Bahasa Indonesia
A. Pengertian
Bahasa
Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa
persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai
berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Sejarah
Masa lalu sebagai bahasa Melayu
Aksara
pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau
Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di
Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau
sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu
yang bertempat di Batang Hari, Jambi, dimana diketahui bahasa Melayu yang
digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari
bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam.
Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan
Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada abad ke-7 di hulu sungai Batanghari,
Jambi di pulau Sumatera, jadi secara geografis semula hanya mengacu kepada
wilayah kerajaan tersebut yang merupakan sebagian dari wilayah pulau Sumatera.
Dalam perkembangannya pemakaian istilah Melayu mencakup wilayah geografis yang
lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut, mencakup negeri-negeri di
pulau Sumatera sehingga pulau tersebut disebut juga Bumi Melayu seperti
disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.
Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman
karena serangan Sriwijaya dan masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu,
belakangan masyarakat pendukungnya yang mundur ke pedalaman berasimilasi ke
dalam masyarakat Minangkabau menjadi klan Malayu (suku Melayu Minangkabau) yang
merupakan salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh luas hingga
ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas, tampak dalam
prasasti Keping Tembaga Laguna.
Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu
tersebut berlogat "o" seperti Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci,
Palembang dan Bengkulu. Semenanjung Malaka dalam Nagarakretagama disebut Hujung
Medini artinya Semenanjung Medini.
Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke
Semenanjung Malaysia (= Hujung Medini) dan lebih banyak lagi pada masa
perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat mandalanya adalah Kesultanan
Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka (= Semenanjung
Malaysia) yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu. Tetapi
nyatalah bahwa istilah Melayu itui berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang
berkembang di sekitar daerah Semenanjung Malaka berlogat "e".
Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512
sehingga penduduknya diaspora sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara.
Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan, jadi diduga
pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau
Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku Melayu kuno di
Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang
semuanya berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku.
Penduduk asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai
bahasa Melayu tersebut adalah nenek moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam
perkembangannya istilah Melayu kemudian mengalami perluasan makna, sehingga
muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepulauan Nusantara.
Secara sudut pandang historis juga dipakai sebagai
nama bangsa yang menjadi nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara, yang
dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu terdiri Proto Melayu (Melayu Tua/Melayu
Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu Muda). Setelah mengalami kurun masa yang
panjang sampai dengan kedatangan dan perkembangannya agama Islam, suku Melayu
sebagai etnik mengalami penyempitan makna menjadi sebuah etnoreligius (Muslim)
yang sebenarnya didalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari beberapa unsur
etnis.
M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan
Sejarahwan menjelaskan sebagai berikut: "Melayu secara puak (etnis, suku),
bukan dilihat dari faktor genekologi seperti kebanyakan puak-puak lain. Di
Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa,
Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya. Beberapa tempat di Sumatera Utara, ada
beberapa Komunitas keturunan Batak yang mengaku Orang Kampong - Puak Melayu
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui
memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera bagian selatan
peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata
pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa
Indo-Eropa dari cabang
Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena
ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa dan Pulau Luzon. Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra,
kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap
sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay).
Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan
keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua
pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi
juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah
mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang
mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu,
kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur,
cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses
penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda,
Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat
pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk
kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun,
meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan
di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan
kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak,
polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat
laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang
mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata
Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan
sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan Huyghen
van Linschoten pada abad
ke-17 dan Alfred Russel
Wallace pada abad
ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang
paling penting di "dunia timur". Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini
melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan
bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi
di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang.
Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa
Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai
bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak
akhir abad ke-19). Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu
Pasar oleh para
peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad
ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis
kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat
dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi
dengan bahasa-bahasa internasional pada masa itu, karena memiliki kaidah dan
dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat
paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara:
bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi
yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan
sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus
sebagai bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman
Penyempurnaan ejaan
Ejaan van Ophuijsen
Ejaan
ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun
ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal
dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun
1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
- Huruf ï untuk membedakan
antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan
tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai.
Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
- Huruf j
untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
- Huruf oe
untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
- Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk
menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’,
dsb.
Ejaan Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947
menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
- Huruf oe diganti dengan u
pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
- Bunyi
hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak,
pak, rakjat, dsb.
- Kata
ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2,
ke-barat2-an.
- Awalan di-
dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena
perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian
ejaan ini.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya
pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu
berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa
serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan:
Daftar kata serapan dalam bahasa
Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya
ialah bahwa bahasa ini banyak menyerap kata-kata dari bahasa lain.
Asal bahasa
|
Jumlah kata
|
Belanda
|
3.280 kata
|
Inggris
|
1.610 kata
|
Arab
|
1.495 kata
|
Sanskerta
|
677 kata
|
Tionghoa
|
290 kata
|
Portugis
|
131 kata
|
Tamil
|
83 kata
|
Parsi
|
63 kata
|
Hindi
|
7 kata
|
Adapun jumlah kata-kata yang diserap dari bahasa Nusantara dalam KBBI Edisi Keempat ditunjukkan di dalam daftar berikut:
Asal bahasa
|
Jumlah kata
|
Jawa
|
1109 kata
|
Minangkabau
|
929 kata
|
Sunda
|
223 kata
|
Madura
|
221 kata
|
Bali
|
153 kata
|
Aceh
|
112 kata
|
Banjar
|
100 kata
|
Penggolongan
Indonesia
termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat subkelompok dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan
cabang dari bahasa Austronesia. Menurut situs Ethnologue, bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra
Persebaran geografis
Bahasa
Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di
area perkotaan (seperti di Jakarta dengan dialek Betawi serta logat Betawi).
Penggunaan
bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip dialek dan logat
di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan sesama
orang sedaerah kadang bahasa daerahlah yang digunakan sebagai pengganti untuk bahasa
Indonesia.
Kedudukan resmi
Bahasa
Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:
- Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
- Undang-Undang
Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia”.
Dari Kedua
hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
- Bahasa kebangsaan, kedudukannya
berada di atas bahasa-bahasa daerah.
- Bahasa
negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Fonologi
Bahasa Indonesia mempunyai 26 fonem yaitu 21 huruf mati dan 5 huruf hidup. Di samping itu sistem tata bahasanya sederhana, di
mana:
Vokal
|
|||
Depan
|
Madya
|
Belakang
|
|
Tertutup
|
iː
|
uː
|
|
Tengah
|
e
|
ə
|
o
|
Hampir Terbuka
|
(ɛ)
|
(ɔ)
|
|
Terbuka
|
a
|
Bahasa Indonesia juga mempunyai
diftong /ai/, /au/, dan /oi/. Namun, di dalam suku kata tertutup seperti air
kedua vokal tidak diucapkan sebagai diftong
Konsonan
|
|||||
Bibir
|
Gigi
|
Langit2
keras |
Langit2
lunak |
Celah
suara |
|
Sengau
|
m
|
n
|
ɲ
|
ŋ
|
|
Letup
|
p b
|
t d
|
c ɟ
|
k g
|
ʔ
|
Desis
|
(f)
|
s (z)
|
(ç)
|
(x)
|
h
|
Getar/Sisi
|
l r
|
||||
Hampiran
|
w
|
j
|
- Vokal
di dalam tanda kurung adalah alofon sedangkan konsonan di dalam tanda kurung adalah
fonem pinjaman dan hanya muncul di dalam kata serapan.
- /k/,
/p/, dan /t/ tidak diaspirasikan
- /t/ dan
/d/ adalah konsonan gigi bukan konsonan rongga gigi seperti di dalam bahasa
Inggris.
- /k/
pada akhir suku kata menjadi konsonan letup celah suara
- Penekanan
ditempatkan pada suku kata kedua dari terakhir dari kata akar. Namun
apabila suku kata ini mengandung pepet maka penekanan pindah ke suku kata terakhir.
Sistem Penulisan
Huruf besar
|
Huruf kecil
|
IPA
|
Huruf besar
|
Huruf kecil
|
IPA
|
A
|
a
|
/ɑː/
|
N
|
n
|
/n/
|
B
|
b
|
/b/
|
O
|
o
|
/ɔ, o/
|
C
|
c
|
/tʃ/
|
P
|
p
|
/p/
|
D
|
d
|
/d/
|
Q
|
q
|
/q/
|
E
|
e
|
/e, ɛ, ə/
|
R
|
r
|
/r/
|
F
|
f
|
/f/
|
S
|
s
|
/s/
|
G
|
g
|
/ɡ/
|
T
|
t
|
/t/
|
H
|
h
|
/h/
|
U
|
u
|
/u/
|
I
|
i
|
/i/
|
V
|
v
|
/v, ʋ/
|
J
|
j
|
/dʒ/
|
W
|
w
|
/w/
|
K
|
k
|
/k/
|
X
|
x
|
/ks/
|
L
|
l
|
/l/
|
Y
|
y
|
/j/
|
M
|
m
|
/m/
|
Z
|
z
|
/z/
|
Tata bahasa
Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa
Indonesia tidak menggunakan kata bergender. Sebagai
contoh kata ganti seperti "dia" tidak secara spesifik menunjukkan
apakah orang yang disebut itu lelaki atau perempuan. Hal yang sama juga
ditemukan pada kata seperti "adik" dan "pacar" sebagai
contohnya. Untuk memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat harus
ditambahkan, "adik laki-laki" sebagai contohnya.
Ada juga kata yang berjenis kelamin, seperti contohnya
"putri" dan "putra". Kata-kata seperti ini biasanya diserap
dari bahasa lain. Pada kasus di atas, kedua kata itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Jawa Kuno.
Untuk
mengubah sebuah kata benda menjadi bentuk jamak digunakanlah reduplikasi (perulangan kata), tapi hanya jika jumlahnya tidak terlibat dalam
konteks. Sebagai contoh "seribu orang" dipakai, bukan "seribu
orang-orang". Perulangan kata juga mempunyai banyak kegunaan lain, tidak
terbatas pada kata benda.
Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti
orang pertama jamak, yaitu "kami" dan "kita".
"Kami" adalah kata ganti eksklusif yang berarti tidak termasuk sang
lawan bicara, sedangkan "kita" adalah kata ganti inklusif yang
berarti kelompok orang yang disebut termasuk lawan bicaranya.
Susunan kata dasar yaitu Subyek - Predikat - Obyek
(SPO), walaupun susunan kata lain juga mungkin. Kata kerja tidak di bahasa berinfleksikan kepada orang atau jumlah subjek dan
objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala (tense). Waktu
dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti,
"kemarin" atau "esok"), atau petunjuk lain seperti
"sudah" atau "belum".
Dengan tata
bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya sendiri,
yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup
membingungkan bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.
Awalan, akhiran, dan sisipan
Bahasa Indonesia mempunyai banyak awalan, akhiran, maupun sisipan, baik yang asli dari bahasa-bahasa Nusantara maupun
dipinjam dari bahasa-bahasa asing.
Awalan
|
Fungsi (pembentuk)
|
Perubahan bentuk
|
Kaitan
|
ber-
|
verba
|
be-; bel-
|
per-
|
ter-
|
verba;
adjektiva
|
te-; tel-
|
ke-
|
meng-
|
verba
(aktif)
|
me-; men-;
mem-; meny-
|
di-; pe-;
ku-; kau;
|
di-
|
verba
(pasif)
|
meng-
|
|
ke-
|
nomina;
numeralia; verba (percakapan)
|
ter-
|
|
per-
|
verba;
nomina
|
pe-; pel-
|
ber-
|
peng-
|
nomina
|
pe-; pen-;
pem-; peny-
|
meng-
|
se-
|
klitika;
adverbia
|
||
ku-, kau-
|
verba
(aktif)
|
me-
|
Dialek dan ragam bahasa
Lihat pula: Varian-varian bahasa Melayu
Pada
keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut
pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian
menurut pemakaian yang disebut sebagai ragam bahasa.
Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut:
- Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang
digunakan di daerah tertentu sehingga ia membedakan bahasa yang digunakan
di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski
mereka berasal dari eka bahasa. Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan.
- Dialek
sosial, yaitu
dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang menandai
tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek remaja.
- Dialek
temporal, yaitu
dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek Melayu
zaman Sriwijaya dan
dialek Melayu zaman Abdullah.
- Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa
seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa Indonesia, kita masing-masing
memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan
dan kekayaan kata.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia
berjumlah sangat banyak dan tidak terhad. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok
pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.
Ragam bahasa
menurut pokok pembicaraan meliputi:
- ragam undang-undang
- ragam jurnalistik
- ragam ilmiah
- ragam sastra
Ragam bahasa
menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
- ragam lisan, terdiri dari:
- ragam
percakapan
- ragam pidato
- ragam
kuliah
- ragam
panggung
- ragam
tulis, terdiri dari:
- ragam
teknis
- ragam
undang-undang
- ragam
catatan
- ragam
surat-menyurat
Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan
untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk:
- komunikasi resmi
- wacana teknis
- pembicaraan di depan khalayak ramai
- pembicaraan
dengan orang yang dihormati
Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam
bukan baku.
Sumber:
Wikipedia
0 Response to "Bahasa Indonesia"
Post a Comment