Hukum Bangunan

A.  Pengertian
Hukum bangunan adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang menyangkut pembangunan suatu bangunan atau Ilmu yang mempelajari pelaksanaan bangunan ruang lingkupnya seluruh kegiatan pembangunan yang di lakukan pemerintah khusus bangunan itu.
B. Aspek Hukum Bangunan
Pada dasarnya bangunan gedung memegang peranan yang sangat penting sebagai tempat dimana manusia melakukan kegiatannya sehari-hari. Pengaturan bangunan gedung secara khusus dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“UU Bangunan Gedung”). Pengetahuan mengenai UU Bangunan Gedung ini menjadi penting mengingat hal-hal yang diatur dalam UU Bangunan Gedung tidak hanya diperuntukan bagi pemilik bangunan gedung melainkan juga bagi pengguna gedung serta masyarakat. Diatur dalam UU Bangunan Gedung, pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.
C. Tujuan Peraturan Hukum Bangunan
Didalam pasal 3 UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung meyebutkan Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk :
a.    Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.
b.    Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
c.    Mewujudkan kepastian hokum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Dalam Undang-undang Bangunan Gedung diatur bahwa setiap bangunan gedung memiliki fungsi antara lain fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta fungsi khusus. Fungsi bangunan gedung ini yang nantinya akan dicantumkan dalam Izin mendirikan Bangunan (IMB). Dalam hal terdapat perubahan fungsi bangunan gedung dari apa yang tertera dalam IMB, perubahan tersebut wajib mendapatkan persetujuan dan penetapan kembali oleh Pemerintah Daerah.


Arti pentingnya pengaturan perjanjian-perjanjian khusus ini didalam undang-undang mempunyai 2 alasan :
1. Karena didalam praktek dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak sering tidak mengatur mengenai akibat-akibat hukum yang timbul kalau ada secara sumir pengaturannya.
Akibat yang seringterjadi dalam pelaksanaan perjanjian sering muncul masalah-masalah yang tidak terjawab oleh ketentuan kontrak.
2. Keputusan umum menghendaki bahwa dalam hal-hal tertentu kebebasan berkontrak yang diberi oleh para pihak perlu dibatasi, yaitu dengan jalan memberi ketentuan-ketantuan atau aturan-aturan yang bersifat memaksa (dwinger recht) bagi perjanjian-perjanjian khusus tertentu.
Selain itu terhadap perjanjian-perjanjian yang mengandung resiko didalam Undang-undang/KUHPer dikenal adanya bentuk-bentuk perjanjian standart. Hal demikian dimaksudkan untuk menjamin adanya pemasukan kewajiban secara baik bagi kedua belah pihak.
Beberapa kegiatan yang dilakukan sebelum perjanjian pemborongan bangunan dibuat yang dikenal dengan prosedur pelelangan. Prosedur pelelangan ini dimulai dengan pemberitahuan/pengumuman sampai pelulusan pelanggan.

D. Asas Hukum Bangunan
Didalam Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung menyatakan. Bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya.
E. Klasifikasi Pemborong
Dalam prosedur pemborong bangunan setelah adanya pemberitahuan kepada pemborong baik dari undangan/pengumuman, maka sebelum ikat penawaran/pelelangan baik umum atau terbatas maka pemborong disyaratkan prakulifikasi terlebih dahulu.
Persyaratan prakualifikasi bertujuan untuk :
Memberi penilaian terhadap pemborong mengenai kemampuan/mutu pemborong.
Prakualifikasi disyaratkan khusus bagi pemborong yang ikut serta dalam penawaran, pelelangan pemborongan bangunan.
Cara penilaian dilakukan dengan pengisian kuuisioner yang harus diisi oleh pemborong yang membuat syarat-syarat tertentu.
Berdasarkan Kepres APPN khususnya tentang pemborongan bangunan ditentukan syarat kualifikasi yang harus dipenuhi oleh pemborong.
Unsur-unsur disyaratkan untuk lulus dalam prakualifikasi adalah sebagai berikut :
  1. Adanya akta pendirian perusahaan
  2. Adanya surat izin usaha yang masih berlaku.
  3. Mempunyai NPWP
  4. Mempunyai alamat yang sah, nyata, jelas
  5. Referensi bank
  6. Mempunyai kemampuan modal usaha.
  7. Berada di keadaan mampu dan tidak dikatakan pailit
  8. Mempunyai referensi pekerjaan untuk bidangnya, maka diprakuasifikasikan.
  9. Pemberian kelonggaran bagi pemborong/rekanan golongan lemah berupa pemberian bobot yang lebih tinggi kriteria pemberian prakualifikasi.
F. Peraturan Jaminan dalam Perjanjian Pemborongan
1.  Jaminan Penawaran (Bid Bond)
Jaminan Penawaran/ jaminan tender/ jaminan pelelangan diperlukan apabila rekanan mengikuti pelelangan proyek dengan nilai proyek di atas Rp. 50 Juta. Maksud diadakan jaminan penawaran agar rekanan yang mengikuti pelelangan betul-betul rekanan yang bonafid. Di dalam praktek, biasanya jaminan sudah ditentukan besarnya dengan sejumlah uang tertentu yang besarnya berkisar antara 1% sampai dengan 3% dari perkiraan harga penawaran.
Surat Jaminan penawaran yang habis waktunya sebelum pelelangan diumumkan, harus diperpanjang lagi sebab kalau tidak rekanan dianggap gugur. Surat jaminan penawaran akan segera dikembalikan apabila rekanan kalah dalam pelelangan dengan jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah calon pemenang pelelangan ditetapkan. Surat jaminan penawaran akan menjadi milik negara apabila rekanan mengundurkan diri setelah memasukkan dokumen penawaran dalam kotak pelelangan. Demikian juga surat jaminan penawaran akan jatuh pada negara apabila rekanan yang menang mengundurkan diri, maka surat jaminan penawaran akan ditahan oleh pemberi tugas.

2.  Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond)
Jaminan Pelaksanaan tujuannya untuk menjamin pelaksanaan dari proyek. Bagi rekanan yang menang dan tidak mengundurkan diri, maka sebelum menandatangani surat perjanjian pemborongan/ kontrak di atas Rp. 50 Juta maka rekanan harus menyerahkan surat jaminan pelaksanaan sebesar 5% dari nilai perjanjian pemborongan/ kontrak.
Pada saat surat perjanjian pelaksanaan diterima, maka surat penawaran yang ditahan akan dikembalikan kepada rekanan yang bersangkutan. Surat jaminan pelaksanaan akan menjadi milik negara apabila rekanan tidak melaksanakan pekerjaan/ penyerahan barang/ proyek dalam waktu yang telah ditetapkan. Surat Perjanjian pelaksanaan dikembalikan kepada rekanan yang bersangkutan setelah pelaksanaan pekerjaan/ penyerahan barang/hasil pekerjaan telah sesuai dengan surat perjanjian pemborongan/ kontrak, sering disebut dengan istilah penyerahan pertama.

3.  Jaminan Uang Muka (Prepayment Bond)
Dalam surat perjanjian pemborongan/ kontrak dapat dimuat mengenai pembayaran uang muka sebesar 30% bagi rekanan golongan bukan ekonomi lemah. Mengenai pembayaran uang muka biasanya sebelumnya dimuat dalam dokumen lelang.
Untuk memperoleh uang muka tersebut rekanan harus menyerahkan jaminan uang muka yang nilainya sekurang-kurangnya sama dengan besarnya uang muka. Uang muka harus sepenuhnya digunakan bagi pelaksanaan proyek yang akan dikerjakan.
Pengembalian/ pelunasan uang muka diperhitungkan berangsur secara merata pada tahap-tahap pembayaran (termijn) sesuai dengan surat perjanjian pemborongan/ kontrak dengan ketentuan bahwa uang muka tersebut selambat-lambatnya harus telah lunas pada saat pekerjaan mencapai prestasi 100%. Sebagai contoh pelunasan uang muka sebagai berikut: Jika rakanan memperoleh uang muka sebesar 20%, sedangkan tahap pembayarannya dalam kontrak ditetapkan: Tahap kesatu:20%, kedua: 30%, ketiga: 25%, keempat: 20%,dan terakhir: 5%. Pelunasan uang muka pada sistim pembayaran diatas dapat diterangkan berikut ini (lihat tabel 1).
            
 Tabel 1.  Pelunasan Uang Muka melalui Tahapan Pembayaran (Termijn).
Prestasi
Tahap Pembayaran
Pembayaran
(00%)
20% (20%)
50% (30%)
75% (25%)
100% (25%)
100% (00%)
Uang muka 20% x 100%
I.   20%   20% - 20%x20% = 20% - 4%
II.  30%   30% - 30%x20% = 30% - 6%
III. 25%   25% - 25%x20% = 25% - 5%
IV. 20%   20% - 25%x20% = 20% - 5%
V.   5%      5% - 0%
= 20%
= 16%
= 24%
= 20%
=15%
=  5%
       100%
     100%
         100%

Pelunasan uang muka selain dengan secara merata pada tahap-tahap pembayaran sesuai dengan kontrak, dapat juga rekanan mempercepat pelunasan uang muka yang diterimanya, misalnya sekaligus dilunasi pada tahap pertama.  Jika uang muka tidak dilunasi pada saat pekerjaan mencapai prestasi 100% atau pada penyerahan pertama, maka surat jaminan uang muka menjadi milik negara.

4.  Jaminan Pemeliharaan (Maintenance Bond)
Pada waktu penyerahan pertama/ pekerjaan telah mencapai 100%, rekanan baru menerima pembayaran 95% dari nilai kontrak, sedangkan sisanya sebesar 5% masih ditahan pimpro dengan maksud agar rekanan dalam masa pemeliharaan wajib melaksanakan perbaikan-perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan dari pekerjaan.
Yang dimaksud dengan masa pemeliharaan adalah masa dari penyerahan pertama sampai dengan penyerahan kedua. Apabila rekanan menginginkan 100% pembayran harga borongan pada waktu penyerahan pertama, maka rekanan harus menyerahkan surat jaminan pemeliharaan yang besarnya 5% dari harga kontrak/ borongan.
Surat jaminan pemeliharaan jatuh pada negara bila rekanan tidak melaksanakan kewajibannya, sedangkan surat jaminan pemelihaan akan dikembalikan kepada rekanan apabila rekanan telah melaksanakan kewajibannya dengan baik sampai penyerahan kedua maka surat jaminan pemeliharaan dikembalikan kepada rekanan.
G. Persyaratan Bangunan Gedung
Persyaratan bangunan gedung dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung dimana diatur bahwa setiap bangunan gedung harus memenuhi kedua persyaratan tersebut.
  1. Yang masuk dalam ruang lingkup persyaratan administratif bangunan gedung ini yaitu:
    • persyaratan status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
    • status kepemilikan bangunan gedung; dan
    • izin mendirikan bangunan gedung.
  2. Sementara itu, persyaratan teknis bangunan gedung dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua) yaitu meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
Ruang lingkup persyaratan tata bangunan yaitu meliputi:
a.    Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, yaitu berhubungan dengan persyaratan peruntukan lokasi bangunan gedung yang tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum, serta ketinggian gedung;
b.    Arsitektur bangunan gedung; dan
c.    Persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yaitu persyaratan pengendalian dampak lingkungan yang hanya berlaku bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. Persyaratan terhadap dampak lingkungan ini sendiri berpedoman pada undang-undang tentang pengelolaan lingkungan hidup yang mengatur tentang kewajiban setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup untuk wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Persyaratan keandalan bangunan gedung, persyaratan ini ditetapkan berdasarkan fungsi masing-masing bangunan gedung yang secara umum meliputi persyaratan:
a.    keselamatan, yaitu berkenaan dengan persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dengan melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif serta bahaya petir melalui sistem penangkal petir;
b.    kesehatan, yaitu berkenaan dengan persyaratan sistem sirkulasi udara, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung;
c.    kenyamanan, yaitu berkenaan dengan kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan; dan
d.   kemudahan, yaitu berkenaan dengan kemudahan akses bangunan gedung, termasuk tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi penyandang cacat dan lanjut usia, serta penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.


0 Response to "Hukum Bangunan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel