Hukum konstitusi
A.
Pengertian
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Inggris constitution yang
artinya adalah hukum dasar. Sedangkan dalam bahasa Belanda sering
disebut grondwet atau grundgezetz. Menurut L.J. Van Apeldorn
hukum dasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum dasar tertulis
(undang-undang dasar) dan hukum dasar tidak tertulis. Biasanya
konstitusi dalam suatu negara diartikan sebagai undang-undang dasar. Dengan
demikian undang-undang dasar sebenarnya merupakan bagian dari konstitusi yang
tertulis.
Konstitusi adalah naskah yang memaparkan
rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan
menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut (E.C.S.Wade dan
G.Philips, 1970).
Konstitusi adalah keseluruhan sistem
ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan peraturan-peraturan yang
membentuk dan mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara (K.C.Wheare,
1975).
Konstitusi adalah sekumpulan asas-asas yang
mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak dari yang diperintah, dan hubungan
antara pemerintah dengan yang diperintah (C.F. Strong, 1960).
ü Fungsi
penentu dan pembatas kekuasaan organ negara.
ü Fungsi
pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara.
ü Fungsi
pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga negara
ü Fungsi
pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan
penyelenggaraan kekuasaan negara.
ü Fungsi
penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (yang dalam
sistem demokrasi adalah rakyat) kepada organ negara.
ü Fungsi
simbolik sebagai pemersatu (symbol of unity).
ü Fungsi
simbolik sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of
nation)
ü Fungsi
simbolik sebagai pusat upacara (center of ceremony)
ü Fungsi
sebagai sarana pengendalian masyarakat (social control), baik dalam arti
sempit hanya dibidang politik maupun dalam arti luas mencakup bidang sosial dan
ekonomi.
ü Fungsi
sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat (social engineering atau
sosial reform), baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas.
C. Cara pembentukan Konstitusi
1. Pemberian, raja memberikan kepada
warganya suatu UUD, kemudian ia berjanji akan menggunakan kekuasaanya itu
berdasarkan asas-asas tertentu dan kekuasaan itu akan dijalankan oleh suatu
badan tertentu pula.
2. Secara sengaja, pembuatan suatu UUD
dilakukan setelah Negara itu didirikan .
3. Dengan cara revolusi, pemerintah
baru terbentuk sebagai hasil revolusi membuat suatu UUD yang kemudian mendapat
persetujuan rakyat, atau pemerintah tersebut dapat pula mengambil cara lain,
yaitu dengan mengadakan suatu musyawarah yang akan menetapkan UUD itu.
4. Dengan cara Evolusi,
perubahan-perubahan secara berangsur-angsur dapat menimbulkan suatu UUD dan
secara otomatis UUD yang lama tidak berlaku lagi.
D.
Cara Mengubah Konstitusi
- Oleh badan legislatif
/perundangan biasa, dilakukan oleh badan legislatif , dengan syarat yang
lebih berat daripada jika badan legislatif ini membuat undang-undang biasa
(bukan UUD)
- Referendum , artinya melalui
pemungutan suara oleh rakyat yang memiliki hak suara .
- Oleh badan khusus , harus di
adakan oleh suatu badan khusus bertugas untuk mengubah UUD.
- Khusus di Negara Federasi,
perubahan UUD baru dapat terjadi jika mayoritas Negara-negara bagian
menyetujuinya.
E. Perubahan Dan Macam-Macam Perubahan Konstitusi
Dari segi tata bahasa kata Amandemen
sama dengan amandement. Secara harfiah amandement dalam bahasa Indonesia
berarti mengubah. Mengubah maupun perubahan berasal dari kata dasar ubah yang
berarti lain atau beda. Mengubah mengandung arti menjadi lain sedang perubahan
diartikan hal berubahnya sesuatu; pertukaran atau peralihan. Dapat kita
jabarkan bahwa perubahan yang oleh John M Echlos dan Hasan Shadily juga disebut
amandemen tidak saja berarti menjadi lain isi serta bunyi ketentuan dalam UUD,
akan tetapi juga mengandung sesuatu yang merupakan tambahan pada
ketentuan-ketentuan dalam UUD yang sebelumnya tidak terdapat didalamnya.
Menurut KC Wheare konstitusi itu harus bersifat kaku
dalam aspek perubahan. Empat sasaran yang hendak dituju dalam usaha
mempertahankan Konstitusi dengan jalan mempersulit perubahannya adalah:
1. Agar perubahan konstitusi dilakukan
dengan pertimbangan yang masak, tidak secara serampangan dan dengan sadar
(dikehendaki).
2. Agar rakyat mendapat kesempatan
untukmenyampaikan pandangannya sebelum perubahan dilakukan.
3. Agar kekuasaan Negara serikat dan
kekuasaan Negara bagian tidak diubah semata-mata oleh perbuatan masing-masing
pihak secara tersendiri.
4. Agar supaya hak-hak perseorangan
atau kelompok, seperti kelompok minoritas agama atau kebudayaannya mendapat
jaminan.
Apabila
kita amati mengenai system pembaharuan konstitusi di berbagai Negara terdapat
dua system yang berkembang yaitu renewel (pembaharuan) dan Amandement
(perubahan). System renewel adalah bila suatu konstitusi dilakukan perubahan
(dalam arti diadakan pembaharuan) maka yang berlaku adalah konstitusi baru
secara keseluruhan. Sistem ini dianut di negara-negara Eropa Kontinental.
System Amandement adalah bila suatu konstitusi yang asli tetap berlaku sedang
hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau dilampirkan dalam konstitusi
asli. Sistem ini dianut di Negara-negara Anglo Saxon.
Faktor
utama yang menentukan pembaharuan UUD adalah berbagai pembaharuan keadaan di
masyarakat. Dorongan demokrasi, pelaksanaan paham Negara kesejahteraan (welfare
state), perubahan pola dan system ekonomi akibat industrialisasi, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat menjadi kekuatan (forces) pendorong pembaharuan
UUD. Demikian pula dengan peranan UUD itu sendiri. Hanya masyarakat yang
berkendak dan mempunyai tradisi menghormati dan menjunjung tinggi UUD yang akan
menentukan UUD dijalankan sebagaimana semestinya.
Menurut
KC Wheare, perubahan UUD yang timbul akibat dorongan kekuatan (forces) dapat
berbentuk:
1. Kekuatan tertentu dapat melahirkan
perubahan keadaan tanpa mengakibatkan perubahan bunyi tertulis dalam UUD. Yang
terjadi adalah pembaharuan makna. Suatu ketentuan UUD diberi makna baru tanpa
mengubah bunyinya.
2. Kekuatan kekuatan yang melahirkan
keadaan baru itu mendorong perubahan atas ketentuan UUD, baik melalui perubahan
formal, putusan hakim, hukum adat maupun konvensi.
Secara
Yuridis, perubahan konstitusi dapat dilakukan apabila dalam konstitusi tersebut
telah ditetapkan tentang syarat dan prosedur perubahan konstitusi. Perubahan
konstitusi yang ditetapkan dalam konstitusi disebut perubahan secara formal
(formal amandement). Disamping itu perubahan konstitusi dapat dilakukan melalui
cara tidak formal yaitu oleh kekuatan-kekuatan yang bersifat primer, penafsiran
oleh pengadilan dan oleh kebiasaan dalam bidang ketatanegaraan.
Ada tiga cara yang diizinkan bagi lembaga legislatif
untuk melakukan amandemen konstitusi:
1. Untuk mengubah konstitusi siding
legislatif harus dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 jumlah keseluruhan anggota
lembaga legislatif. Keputusan untuk mengubah konstitusi adalah sah bila
disetujui oleh 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
2. Untuk mengubah konstitusi, lembaga
legislatif harus dibubarkan lalu diselenggarakan Pemilu. Lembaga legislatif
yang baru ini yang kemudian melakukan amandemen konstitusi.
3. Cara ini terjadi dan berlaku dalam
sistem dua kamar. Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar harus mengadakan
sidang gabungan. Sidang inilah yang berwenang mengubah konstitusi sesuai dengan
syarat cara kesatu.
Apabila ada kehehendak untuk mengubah
konstitusi maka lembaga negara yang berwenang mengajukan usul perubahan kepada
rakyat melalui referendum. Dalam referendum ini rakyat menyampaikan pendapatnya
dengan jalan menerima atau menolak usul perubahan yang telah disampaikan kepada
mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu usul perubahan diatur dalam
konstitusi
Pada
dasarnya dua metode amandemen konstitusi yang paling banyak dilakukan di
Negara-negara yang menggunakan konstitusi kaku: pertama dilakukan oleh lembaga
legislative dengan batasan khusus dan yang kedua, dilakukan rakyat melalui
referendum. Dua cara yang lain dilakukan pada negara federal. Meski tidak
universal dan konvensi istimewa umumnya hanya bersifat permisif (dapat dipakai
siapa saja dan dimana saja). Berdasarkan hasil penelitian terhadap beberapa
konstitusi dari berbagai Negara dapat dikemukaka hal-hal yang diatur dalam
konstitusi mengenai perubahan konstitusi, yaitu:
a. Usul inisiatif perubahan konstitusi.
b. Syarat penerimaan atau penolakan
usul tersebut menjadi agenda resmi bagi lembaga pengubah konstitusi.
c. Pengesahan rancangan perubahan
konstitusi.
d. Pengumuman resmi pemberlakuan hasil
perubahan konstitusi.
e. Pembatasan tentang hal-hal yang
tidak boleh diubah dalam konstitusi.
f. hal-hal yang hanya boleh diubah
melalui putusan referendum atau klausula khusus.
Lembaga-lembaga yang berwenang melakukan perubahan
konstitusi, seperti parlemen, Negara bagian bersama parlemen, lembaga khusus,
rakyat melalui referendum.
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai UUD
(konstitusi), di bawah ini akan dibahas macam-macam UUD yang pernah berlaku di
Indonesia:
1.
Undang-Undang Dasar 1945
UUD
1945 dinyatakan sebagai hukum dasar yang sah dan berlaku di Indonesia sejak
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). Rumusan UUD 1945 sebenarnya menggunakan rumusan hasil
sidang BPUPKI yang sudah mengalami perubahan dan penyempurnaan dan ditetapkan
pada sidang PPKI. UUD 1945 terdiri dari tiga bagian yaitu:
a. Pembukaan terdiri dari empat alinea.
b. Batang Tubuh terdiri dari 16 Bab, 37
Pasal, IV Aturan Peralihan dan II Aturan Tambahan.
c. Penjelasan.
Pembukaan
UUD 1945 yang terdiri dari empat alinea itu, juga mempunyai pokok-pokok pikiran
yang sangat penting, yaitu:
a. Negara
Indonesia adalah suatu negara yang berdasarkan paham negara persatuan.
b. Dasar
negara adalah Pancasila, yaitu:
ü Ketuhanan Yang Maha Esa
ü Kemanusiaan yang adil dan beradab
ü Persatuan Indonesia
ü Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
ü Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
Batang tubuh UUD 1945, yang dipertegas dalam
penjelasan UUD 1945, mengatur tentang sistem pemerintahan negara, yaitu:
- Indonesia adalah negara yang
berdasar atas hukum (Pasal 1).
- Sistem kostitusional, yaitu
pemerintah berdasar atas konstitusi (hukum dasar), jadi tidak bersifat
kekuasaan yang tidak terbatas. (Pasal 1)
- Presiden ialah penyelenggara
pemerintah negara menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 4).
- Presiden dibantu oleh
menteri-menteri negara, yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden(Pasal 17).
- Kekuasaan kepala negara tidak
tak terbatas, kepala negara harus tunduk pada Konsitusi (Pasal 4).
- DPR tidak dapat dibubarkan oleh
Presiden (Pasal 7).
Undang-Undang
Dasar 1945 dalam gerak dan pelaksanaannya mengalami beberapa masa berlaku,
yaitu:
- Masa Pertama, dimulai tanggal
18 Agustus 1945 — 17 Agustus 1950. Sejak ditetapkan tanggal 18 Agustus
1945 berarti UUD 1945 berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan
tanggal 27 Desember 1949 merupakan masa berlakunya Konstitusi RIS di mana
UUD 1945 hanya berlaku di salah satu negara bagian RIS.
- Masa Kedua, dimulai tanggal 5
Juli 1959—Sekarang Dengan adanya kegagalan Dewan Konstituante untuk
menetapkan
UUD yang
baru maka pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit
yang berisi:
1. Pembubaran Konstituante
2.
Berlakunya
kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS1950.
3. Akan dibentuk dalam waktu dekat MPRS
(Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung
Sementara).
Dengan Dekrit Presiden maka negara Republik Indonesia
dengan resmi menggunakan UUD 1945 kembali. Sejak saat itu UUD 1945 berlaku
hingga sekarang, walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat
penyimpangan-penyimpangan. Pada 1998 UUD 1945 mengalami amandemen oleh MPR
terutama pada bagian batang tubuh.
2. Konstitusi
RIS 1949
Pada tanggal 23 Agustus – 2
September 1949 di Den Haag, Belanda, diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB).
Tujuan diadakannya KMB adalah untuk menyelesaikan persengketaan antara
Indonesia dan Belanda secepat-cepatnya, dengan cara yang adil dan pengakuan
kemerdekaan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik Indonesia
Serikat (RIS). Salah satu keputusan pokok KMB ialah Kerajaan Belanda mengakui
kedaulatan Indonesia sepenuhnya, tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali
kepada RIS, selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Dan pada tanggal
27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani piagam pengakuan kedaulatan RIS di
Amsterdam, dan mulai saat itulah diberlakukan Konstitusi RIS.
Konstitusi RIS adalah sebuah
konstitusi yang bersifat sementara, yang dalam waktu secepat-cepatnya.
Konstituante bersama dengan pemerintah akan menetapkan konstitusi baru
menggantikan konstitusi ini. Bentuk negara menurut konstitusi ini adalah negara
serikat dan bentuk pamerintahannya ialah republik (Pasal 1 ayat 1 KRIS).
Kedaulatan negara dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan
Rakyat (Pasal 1 ayat 2 KRIS).
Sedangkan
alat-alat kelengkapan RIS adalah:
a. Presiden
b. Menteri
c. Senat
d. Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Mahkamah
Agung (MA)
f. Dewan
Pengawas Keuangan (DPK) Sementara wilayah RIS adalah wilayah yang meliputi
Daerah
Indonesia selebihnya yang bukan daerah bagian. Sistem pemerintahan menurut
konstitusi RIS dapat dijelaskan sebagaiberikut:
ü Pemerintahan dijalankan oleh
Presiden bersama-sama para menteri dengan tujuan untuk menyelenggarakan
kesejahteraan Indonesia dan mengurus supaya konstitusi UU Federal dan
peraturan-peraturan lainnya yang berlaku untuk RIS dijalankan.
ü Presiden adalah kepala negara yang
kekuasaannya tidak dapat diganggu gugat dan dipilih orang-orang yang dikuasakan
oleh pemerintah daerah-daerah bagian.
ü Sistem kabinet adalah kabinet yang
bertanggung jawab (cabinet government) kepada perdana menteri.
ü Kabinet tidak dapat dipaksa untuk
meletakkan jabatannya oleh DPR pertama RIS.
ü RIS mengenal sistem perwakilan
bikameral (dua kamar), yaitu Senat dan DPR.
Konstitusi Republik Indonesia Serikat
diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 3 tahun 1950, yang mulai berlaku
tanggal 27 Desember 1949.
3.
Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Negara Republik Indonesia Serikat
ternyata tidak dapat bertahan lama, karena bentuk negara serikat bukanlah
bentuk negara yang dicitacitakan dan tidak sesuai dengan jiwa proklamasi
kemerdekaan. Oleh sebab itu, pengakuan kedaulatan RIS menimbulkan gejolak di
negara-negara bagian RIS dan menuntut pembubaran RIS dan kembali ke negara
kesatuan. Pada tanggal 17 Agustus 1950 akhirnya RIS dibubarkan oleh Presiden
Soekarno selaku Presiden RIS pada saat itu dan diproklamasikan terbentuknya
negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada saat itu pula dibentuk panitia yang
diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo yang bertugas untuk membuat UUDS
1950 yang terdiri dari 147 pasal.
Bangsa Indonesia semenjak proklamasi
kemerdekaan menghendaki suatu negara kesatuan yang melindungi segenap bangsa
Indonesia. Sehingga pembentukan RIS dipandang sebagai taktik politik Belanda
untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan berlakunya UUDS 1950
pada tanggal 17 Agustus 1950 mengembalikan semangat bangsa Indonesia untuk menjadi
negara kesatuan.
Bentuk
negara RI menurut UUDS 1950 adalah negara kesatuan dan bentuk pemerintahannya
adalah republik. Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh
pemerintah bersama-sama dengan DPR. Dengan demikian UUDS 1950 menganut paham
kedaulatan rakyat. Pasal 2 UUDS 1950 menyatakan bahwa RI meliputi seluruh
daerah In-donesia. Sedangkan yang dimaksud daerah Indonesia adalah daerah
“Hindia Belanda” dahulu, termasuk pulau Irian Barat (sekarang bernama Papua).
Irian Barat meskipun secara de facto belum di bawah kekuasaan RI namun secara
de jure bagian dari wilayah RI.
Alat-alat
kelengkapan negara meliputi:
a. Presiden dan wakil presiden
b. Menteri-menteri
c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
d. Mahkamah Agung (MA)
e. Dewan Pengawas Keuangan (DPK)
Sedangkan
sistem pemerintahan berdasarkan UUDS 1950 adalah:
- Pemerintah terdiri dari Presiden dan para
menteri, yang bertugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan
berupaya agar UUD, undang-undang dan peraturan lainnya dilaksanakan.
- Presiden ialah kepala negara
dan dalam menj alankan tugasnya dibantu oleh seorang wakil presiden.
- Sistem kabinet adalah kabinet
parlementer yang bertanggung jawab kepada Presiden.
- Anggota DPR dipilih melalui
pemilihan umum oleh warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat.
- Konstituante bertugas
bersama-sama pemerintah, secepatnya menetapkan UUD RI yang akan
menggantikan UUD Sementara.
Pada
masa berlakunya UUD 1950, terjadi peristiwa yang bersejarah bagi demokrasi di
Indonesia, yaitu adanya pemilihan umum yang pertama. Pemilu pada saat itu
berlangsung dua tahap. Tahap pertama berlangsung tanggal 21 September 1955
untuk memilih anggota DPR dan tahap kedua pada tanggal 15 Desember 1955 untuk
memilih anggota Konstituante. Setelah terbentuknya Konstituante pada tanggal 10
November 1956, mulailah dewan tersebut bersidang untuk menetapkan UUD bagi
negara dan bangsa Indonesia. Dalam sidang-sidang Konstituante ternyata belum
berhasil merumuskan UUD yang baru, sehingga pada permulaan tahun 1959
pemerintah menganjurkan untuk menetapkan UUD 1945 menjadi UUD yang menggantikan
UUDS 1950. Namun dalam persidangan selanjutnya ternyata tidak dapat memutuskan
berlakunya UUD 1945.
Dengan demikian apabila hal ini
berlarut-larut akan membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Akhirnya
Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan “Dekrit Presiden”, dimana salah
satu isi dekrit tersebut adalah berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak
berlakunya UUDS 1950.
Hasil-Hasil
Amandemen Uud 1945
Undang-Undang Dasar 1945 bukanlah konstitusi
yang rigid atau kaku, :etapi sebaliknya sebagai konstitusi yang luwes atau
fleksibel. Artinya UUD 1945 mempunyai prosedur yang mudah untuk merubahnya. Hal
ini dapat dilihat dalam pasal 37 UUD 1945, yang mengatur mekanisme yang harus
dilewati untuk mengubah UUD 1945. Ada dua pola untuk mengubah UUD 1945, yaitu
pola pertama mengubah dalam arti mengganti UUD 1945 dengan UUD yang baru sama
sekali, dan pola yang kedua yaitu mengubah dalam arti mengamandemen UUD 1945.
Melalui pola yang kedua ini akan terjadi beberapa perubahan dan penyempurnaan
UUD 1945, akan tetapi tidak sampai menghilangkan kerangka dasarnya Berta
nilai-nilai kesejarahannya.
A pabila kita cermati dalam UUD 1945
pasal 3 disebutkan “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar”, dan Pasal 37 dalam UUD 1945 menyatakan “usul
perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang
Majelis Permusyawaratan (MPR) apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari
jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
Pasal 3 UUD 1945 memberikan
kewenangan dan tanggung jawab kepada MPR untuk mengubah (mengamandemen) UUD.
Amandemen UUD dilakukan untuk memberikan pemahaman yang lebih mudah dan
komprehensif kepada penyelenggara negara dan masyarakat, sehingga tidak
menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Di samping itu, amandemen UUD 1945
akan memungkinkan untuk memasukkan materi-materi yang belum dijumpai dalam UUD.
Materi-materi tersebut sudah menjadi tuntutan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Sedangkan pasal 37 UUD 1945 memberikan arah dan prosedur untuk
mengubah UUD 1945.
Dasar
pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain :
- UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar
pada Presiden yang meliputi kekuasaan eksekutif dan legislatif, khususnya
dalam membentuk undangundang.
- UUD 1945 mengandung pasal-pasal
yang terlalu luwes (fl eksibel) sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu
tafsir (multitafsir).
- Kedudukan penjelasan UUD 1945
sering kali diperlakukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti pasal-pasal
(batang tubuh) UUD 1945.
Perubahan
UUD 1945 memiliki beberapa tujuan, antara lain :
- menyempurnakan aturan dasar
mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan nasional dan memperkukuh
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- menyempurnakan aturan dasar
mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas
partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi;
- menyempurnakan aturan dasar
mengenai jaminan dan perlindungan HAM agar sesuai dengan perkembangan
paham HAM dan peradaban umat manusia yang merupakan syarat bagi suatu
negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945;
- menyempurnakan aturan dasar
penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern.
- melengkapi aturan dasar yang
sangat penting dalam penyelenggaraan ne-gara bagi eksistensi negara dan
perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara
dan pemilihan umum;
- menyempurnakan aturan dasar
mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan perkembangan
jaman dan kebutuhan bangsa dan negara.
Dalam melakukan perubahan terhadap UUD
1945, terdapat beberapa kesepakatan dasar yang penting kalian pahami.
Kesepakatan tersebut adalah :
- tidak mengubah Pembukaan UUD
1945
- tetap mempertahankan NKRI
- mempertegas sistem pemerintahan
presidensial
- penjelasan UUD 1945 yang memuat
hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang
tubuh).
Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan
secara bertahap karena mendahulukan pasal-pasal yang disepakati oleh semua
fraksi di MPR, kemudian dilanjutkan dengan perubahan terhadap pasal-pasal yang
lebih sulit memperoleh kesepakatan. Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan
sebanyak empat kali melalui mekanisme sidang MPR yaitu:
- Sidang Umum MPR 1999 tanggal
14-21 Oktober 1999
- Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal
7-18 Agustus 2000
- Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal
1-9 November 2001
- Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal
1-11 Agustus 2002. Perubahan UUD Negara RI 1945 dimaksudkan untuk
menyempurnakan UUD itu sendiri bukan untuk mengganti.
Perubahan
Keempat, ditetapkan 10 Agustus 2002, meliputi 19 pasal yang terdiri atas 31
butir ketentuan serta 1 butir yang dihapuskan. Dalam naskah perubahan keempat
ini ditetapkan bahwa:
- UUD 1945 sebagaimana telah
diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah UUD
1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali
dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
- Perubahan tersebut diputuskan
dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan
MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
- Bab IV tentang “Dewan
Pertimbangan Agung” dihapuskan dan pengubahan substansi pasal 16 serta
penempatannya kedalam Bab III tentang “Kekuasaan Pemerintahan Negara”.
Bacalah
hasil perubahan UUD 1945 yang berupa pengubahan atau penambahan pasal-pasal
ini! Yakni :
- pasal 2
ayat 1,
- pasal 6A
ayat 4,
- pasal 8
ayat 3,
- pasal 11
ayat 1,
- pasal 16,
– pasal 23B,
- pasal 23D,
- pasal 24
ayat 3:
- bab XIII,
- pasal 31
ayat1-5,
- pasal 32
ayat 1-2 : Bab XIV,
- pasal 33
ayat 4-5,
- pasal 34
ayat1-4,
- pasal 37
ayat 1-5,
- aturan
Peralihan Pasal I,II dan III.
- aturan
Tambahan Pasal I dan II UUD 1945.
Dilihat dari
jumlah bab, pasal, dan ayat, hasil perubahan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
Pelaksanaan
perubahan UUD yang dilakukan MPR dari tahun 1999 hingga 2001 melalui empat kali
sidang majelis. Perubahan pertama UUD 1945 merupakan hasil Sidang Umum MPR
tahun 1999. Perubahan kedua UUD 1945 merupakan basil Sidang Tahunan MPR tahun
2000, perubahan ketiga UUD 1945 merupakan basil Sidang Tahunan 2001, dan
perubahan keempat UUD 1945 merupakan basil Sidang Tahunan MPR tahun 2002.
Perubahan
yang dilakukan oleh MPR dapat dibagi menjadi empat jenis perubahan, yaitu:
- mengubah rumusan yang sudah
ada, contoh pasal 2 ayat 1 sebelum diubah berbunyi “Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota DPR ditambah Utusan Daerah dan
golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan undang-undang.” Setelah
diamandemen menjadi “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota
DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilu yang diatur lebih lanjut
dengan undang-undang”.
- membuat rumusan yang baru sama
sekali, contoh pasal 6a ayat 1 berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden
dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”.
- menghapus atau menghilangkan
yang ada, misalnya ketentuan dalam Bab IV UUD 1945 tentang Dewan
Pertimbangan Agung dihilangkan.
- memindahkan rumusan pasal ke
dalam rumusan ayat atau sebaliknya, contohnya pasal 34 yang sebelum
diamandemen jumlah pasalnya hanya satu, setelah diamandemen menjadi empat
pasa.
Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang mengatur
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Dalam
sidang umum MPR 1999 telah disepakati untuk mengamandemen UUD 1945 sebatas
batang tubuhnya saja. Sementara Pembukaan UUD 1945 tetap dipertahankan untuk
tidak diubah, sebab di dalam pembukaan tersebut terdapat prinsip-prinsip
falsafah negara yang paling mendasar dan memuat kaidah pokok negara yang
fundamental.
Adapun
hasil-hasil amandemen UUD 1945 secara umum dari perubahaan pertama sampai
perubahan yang keempat adalah sebagai berikut:
- Kedaulatan rakyat yang semula
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, dikembalikan lagi kepada rakyat. (Pasal
1 ayat 2)
- Majelis Permusyawaratan Rakyat
terdiri atas DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu. Hal ini menunjukkan
bahwa rakyat mempunyai wewenang untuk menentukan pilihannya sesuai hati
nuraninya secara langsung, sehingga tidak ada penjatahan anggota
MPR.(Pasal 2)
- Tugas dan wewenang MPR semakin
diperkecil, karena tugas-tugas MPR seperti memilih Presiden dan Wakil
Presiden diserahkan secara penuh kepada pilihan rakyat , serta GBHN tidak
ditentukan oleh MPR tetapi diserahkan kepada Presiden sesuai dengan misi
dan visi pemerintahannya. (Pasal 3)
- Presiden dan Wakil Presiden
dipilih rakyat secara langsung, dengan masa jabatan paling lama dua
periode masa jabatan.
- Pemberlakuan otonomi daerah
berdasarkan alas desentralisasi.
- Peranan DPR semakin
ditingkatkan dengan memberdayakan fungsi DPR baik fungsi legislasi, fungsi
anggaran maupun fungsi pengawasan sehingga terjadi check and balance.
- Anggota DPR diplih langsung
oleh rakyat.
- DPD (Dewan Perwakilan Daerah),
berfungsi sebagai mediator antara pemerintahan daerah dengan pemerintahan
pusat.
- Adanya lembaga baru yang
memegang kekuasaan yudikatif, yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi
Yudisial.
- Adanya perhatian secara khusus
mengenai HAM, terbukti dengan dimasukkannya HAM secara rinci dalam UUD
1945.
- Adanya perhatian yang serius
dalam bidang pendidikan, dengan memberikan anggaran pendidikan sebesar
20%.
Dengan menyimak hal-hal tersebut di
atas, perubahan terhadap UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR mempunyai tujuan yang
mulia dalam rangka untuk meningkatkan kualitas sistem politik, meningkatkan
kehidupan demokrasi, memberikan kedaulatan yang semakin besar kepada rakyat
dengan memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat sesuai dengan
hak-haknya. Dengan demikian kita tidak perlu khawatir, karena perubahan
terhadap UUD merupakan sesuatu hal yang biasa terjadi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. UUD bukanlah suatu ketentuan yang selamanya sesuai dengan
perkembangan jaman, tetapi kadang-kadang membutuhkan penyesuaian-penyesuaian
seiring dengan perkembangan global. Adanya amandemen mengakibatkan pergeseran
dan perubahan mendasar, sehingga mengubah corak dan format kelembagaan negara.
Rujukan
:
Wikipedia bahasa Indonesia
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hal 134
0 Response to "Hukum konstitusi"
Post a Comment