hak kebendaan berlangsung lama, bisa jadi selama seseorang masih hidup, atau bahkan bisa berlanjut setelah diwariskan kepada ahli warisnya, sedangkan hokum perorangan berlangsung relatif lebih singkat, yakni sebatas pelaksanaan perjanjian telah selesai dilakukan.
c. Hak kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku, tidak boleh mengarang / menciptakan sendiri hak yangl lainnya, sedangkan dalam hak  perorangan, lingkungannya amat luas, apa saja dapat dijadikan obyek perjanjian, sepanjang tidakbertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh karena itu sering dikatakan hokum kebendaan itu bersifat tertutup, sedangkan hukum perorangan bersifat terbuka.

Ciri ciri Hak Kebendaan adalah :
· mutlak / absolut
· mengikuti benda dimana hak itu melekat, misalnya hak sewa tetap mengikuti benda itu berada, siapapun yang memiliki hak diatasnya
· hak yang ada terlebih dahulu (yang lebih tua), kedudukannya lebih tinggi; misalnya sebuah rumah dibebani hipotik 1 dan hipotik 2, maka penyelesaian hutang atas hipotik 1 harus didahulukan dari hutang atas hipotik 
· memiliki sifat diutamakan, misalnya suatu rumah harus dijual untuk melunasi hutang, maka hasil penjualannya lebih diutamakan untuk melunasi hipotik atas rumah itu.
· dapat dilakukan gugatan terhadap siapapun yang mengganggu hak yang bersangkutan.
· pemindahan hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapapun .

Penggolongan Hak Kebendaan
Hak atas Kebendaan dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu :
a. Hak Kebendaaan yang memberi kenikmatan .
Selain yang mengenai tanah, karena sudah diatur dalam UUPA, maka hak kebendaan yang termasuk dalam kategori ini adalah ;
- Bezit ; Hak Milik (eigendom) ; Hak Memungut Hasil ; Hak Pakai ;
- Hak Mendiami
Hak atas tanah yang dengan berlakunya UUPA dinyatakan tidak berlaku lagi :
- Hak bezit atas tanah ; Hak eigendom atas tanah
- Hak servitut ; Hak opstal ; Hak erfpacht ; Hak bunga atas tanah
- Hak pakai atas tanah

Dengan berlakunya UUPA, pengganti dari hak atas tanah yang dihapus adalah :
- Hak Milik ; Hak Guna Usaha ; Hak Guna Bangunan ; Hak Pakai
- Hak Sewa untuk bangunan ; Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
- Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
- Hak guna ruang angkasa
- Hak hak tanah untuk kepentingan keagamaan dan social
b. Hak Kebendaan Yang bersifat Memberi Jaminan
· Hak Gadai (pandrechts)
· Hipotik
· Credietverband
· Privilege (piutang yang di istimewakan).
· Fiducia

Perolehan Hak Kebendaan
Ada beberapa cara untuk memperoleh hak kebendaan, seperti :
a. Melaui Pengakuan
Benda yang tidak diketahui siapa pemiliknya (res nullius) kemudian didapatkan dan diakui oleh seseorang yang mendapatkannya, dianggap sebagai pemiliknya. Contohnya, orang yang menangkap ikan, barang siapa yang mendapat ikan itu dan kemudian mengaku sebagai pemiliknya, dialah pemilik ikan tersebut. Demikian pula halnya dengan berburu dihutan, menggali harta karun dlsb.
b.Melalui Penemuan
Benda yang semula milik orang lain akan tetapi lepas dari penguasaannya, karena misalnya jatuh di perjalanan, maka barang siapa yang menemukan barang tersebut dan ia tidak mengetahui siapa pemiliknya, menjadi pemilik barang yang diketemukannya .
Contoh ini adalah aplikasi hak bezit.
c.Melalui Penyerahan
Cara ini yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh melalui penyerahan berdasarkan alas hak (rechts titel) tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa, hibah warisan dlsb Dengan adanya penyerahan maka titel berpindah kepada siapa benda itu diserahkan.
d.Dengan Daluwarsa
Barang siapa menguasai benda bergerak yang dia tidak ketahui pemilik benda itu sebelumnya (misalnya karena menemukannya), hak milik atas benda itu diperoleh setelah lewat waktu 3 tahun sejak orang tersebut menguasai benda yang bersangkutan.
Untuk benda tidak bergerak, daluwarsanya adalah :
¨ jika ada alas hak, 20 tahun
¨ jika tidak ada alas hak, 30 tahun
e Melalui Pewarisan
Hak kebendaan bisa diperoleh melalui warisan berdasarkan hukum waris yang berlaku, bisa hukum adat, hukum Islam atau hukum barat.
f. Dengan Penciptaan
Seseorang yang menciptakan benda baru, baik dari benda yang sudah ada maupun samasekali baru, dapat memperoleh hak milik atas benda ciptaannya itu.Contohnya orang yang menciptakan patung dari sebatang kayu, menjadi pemilik patung itu, demikian pula hak kebendaan tidak berwujud seperti hak paten, hak cipta dan lain sabagainya.
g.Dengan cara ikutan / turunan
Seseorang yang membeli seekor sapi yang sedang bunting maka anak sapi yang dilahirkan dari induknya itu menjadi miliknya juga. Demikian pula orang yang membeli sebidang tanah, ternyata diatas tanah itu kemudian tumbuh pohon durian, maka pohon durian itu termasuk milik orang yang membeli tanah tersebut.

Hapusnya Hak Kebendaan
Hak kebendaan dapat hapus / lenyap karena hal hal :
a. Bendanya Lenyap / musnah
Karena musnahnya sesuatu benda, maka hak atas benda tersebut ikut lenyap, misalnya hak sewa atas sebuah rumah yang habis/musnah ketimbun longsoran tanah gunung, menjadi musnah juga. Atau, hak gadai atas sebuah sepeda motor, ikut habis apabila barang tersebut musnah karena kebakaran .
b. Karena dipindah-tangankan
Hak milik, hak memungut hasil atau hak pakai menjadi hapus bila benda yang
bersangkutan dipindah tangankan kepada orang lain.
Karena Pelepasan Hak
Dalam hal ini pada umumnya pelepasan yang bersangkutan dilakukan secara
sengaja oleh yang memiliki hak tersebut, seperti radio yang rusak dibuang
ketempat sampah. Dalam hal ini maka halk kepemilikan menjadi hapus dan
bisa menjadi hak milik orang lain yang menemukan radio tersebut.
d. Karena Kadaluwarsa
Daluwarsa untuk barang tidak bergerak pada umumnya 30 tahun (karena ada alas hak), sedangkan untuk benda bergerak 3 tahun.
e. Karena Pencabutan Hak
Penguasa publik dapat mencabut hak kepemilikan seseorang atas benda tertentu, dengan memenuhi syarat :
¨ harus didasarkan suatu undang undang
¨ dilakukan untuk kepentingan umum (dengan ganti rugi yang layak )

D.  Hukum kewarisan
          Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang lebih berhak.Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni: Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Perdata. Ketiganya memiliki beberapa perbedaan mengenai  unsur-unsur pewarisan, salah satunya yaitu mengenai ahli waris. Untuk hukum waris Adat: setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerababatan yang mereka anut.
Hukum Waris Perdata
Ahli waris menurut hukum waris perdata tidak dibedakan menurut jenis kelamin layaknya dalam beberapa hukum waris adat. Seseorang menjadi ahli waris menurut hukum waris perdata disebabkan oleh perkawinan dan hubungan darah, baik secara sah maupun tidak. Orang yang memiliki hubungan darah terdekatlah yang berhak untuk mewaris (Perhatikan Pasal 852 KUHPerdata).
Jauh dekatnya hubungan darah dapat dikelompokkan menjadi (4) empat golongan, yaitu :
1. Ahli waris golongan I Termasuk dalam ahli waris golongan I yaitu anak-anak pewaris berikut keturunannya dalam garis lurus ke bawah dan janda/duda. Pada golongan I dimungkinkan terjadinya pergantian tempat (cucu menggantikan anak yang telah meninggal terlebih dahulu dari si pewaris). Mengenai pergantian tempat ini, Pasal 847 KUHPerdata menentukan bahwa tidak ada seorang pun dapat menggantikan tempat seseorang yang masih hidup, misalnya anak menggantikan hak waris ibunya yang masih hidup. Apabila dalam situasi si ibu menolak menerima warisan, sang anak bertindak selaku diri sendiri, dan bukan menggantikan kedudukan ibunya.
2. Ahli waris golongan II Termasuk dalam ahli waris golongan II yaitu ayah, ibu, dan saudara-saudara pewaris.
3. Ahli waris golongan III Termasuk dalam ahli waris golongan III yaitu kakek nenek dari garis ayah dan kakek nenek dari garis ibu.
4. Ahli waris golongan IV Termasuk dalam ahli waris golongan IV yaitu sanak saudara dari ayah dan sanak saudara dari ibu, sampai derajat ke enam.
Hukum Waris Islam
Hukum Waris Islam adalah suatu hukum yang mengatur pembagian harta peninggalan seseorang yang berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis.
Sumber utama dalam Hukum Waris Islam adalah Al Quran surat An-Nisa' ayat 11-12,
BAHAR DAN LITRA
bahar katam adalah anggota keluarga yang memiliki hak atas harta peninggalan seorang yang meninggal dunia, yaitu :
·       Laki-laki :
1.    Anak laki-laki
2.    Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3.    Ayah
4.    Kakek / ayahnya ayah
5.    Saudara kandung
6.    Anak laki-laki dari saudara laki-laki
7.    Suami
8.    Paman
9.    Anak dari paman laki-laki
10.    Laki-laki yang memerdekakan budak
·       Perempuan :
1.    Anak perempuan
2.    Cucu perempuan dari anak laki-laki
3.    Ibu
4.    Nenek
5.    Saudari kandung
6.    Istri
7.    Wanita yang memerdekakan budak

E.  Hukum perikatan
            Hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibathukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.
Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harushalal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yangsifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telahdisepakati dalam perjanjian.

Dasar Hukum Perikatan
            Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
o  Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
o  Perikatan yang timbul dari undang-undang
o  Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )

Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
o  Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
o  Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
o  Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

Asas-asas Dalam Hukum Perjanjian
1.  Asas kebebasan berkontrak
            Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
§  Membuat atau tidak membuat perjanjian;
§  Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
§  Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
§  Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

2. Asas Konsesualisme
            Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan).
Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
3. Asas Kepastian Hukum
            Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
4. Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.
Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.
5. Asas Kepribadian (Personality)
            Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.
Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.

Wanprestasi dan Akibatnya
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Ada empat kategori dari wanprestasi, yaitu :
o  Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
o  Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
o  Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
o  Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur ( ganti rugi )
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
o  Biaya adalah segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak
o  Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor
o  Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
3.  Peralihan resiko
Adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH Perdata.

Hapusnya Hukum Perikatan
Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
o  Pembayaran.
o  Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
o  Pembaharuan utang (novasi).
o  Perjumpaan utang atau kompensasi.
o  Percampuran utang (konfusio).
o  Pembebasan utang.
o  Musnahnya barang terutang.
o  Batal/ pembatalan.
o  Berlakunya suatu syarat batal.
o  Dan lewatnya waktu (daluarsa).

Pembayaran
            Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.
Konsignasi
            Konsignasi terjadi apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan.
Novasi
            Novasi adalah sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
1.    Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya. Novasi ini disebut novasi objektif.
2.    Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya (ini dinamakan novasi subjektif pasif).
3.    Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya (novasi subjektif aktif).
Kompensasi
            Yang dimaksud dengan kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur.
Konfusio
            Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu. Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.

Sumber :
Komariah (2008) Hukum Perdata. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Kusuma, Hilman Hadi. (2005). Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: PT Alumni.
Sudarsono. (1991). Hukum Kekeluargaan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta
Syahrani, riduan. (2006). Seluk-beluk Asas-asas Hukum Perdata. Banjarmasin: PT Alumni.
Widjaja,Gunawan, ,2007,Seri hokum bisnis:memahami prinsip keterbukaan dalam hokum perdata,Jakarta,raja grafindo persada
Subekti,SH,Prof,2001,pokok-pokok hokum perdata,Jakarta,pt internusa
Soebekti,SH,Prof.2001.Pokok-pokok hokum perdata.jakarta.internusa
http://www.scribd.com/doc/16733475/Hukum-Perikatan
http://yosepaliyinsh.blogspot.com/2012/09/asas-asas-hukum-perdata.html
http://rohmadijawi.wordpress.com
http://www.negarahukum.com/hukum/hapusnya-perikatan.html

0 Response to "Hukum Perdata"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel