Hukum Administrasi Negara Khusus
A. Instrumen
Pemerintah
Pemerintah dalam
melakukan berbagai kegiatannya menggunakan instrumen yuridis, seperti
peraturan, keputusan, peraturan kebijaksanaan, dan sebagainya. Sebagaimana
telah disebutkan bahwa dalam negara sekarang ini khususnya yang menganut type welfare state, pemberian kewenangan
yang luas bagi pemerintah merupakan konsekuensi logis, termasuk memberikan
kewenangan kepada pemerintah untuk menciptakan berbagai instrumen yuridis
sebagai sarana untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.
Pembuatan instrumen
yuridis oleh pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku atau
didasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Hukum Administrasi Negara memberikan beberapa ketentuan tentang pembuatan
instrumen yuridis, sebagai contoh mengenai pembuatan keputusan. Di dalam
pembuatan keputusan, menurut Iskatrinah, HAN menentukan syarat material dan
syarat formal, yaitu sebagai berikut :
1. Syarat-syarat material dalam pembuatan keputusan:
o Alat pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang;
o Keputusan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis seperti
penipuan, paksaan, sogokan, kesesatan, dan kekeliruan;
o Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan dasarnya dan pembuatnya
juga harus memperhatikan prosedur membuat keputusan;
o Isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan
dasarnya.
2. Syarat-syarat formal dalam pembuatan keputusan:
o Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya
keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi;
o Harus diberi dibentuk yang telah ditentukan;
o Syarat-syarat berhubung de-ngan pelaksanaan keputusan itu dipenuhi;
o Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan
dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan.
Berdasarkan
persyaratan yang ditentukan HAN, maka peyelenggaraaan pemerintahan akan
berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan sejalan dengan tuntutan
negara berdasarkan atas hukum, terutama memberikan perlindungan bagi warga
masyarakat.
B.
Perizinan
Hukum
perizinan adalah merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara. Adapun yang
dimaksud dengan perizinan adalah: melakukan perbuatan atau usaha yang sifatnya sepihak
yang berada di bidang Hukum Publik yang berdasarkan wewenang tertentu yang
berupa penetapan dari permohonan seseorang maupun Badan Hukum terhadap masalah
yang dimohonkan.
Mengapa
ada izin? karena ada norma-norma yang melarang atau ada norma umum yang
melarang. Norma umum yaitu peraturan perundang-undangan. Berdasarkan UU No. 10
tahun 2004 pasal 7 Hirarki perundang-undangan yaitu :
1. UUD 1945
2. UU / Perpu
3. PP
4. PEPPRES
5. KEPPRES
6. PERDA ® PP (peraturan pelaksanaan)
Fungsi dan tujuan perizinan
Selaku instrument pemerintah izin berfugsi selaku ujung tombak instrument hokum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makur itu dijelmakan.
Mengenai tujuan perizinan secara umum adalah sebagai berikut :
a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan sturen) aktivitas-aktivitas terentu (misalnya izin bangunan).
b. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan).
c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang,izin membongkar pada monument-monumen)
d. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk).
e. Izin memberikan pengarahan,dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan “drank en horecawet” dimana pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu).
Bentuk- bentuk Perizinan
Menurut SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, bentuk-bentuk perizinan dibagi atas 4 (empat) yaitu:
1. Dispensasi atau Bebas Syarat
yaitu apabila pembuat paraturan secara umum tidak melarang sesuatu Peraturan Perundang-Undangan menjadi tidak berlaku karena sesuau hal yang sangat istimewa. Adapun tujuan diberikannya dispensasi itu adalah agar seseorang dapat melakukan suatu perbuatan hukum yang menyimpang atau menerobos Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Pemberian dispensasi itu umumnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang yang bersangkutan.
2. Verguining atau Izin
yaitu apabila pembuat peraturan secara umum tidak melarang sesuatu perbuatan asal saja dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin.
3. Lisensi (Licentie)
1. UUD 1945
2. UU / Perpu
3. PP
4. PEPPRES
5. KEPPRES
6. PERDA ® PP (peraturan pelaksanaan)
Fungsi dan tujuan perizinan
Selaku instrument pemerintah izin berfugsi selaku ujung tombak instrument hokum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makur itu dijelmakan.
Mengenai tujuan perizinan secara umum adalah sebagai berikut :
a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan sturen) aktivitas-aktivitas terentu (misalnya izin bangunan).
b. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan).
c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang,izin membongkar pada monument-monumen)
d. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk).
e. Izin memberikan pengarahan,dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan “drank en horecawet” dimana pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu).
Bentuk- bentuk Perizinan
Menurut SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, bentuk-bentuk perizinan dibagi atas 4 (empat) yaitu:
1. Dispensasi atau Bebas Syarat
yaitu apabila pembuat paraturan secara umum tidak melarang sesuatu Peraturan Perundang-Undangan menjadi tidak berlaku karena sesuau hal yang sangat istimewa. Adapun tujuan diberikannya dispensasi itu adalah agar seseorang dapat melakukan suatu perbuatan hukum yang menyimpang atau menerobos Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Pemberian dispensasi itu umumnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang yang bersangkutan.
2. Verguining atau Izin
yaitu apabila pembuat peraturan secara umum tidak melarang sesuatu perbuatan asal saja dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin.
3. Lisensi (Licentie)
C. Azas umum
pemerintahan yang baik
Asas-asas
umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan,
kepatutan dan aturan hukum. Di Indonesian Asas-asas ini tertuang pada UU
No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Asas-asas
ini lebih dikenal dengan nama AUPB (Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik).
AUPB di ndonesia
- Asas kepastian hukum
- Asas keseimbangan: penjatuhan
hukuman yang wajar terhadap pegawai.
- Asas kesamaan
- Asas bertindak cermat
- Asas motivasi
- Asas jangan mencampuradukkan
kewenangan.
- Asas permainan yang layak:
pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat
untuk mendapatkan informasi yang benar dan adil.
- Asas keadilan atau kewajaran.
- Asas menanggapi pengharapan
yang wajar.
- Asas meniadakan suatu akibat
keputusan-keputusan yang batal: jika akibat pembatalan keputusan ada
kerugian, maka pihak yang dirugikan harus diberi ganti rugi dan
rehabilitasi.
- Asas perlindungan pandangan
hidup pribadi: setiap PNS diberi kebebasan dan hak untuk mengatur hidup
pribadinya dengan batas Pancasila
- Asas kebijaksanaan: Pemerintah
berhak untuk membuat kebijaksanaan demi kepentingan umum.
- Asas pelaksanaan kepentingan
umum
Menurut
Peraturan Perundang-undangan
Dengan
diundangkannya UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas KKN, Asas-asas umum pemerintahan yang baik di Indonesia
diidentifikasikan dalam Pasal 3 dirumuskan sebagai Asas umum Perpenyelenggaraan
negara adalah sebagai berikut;
Asas
Kepastian Hukum, adalah asas dalam rangka negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam
setiap kebijakan penyelenggara Negara.
Asas Tertib
Penyelenggaraan Negara, adalah asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara.
Asas
Kepentingan Umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum
dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.
Asas
Keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara.
Asas
Proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara
hak dan kewajiban penyelenggara Negara.
Asas
Profesionalitas, adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan
kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Asas
Akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
D. Penegakan Hukum
Administrasi
Negara
Indonesia sebagai Negara nasional, maka administrasi negaranyapun adalah
administrasi Negara nasional mempunyai kewajiban untuk mempertinggi kepribadian
nasoinal Indonesia. Sehingga kebudayaan Indonesia betul-betul mekar dan
berkembang., di mana menunjukkan keagungan bangsa. Kepribadian Indonesia adalah
kepribadian yang religius, dengan demikian kebudayaan Indonesia adalah
kebudayaan yang relegius juga. Oleh karena itu fungsi administrasi Negara harus
menuju kearah itu, seperti yang di cita-citakan bangsa Indonesia.
Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan sarjana agar hukum administrasi dapat dijalankan dengan baik, artinya dilaksanakan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, antara lain yaitu :
1. Pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau bedasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu.
2. Penerapan kewenangan sanksi pemerintah.
Pendapat P. Nicolai hampir sama dengan Teori Berge seperti dikutip Philipus M. Hadjon, yang menyatakan bahwa intrumen penegakan Hukum Administrasi Negara meliputi : pengawasan dan penerapan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan.
Di samping pendapat kedua diatas Paulus E. Lotulung, mengemukakan beberapa macam pengawasan dalam Hukum Administrasi Negara yaitu bahwa ditinjau dari segi kedudukan dari badan atau organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan atau organ yang dikontrol, dapatlah dibedakan antara jenis kontrol intern dan kontrol ektern. Kontrol intern berarti bahwa pengawasn itu dilakukan oleh badan yang secara organisatoris atau struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan sendiri. Sedangkan kontrol ektern adalah pengawasan yang dilakukan oleh oragn atau lembaga yang secara organisatoris atau struktural berda di luar pemerintahan.
Agar Hukum Administrasi Negara tidak stagnan atau mengalami kemacetan dalam pelaksanaannya, maka ada satu lagi yaitu sanksi. Sanksi disini merupakan bagian penting dalam setiap perundang-undangan. Bahkan J.B.J.M. tan Berge menyebutkan bahwa sanksi merupakan inti dari kelancaran atau penegakan Hukum Administrasi. Sanksi akan menjamin penegakan Hukum Administrasi karena sanksi salah satu intsrumen untuk memaksakan tingkah laku para warga Negara pada umumnya dan khususnya instansi pemerintah. Oleh sebab itulah sanksi sering merupakan bagian yang melekat pada nama hukum tetentu.
Sanksi-sanksi yang dimaksudkan di atas antara lain :
Sanksi Hukum Administrasi, menurut J.B.J.M. ten Berge, ”sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. Sanksi diperlukan untuk menjamin penegakan hukum administrasi” . Menurut P de Haan dkk, ”dalam HAN, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis” . JJ. Oosternbrink berpendapat ”sanksi administrasiinistratif adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah–warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga (kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri”.
Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan sarjana agar hukum administrasi dapat dijalankan dengan baik, artinya dilaksanakan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, antara lain yaitu :
1. Pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau bedasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu.
2. Penerapan kewenangan sanksi pemerintah.
Pendapat P. Nicolai hampir sama dengan Teori Berge seperti dikutip Philipus M. Hadjon, yang menyatakan bahwa intrumen penegakan Hukum Administrasi Negara meliputi : pengawasan dan penerapan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan.
Di samping pendapat kedua diatas Paulus E. Lotulung, mengemukakan beberapa macam pengawasan dalam Hukum Administrasi Negara yaitu bahwa ditinjau dari segi kedudukan dari badan atau organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan atau organ yang dikontrol, dapatlah dibedakan antara jenis kontrol intern dan kontrol ektern. Kontrol intern berarti bahwa pengawasn itu dilakukan oleh badan yang secara organisatoris atau struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan sendiri. Sedangkan kontrol ektern adalah pengawasan yang dilakukan oleh oragn atau lembaga yang secara organisatoris atau struktural berda di luar pemerintahan.
Agar Hukum Administrasi Negara tidak stagnan atau mengalami kemacetan dalam pelaksanaannya, maka ada satu lagi yaitu sanksi. Sanksi disini merupakan bagian penting dalam setiap perundang-undangan. Bahkan J.B.J.M. tan Berge menyebutkan bahwa sanksi merupakan inti dari kelancaran atau penegakan Hukum Administrasi. Sanksi akan menjamin penegakan Hukum Administrasi karena sanksi salah satu intsrumen untuk memaksakan tingkah laku para warga Negara pada umumnya dan khususnya instansi pemerintah. Oleh sebab itulah sanksi sering merupakan bagian yang melekat pada nama hukum tetentu.
Sanksi-sanksi yang dimaksudkan di atas antara lain :
Sanksi Hukum Administrasi, menurut J.B.J.M. ten Berge, ”sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. Sanksi diperlukan untuk menjamin penegakan hukum administrasi” . Menurut P de Haan dkk, ”dalam HAN, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis” . JJ. Oosternbrink berpendapat ”sanksi administrasiinistratif adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah–warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga (kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri”.
Jenis Sanksi
Administrasi dapat dilihat dari segi sasarannya yaitu sanksi reparatoir artinya
sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan
untuk memngembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran,
misalnya bestuursdwang, dwangsom), sanksi punitif artinya sanksi yang ditujukan
untuk memberikan hukuman pada seseorang, misalnya adalah berupa denda
administratif, sedangkan Sanksi Regresif adalah sanksi yang diterapkan sebagai
reaksi atas ketidak patuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada ketetapan
yang diterbitkan,
Perbedaan
Sanksi Administrasi dan sanksi Pidana adalah, jika Sanksi Administrasi
ditujukan pada perbuatan, sifat repatoir-condemnatoir, prosedurnya dilakukan
secara langsung oleh pejabat Tata Usaha Negara tanpa melalui peradilan.
Sedangkan
Sanksi Pidana ditujukan pada si pelaku, sifat condemnatoir, harus melalui
proses peradilan.
Menurut
Undang-undang .
Menurut undang undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Yang di maksud dengan aparat pemerintah atau Penyelenggaraan Administrasi Negara yang baik adalah :
Aparat pemerintah yang adil dalam melaksanakan tugasnya, yaitu aparat yang tidak melakukan diskriminatif penduduk, antara penduduk kaya dan yang tidak kaya.
Aparat pemerintah yang adil adalah juga aparat yang memberikan kepada pendusuk apa yang menjadi haknya. Aparat pemerintah yang bersih, artinya tanpa cacat hukum, tidak melakukan korupsi, kolusi maupun nepotisme. Aparat pemerintah yang berwibawa, yaitu aparat yang disegani oleh penduduk, bukan ditakuti.
Aparat pemerintah yang bermoral, artinya aparat yang : Mempunyai keyakinan diri, keyakinan tentang apa yang baik untuk dilakukan dan apa yang tidak baik untuk tidak dilakukan. Aparat yang dapat mengawasi diri dalam melaksanakan tugasnya, tanpa harus diawasi dari luar. Misalnya dari atasannya atau dari suatu badan pengawas. Mempunyai disiplin diri, artinya menaati dan mematuhi peraturan tanpa paksaan dari luar. Misalnya seorang bendahara mengelola uang Negara , sesuai dengan peraturan tanpa paksaan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
Aparat pemerintah yang baik, artinya aparat yang : Berada dalam kedudukannya sebagai aparat yang ideal dan fungsional. Aparat yang ideal adalah aparat yang bekerja dengan cita-cita tinggi, bercita-cita untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik dari pemerintah yang ada sebelumnya. Dan aparatur yang fungsional adalah aparat yang menjalankan fungsinya yang ulet, tekun dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Jika ia berkerja membumi, maka ia adalah aparat yang fungsional. Aparat yang baik merupakan Bestaandvoorwaarde artinya syarat yang harus ada untuk adanya pemerintahan yanh baik atau administrasi yang baik.
Tujuan Hukum Administrasi yang baik
Dalam masa modern sekarang ini yang di pentingkan bukan “Hukum” administrasi akan tetapi administrasinya dan tercapainya tujuan dari administrasi dan kemakmuran bagi masyarakat, bukan tercapainya syarat formil saja. Ivor Jenings menyatakan bahwa hukum administrasi adalah hukum yang mengenai administrasi. Logemann juga menyatakan bahwa administrasi sebagai suatu organisasi, kekuasaan (gezagsorganisatie) bukan hukumnya yang di utamakan.
Untuk sementara saya mengambil kesimpulan bahwa bukan hukum yang primair bagi pergaulan manusia. Hukum itu bukan menjadi tujuan tersendiri, akan tetapi hukum itu adalah alat belaka untuk mempertemukan lalu lintas antar manusia. Dalam pergaulan hidup manusia dibutuhkan kerja sama dalam berbagai hal agar kebutuhannya dapat dicapai, dan kerja sama ini membutuhkan suatu perasaan kepastian dan aturan-aturan yang dapat di pegang. Umpamanya dalam hal timbal balik perselisihan paham dan pertikaian. Hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan berdasarkan keseragaman dan kontinuitas perlakuan dalam hal-hal yang serupa, artinya dalam hal-hal yang sampai tidak diadakan perbedaan perlakuan, yang senantiasa berubah-ubah.
Menurut undang undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Yang di maksud dengan aparat pemerintah atau Penyelenggaraan Administrasi Negara yang baik adalah :
Aparat pemerintah yang adil dalam melaksanakan tugasnya, yaitu aparat yang tidak melakukan diskriminatif penduduk, antara penduduk kaya dan yang tidak kaya.
Aparat pemerintah yang adil adalah juga aparat yang memberikan kepada pendusuk apa yang menjadi haknya. Aparat pemerintah yang bersih, artinya tanpa cacat hukum, tidak melakukan korupsi, kolusi maupun nepotisme. Aparat pemerintah yang berwibawa, yaitu aparat yang disegani oleh penduduk, bukan ditakuti.
Aparat pemerintah yang bermoral, artinya aparat yang : Mempunyai keyakinan diri, keyakinan tentang apa yang baik untuk dilakukan dan apa yang tidak baik untuk tidak dilakukan. Aparat yang dapat mengawasi diri dalam melaksanakan tugasnya, tanpa harus diawasi dari luar. Misalnya dari atasannya atau dari suatu badan pengawas. Mempunyai disiplin diri, artinya menaati dan mematuhi peraturan tanpa paksaan dari luar. Misalnya seorang bendahara mengelola uang Negara , sesuai dengan peraturan tanpa paksaan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
Aparat pemerintah yang baik, artinya aparat yang : Berada dalam kedudukannya sebagai aparat yang ideal dan fungsional. Aparat yang ideal adalah aparat yang bekerja dengan cita-cita tinggi, bercita-cita untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik dari pemerintah yang ada sebelumnya. Dan aparatur yang fungsional adalah aparat yang menjalankan fungsinya yang ulet, tekun dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Jika ia berkerja membumi, maka ia adalah aparat yang fungsional. Aparat yang baik merupakan Bestaandvoorwaarde artinya syarat yang harus ada untuk adanya pemerintahan yanh baik atau administrasi yang baik.
Tujuan Hukum Administrasi yang baik
Dalam masa modern sekarang ini yang di pentingkan bukan “Hukum” administrasi akan tetapi administrasinya dan tercapainya tujuan dari administrasi dan kemakmuran bagi masyarakat, bukan tercapainya syarat formil saja. Ivor Jenings menyatakan bahwa hukum administrasi adalah hukum yang mengenai administrasi. Logemann juga menyatakan bahwa administrasi sebagai suatu organisasi, kekuasaan (gezagsorganisatie) bukan hukumnya yang di utamakan.
Untuk sementara saya mengambil kesimpulan bahwa bukan hukum yang primair bagi pergaulan manusia. Hukum itu bukan menjadi tujuan tersendiri, akan tetapi hukum itu adalah alat belaka untuk mempertemukan lalu lintas antar manusia. Dalam pergaulan hidup manusia dibutuhkan kerja sama dalam berbagai hal agar kebutuhannya dapat dicapai, dan kerja sama ini membutuhkan suatu perasaan kepastian dan aturan-aturan yang dapat di pegang. Umpamanya dalam hal timbal balik perselisihan paham dan pertikaian. Hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan berdasarkan keseragaman dan kontinuitas perlakuan dalam hal-hal yang serupa, artinya dalam hal-hal yang sampai tidak diadakan perbedaan perlakuan, yang senantiasa berubah-ubah.
E.
Sanksi-sansi dalam hukum administrasi
Macam-macam
Sanksi dalam Hukum Administrasi seperti berikut, Bestuursdwang (paksaan
pemerintahan), penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan,
pengenaan denda administratif, dan pengenaan uang paksa oleh pemerintah
(dwangsom).
Paksaan
Pemerintahan (Bestuursdwang)
Paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang
dilakukan organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan,
mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang
telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan
kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Contoh
Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa
ijin yang Berhak atau Kuasanya. Bestuursdwang merupakan Kewenangan Bebas,
artinya pemerintah diberi kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya
sendiri apakah menggunakan bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan
sanksi yang lainnya.
Paksaan
pemerintahan harus memperhatikan ketentuan Hukum yang berlaku baik Hukum
tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas pemerintahan yang layak seperti
asas kecermatan, asas keseimbangan, asas kepastian hukum dan lain-lain.. Contoh
Pelanggaran yang tidak bersifat substansial seorang mendirikan rumah tinggal di
daerah pemukiman, tanpa IMB.
Pemerintah
tidak sepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan, dengan membongkar
rumah tersebut, karena masih dapat dilakukan legalisasi, dengan cara
memerintahkan kepada pemilik rumah untuk mengurus IMB. Jika perintah mengurus
IMB tidak dilaksanakan maka pemerintah dapat menerapkan bestuursdwang, yaitu
pembongkaran.
Contoh Pelanggaran yang bersifat substansial, misalkan pada pengusaha yang membangun industri di daerah pemukiman penduduk, yang berarti mendirikan bangunan tidak sesuai dengan RTRW yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah dapat langsung menerapkan bestuursdwang.
Contoh Pelanggaran yang bersifat substansial, misalkan pada pengusaha yang membangun industri di daerah pemukiman penduduk, yang berarti mendirikan bangunan tidak sesuai dengan RTRW yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah dapat langsung menerapkan bestuursdwang.
Peringatan
yang mendahului Bestuursdwang, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan
bestuursdwang di mana wajib didahului dengan suatu peringatan tertulis, yang
dituangkan dalam bentuk Ketetapan Tata Usaha Negara.
Isi
peringatan tertulis ini biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut, Peringatan
harus definitif, Organ yang berwenang harus disebut, Peringatan harus ditujukan
kepada orang yang tepat, Ketentuan yang dilanggar jelas, Pelanggaran nyata
harus digambarkan dengan jelas, Memuat penentuan jangka waktu, Pemberian beban
jelas dan seimbang, Pemberian beban tanpa syarat, Beban mengandung pemberian
alasannya, Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya.
Penarikan
kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan
Penarikan
kembali Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan dilakukan dengan
mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/atau
menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu.
Ini
diterapkan dalam hal jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau
syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan,
juga dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang
dipegang oleh si pelanggar.
Penarikan
kembali ketetapan ini menimbulkan persoalan yuridis, karena di dalam HAN
terdapat asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa,
yaitu bahwa pada asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum. Oleh karena itu,
Ketetapan Tata Usaha Negara yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak
untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di pengadilan.
Kaidah
HAN memberikan kemungkinan untuk mencabut Ketetapan Tata Usaha Negara yang
menguntungkan sebagai akibat dari kesalahan si penerima Ketetapan Tata Usaha
Negara sehingga pencabutannya merupakan sanksi baginya.
Sebab-sebab
Pencabutan Ketetapan Tata Usaha Negara sebagai Sanksi ini terjadi melingkupi
jika, yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat
atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi,
atau pembayaran. Jika yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan
untuk mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang
sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga apabila data itu diberikan
secara benar atau lengkap, maka keputusan akan berlainan misalnya penolakan
izin.
Pengenaan
Uang Paksa (Dwangsom)
N.E. Algra,
mempunyai pendapat tentang pengenaan uang paksa ini, menurutnya, bahwa uang
paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan syarat dalam
perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna
melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan, dalam hal ini berbeda
dengan biaya ganti kerugian, kerusakan, dan pembayaran bunga.
Menurut
hukum administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang
atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan
oleh pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan
Pengenaan
Denda Administrasiinistratif
Pendapat
P de Haan DKK menyatakan bahwa, terdapat perbedaan dalam hal pengenaan denda
administratif ini, yaitu bahwa berbeda dengan pengenaan uang paksa yang
ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda
administrasi tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang
ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti.
Dalam
pengenaan sanksi ini pemerintah harus tetap memperhatikan asas-asas hukum
administrasi, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Daftar Rujukan:
H.R, Ridwan,
Hukum Administrasi Negara, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2006.
Kumorotumo, Wahyudi, Etika Adminisrtrasi Negara, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
M. Madson, Philipus, R. Sri Soemantri dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta : Gajah Mada University Press.2005.
Mustafa, Bachsan, Sistem Hukum Administrasi Negara, Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 2001.
Sunindhia, Y.W, Ninik Widiyanti, Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi, Jakarta : Rineka Cipta, 1992.
Thoha, Miftah, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Kumorotumo, Wahyudi, Etika Adminisrtrasi Negara, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
M. Madson, Philipus, R. Sri Soemantri dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta : Gajah Mada University Press.2005.
Mustafa, Bachsan, Sistem Hukum Administrasi Negara, Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 2001.
Sunindhia, Y.W, Ninik Widiyanti, Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi, Jakarta : Rineka Cipta, 1992.
Thoha, Miftah, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Handayani Ridwan, Fully, (2010), “Hukum Administrasi Negara” PDF,
Diakses pada hari Minggu, 03 Oktober 2010 pukul 15.00 WIB
Iskatrinah, (2007), “Pelaksanaan Fungsi Hukum
Administrasi Negara”:
Mas’udi, (2001), Negara kesejahteraan
dan hukum administrasi negara. Dalam SF.Marbun dkk (eds), Dimensi-Dimensi
Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press
0 Response to "Hukum Administrasi Negara Khusus"
Post a Comment