Hukum Dan Masyarakat
A. Pengertian
Hukum
merupakan peraturan-peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis,
yang pada dasarnya berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang harus ditaati
dalam kehidupan bermasyarakat sedangkan Masyarakat ialah sekelompok orang
tertentu yang mendiami suatu daerah atau wilayah tertentu dan tunduk pada
peratran hukum tertentu pula.
Faktor-faktor
yang mempngaruhi berlakunya hukum dalam masyarakat, sehingga hukum tersebut
berlaku efektif atau tidak. berikut hal-hal yang mempengaruhi berlakunya hukum
dalam masyarakat :
1. Kaidah
Hukum
didalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan antara tiga macam hal mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah, hal itu diungkapkan sebagai berikut :
didalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan antara tiga macam hal mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah, hal itu diungkapkan sebagai berikut :
- kaidah hukum berlaku secara
yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi
tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.
- kaidah hukum berlaku secara
sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif. artinya, kaidah dimaksud
dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh
warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah itu berlaku karena adanya
pengakuan dari masyarakat;
- kaidah hukum berlaku secara
filosofis, sesuai dengan cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.
2. Penegak
Hukum
Penegak hukum atau orang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas. sebab, menyangkut petugas pada strata atas, menengah dan bawah. artinya, dalam melaksanakan tugas-tugas penerapan hukum, petugas seharusnya harus memiliki suatu pedoman diantaranya peraturan tertulis tertentu yang menyangkut ruang lingkup tugas-tugasnya.
3. Sarana/ Fasilitas
Fasilitas/sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu aturan tertentu. ruang lingkup sarana dimaksud, terutama sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. misalnya, bila tidak ada kertas dan karbon yang cukup serta mesin tik yang cukup baik, bagaimana tugas dapat membuat berita acara mengenai suatu kejahatan. bagaimana polisi dapat bekerja dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. kalau peralatan yang dimaksud sudah ada, maka faktor-faktor pemeliharaannya juga sangat penting.
4. Warga Masyarakat
salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat. warga masyarakat dimaksud, adalah kesadarannya untuk mematuhi suatu peraturan perundang-undangan, derajat kepatuhan. secara sederhana dapat dikatakan, bahwa derajat kepatuhan masyrakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
Penegak hukum atau orang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas. sebab, menyangkut petugas pada strata atas, menengah dan bawah. artinya, dalam melaksanakan tugas-tugas penerapan hukum, petugas seharusnya harus memiliki suatu pedoman diantaranya peraturan tertulis tertentu yang menyangkut ruang lingkup tugas-tugasnya.
3. Sarana/ Fasilitas
Fasilitas/sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu aturan tertentu. ruang lingkup sarana dimaksud, terutama sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. misalnya, bila tidak ada kertas dan karbon yang cukup serta mesin tik yang cukup baik, bagaimana tugas dapat membuat berita acara mengenai suatu kejahatan. bagaimana polisi dapat bekerja dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. kalau peralatan yang dimaksud sudah ada, maka faktor-faktor pemeliharaannya juga sangat penting.
4. Warga Masyarakat
salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat. warga masyarakat dimaksud, adalah kesadarannya untuk mematuhi suatu peraturan perundang-undangan, derajat kepatuhan. secara sederhana dapat dikatakan, bahwa derajat kepatuhan masyrakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
B. Profesi Hukum
profesi
adalah sebutan atau jabatan dimana orang yang menyandangnya memiliki
pengetahuan khusus yang diperolehnya melalui latihan atau training atau
sejumlah pengalaman lain atau mungkin diperoleh sekaligus kedua-duanya.
Penyandang profesi dapat membimbing atau memberi nasihat dan saran atau juga
melayani orang lain dalam bidang-nya sendiri.
Terdapat pula rumusan lain mengenai profesi hukum
diantaranya menurut Aubert (1973) menurutnya profesi adalah pekerjaan pelayanan
yang menerapkan seperangkat pengetahuan sistematika (ilmu) pada masalah-masalah
yang sangat relevan bagi nilai-nilai utama dari masyarakat. Sedangkan menurut
E. Sumarsono (1999) menjelaskan bahwa profesi adalah sebuah jabatan atau
sebutan dimana orang yang menyandangnya mempunyai pengetahuan khusus yang
diperolehnya melalui training atau pengalaman lain, atau bahkan diperoleh
melalui keduanya sehingga penyandang profesi dapat membimbing atau memberi
nasihat/saran atau juga melayani orang lain dalam bidangnya sendiri dengan
lebih baik bila dibandingkan dengan warga masyarakat lain pada umumnya.
Kemudian menurut Franz Magnis-Suseno (1991) profesi
dapat dibedakan atas profesi umum dan profesi yang luhur. Profesi umum adalah
pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup
dan yang mengandalkan suatu keahlian yang khusus. Persyaratan adanya keahlian
yang khusus inilah yang membedakan antara pengertian dan pekerjaan, walaupun
memang sukar mencari garis pemisah yang tajam antara keduanya. Profesi yang
luhur adalah profesi yang pada hakikatnya merupakan suatu pelayanan pada
manusia atau masyarakat, meskipun mereka ini memperoleh nafkah, namun nafkah
bukan tujuan utama.
Konsep Etika Profesi
Ada
dua konsep etika profesi hukum yang saat ini cukup mendominasi dalam menghadapi
modernisasi atau proses pergeseran dari hukum ‘klasik’ menuju hukum ‘modern’
seperti telah dijelaskan di atas. dua konsep tersebut lahir dari ahli-ahli
teori hukum di Amerika. Meski begitu, bukan berarti dua konsep ini memiliki
pandangan yang sejalan. Justru sebaliknya. Masing-masing konsep dimaksud justru
telah memilih dua kutub berseberangan dalam menghadapi modernisasi.
Konsep
yang pertama adalah konsep yang diutarakan oleh Anthony Kronman dalam bukunya
The Lost Lawyer (1993). Kronman menggambarkan seorang profesional hukum yang
ideal sebagai seorang lawyer statesman. Profesional hukum tersebut harus
memiliki tiga elemen pokok berikut ini:
1. kecakapan
teknis yuridis,
2. sifat
yang terpuji,
3. serta
kebijaksanaan yang membumi (phronesis).
Subyek Hukum
Profesi Hukum
Hingga
saat ini beberapa subyek hukum yang diperlengkapi dengan etika profesi hukum
meliputi :
1. hakim
2. penasihat
hukum (Advokat, Pengacara)
3. notaries
4. jaksa
5. polisi
Ciri Khas
Profesi
1. suatu
bidang yang terorganisasi dari materi intelektual yang terus menerus berkembang
dan diperluas.
2. suatu
teknik intelektual
3. penerapan
praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis.
4. suatu
periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi.
5. beberapa
standar dan pernyataan tentang etika profesi yang dapat diselenggarakan.
6. kemampuan
memberi kepemimpinan pada profesi sendiri
7. asosiasi
anggota profesi yang akrab dengan komunikasi yang erat antar anggota.
8. pengakuan
sebagai profesi.
9. perhatian
yang professional dalam pekerjaan profesi dan adanya rasa bertanggungjawab.
10. hubungan
yang erat dengan profesi lain.
C. Hukum
Dan Perubahan Sosial
Hubungan
antara hukum dan perubahan sosial bersifat timbal
balik, dan hukum dapat dilihat sebagai pengaruh dan yang menyebabkan perubahan
social, dalam bagian ini, hukum akan dianggap hanya sebagai alat atau
instrument aktif untuk membimbing dan membentuk perilaku masa depan dan
bentuk-bentuk sosial-yaitu, sebagai strategi perubahan sosial. Meskipun ide-ide
Marx, Engels, dan Lenin hukum yang epiphenomenon masyarakat kelas
borjuis ditakdirkan untuk menghilang atau runtuh dengan munculnya revolusi, UNI
Soviet berhasil membuat perubahan besar dalam masyarakat dengan menggunakan
undang-undang.
Pengakuan
terhadap supremasi hukum sebagai strategi perubahan
menjadi lebih menonjol dalam masyarakat kontemporer. Hal itu berlaku secara
umum bahwa hukum semakin tidak hanya mengartikulasikan tetapi menetapkan jalan
untuk perubahan social yang besar dan perubahan sosial yang berusaha dilakukan
melalui hukum adalah sifat dasar dari dunia modern. Dror berpendapat hukum
secara tidak langsung memainkan peran penting dalam perubahan sosial dengan
membentuk berbagai institusi sosial, yang pada gilirannya berdampak langsung
pada masyarakat.
Dror
berpendapat bahwa hukum memberikan pengaruh langsung terhadap perubahan sosial,
pada umumnya dilakukan dengan mempengaruhi atau mengintervensi sesuatu yang
memungkinkan perubahan dalam berbagai institusi sosial.
Pada
semua masyarakat modern, setiap kumpulan undang-undang dan undang-undang yang
didelegasikan itu penuh dengan ilustrasi penggunaan hukum secara langsung,
sebagai alat untuk perubahan sosial yang diarahkan. Perspektif yang agak
berbeda pada hukum dalam perubahan sosial disajikan oleh L. Friedman. Ia mengacu pada perubahan melalui hukum dalam
hal dua jenis: Perencanaan dan Gangguan. Perencanaan
mengacu pada pembangunan arsitektur, dalam arti bentuk-bentuk baru dalam
tatanan sosial dan interaksi sosial. Gangguan mengacu pada pemblokiran
atau perbaikan sistem hukum yang ada dan dapat membawa pada perubahan social
yang positif atau negative, tergantung dari sudut pandang seseorang dalam
melihatnya.
William M. Evan dengan jelas mengartikulasikan bahwa,
Sebagai instrumen perubahan sosial, hukum memerlukan dua proses yang saling terkait. Yakni, pelembagaan dan internalisasi pola
perilaku. Dalam konteks ini, pelembagaan pola perilaku berarti pembentukan norma
dengan ketentuan untuk penegakan hukum, dan internalisasi pola perilaku berarti
penggabungan satu nilai atau beberapa nilai yang tersirat dalam undang-undang.
Hukum dapat mempengaruhi perilaku secara langsung hanya melalui proses
pelembagaan. Jika, institusionalisasi ini berhasil pada gilirannya dapat
memfasilitasi internalisasi sikap atau kepercayaan.
Namun,
sejauh mana dampak hukum itu dapat terasa dan sejauh mana hukum itu relevan
dengan suatu keadaan atau hanya berlaku dalam suatu keadaan tertentu. Ketentuan
berikut dapat dijadikan garis besar pada efektifitas hukum sebagai strategi
perubahan sosial. Pertama, hukum harus berasal dari sumber otoritatif
dan prestise. Kedua, hukum harus memperkenalkan pemikiran dalam
istilah yang dimengerti dan kompatibel dengan nilai-nilai yang ada. Ketiga,
para pendukung perubahan harus membuat referensi bagi masyarakat lain atau
negara-negara lain, di mana masyarakat itu ada dan hukum itu berlaku. Keempat,
supremasi hukum harus menunjukkan ke arah pembuatan perubahan dalam waktu yang
relatif singkat. Kelima, mereka (para penegak hukum) harus sangat
berkomitmen terhadap perubahan undang-undang atau hukum yang di maksud. Keenam,
pelaksanaan hukum harus mencakup sanksi-sanksi positif dan negatif. Ketujuh,
supremasi hukum harus masuk akal, tidak hanya dalam hal sanksi-sanksi yang
diberikan tetapi juga dalam perlindungan hak-hak orang-orang yang melanggar
hukum. (Evan, 1965: 288-291)
D.
Kultur Hukum
Menurut Friedman, kultur hukum adalah suasana pikiran
sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari
atau disalahgunakan. Tanpa kultur hukum, maka sistem hukum itu sendiri tidak
berdaya, seperti ikan mati yang terkapar di keranjang, dan bukan seperti ikan
hidup yang berenang di laut. Komponen kultural yaitu terdiri dari nilai-nilai
dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum, atau yang menurut Friedman
disebut sebagai kultur hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai
jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat.
jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat.
Menurut
Lawrence Friedman budaya hukum dibedakan menjadi dua macam. Pertama internal
legal culture, yakni kultur hukumnya para lawyer’s dan judged’s dan exsternal
legal culture, yakni kultur hukum masyarakat pada umumnya. Semua kekuatan
sosial akan mempengaruhi bekerjanya hukum dalam masyarakat. Sikap masyarakat,
salah satunya
tidak melaksanakan produk hukum karena masyarakat mpunyai budaya hukum sendiri. Hukum sebagai sistem nilai dalam masyarakat kadang dipatuhi. Dalam suatu komunitas hukum kadang-kadang tidak selalu dipatuhi.
Berbicara masalah hukum, pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat. Untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu, perlu dipahami terlebih dahulu bidang pekerjaan hukum. Sedikitnya ada (empat) bidang pekerjaan yang dilakukan oleh hukum yaitu:
1) Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan menunjukan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan.
2) Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh melakukan kekuasaan atau siapa berikut prosedurnya.
3) Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat.
4) Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara mengatur kembali hubungan-hubungan dalam masyarakat manakala ada. Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan menunjukan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan.
Dari 4 (empat) pekerjaan hukum tersebut di atas, menurut Satjipto Raharjo secara sosiologis dapat dilihat dari adanya 2 (dua) fungsi utama hukum yaitu :
1) Social Control (Kontrol Sosial)
Social Control merupakan fungsi hukum yang mempengaruhi warga masyarakat agar bertingkah laku sejalan dengan apa yang telah digariskan sebagai aturan hukum, termasuk nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat. Termasuk dalam lingkup kontrol social ini adalah :
a) Perbuatan norma-norma hukum, baik yang memberikan peruntukan maupun yang menentukan hubungan antara orang dengan orang.
b) Penyelesaian sengketa di dalam masyarakat.
c) Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, yaitu dalam hal terjadi perubahan-perubahan sosial.
tidak melaksanakan produk hukum karena masyarakat mpunyai budaya hukum sendiri. Hukum sebagai sistem nilai dalam masyarakat kadang dipatuhi. Dalam suatu komunitas hukum kadang-kadang tidak selalu dipatuhi.
Berbicara masalah hukum, pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat. Untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu, perlu dipahami terlebih dahulu bidang pekerjaan hukum. Sedikitnya ada (empat) bidang pekerjaan yang dilakukan oleh hukum yaitu:
1) Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan menunjukan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan.
2) Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh melakukan kekuasaan atau siapa berikut prosedurnya.
3) Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat.
4) Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara mengatur kembali hubungan-hubungan dalam masyarakat manakala ada. Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan menunjukan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan.
Dari 4 (empat) pekerjaan hukum tersebut di atas, menurut Satjipto Raharjo secara sosiologis dapat dilihat dari adanya 2 (dua) fungsi utama hukum yaitu :
1) Social Control (Kontrol Sosial)
Social Control merupakan fungsi hukum yang mempengaruhi warga masyarakat agar bertingkah laku sejalan dengan apa yang telah digariskan sebagai aturan hukum, termasuk nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat. Termasuk dalam lingkup kontrol social ini adalah :
a) Perbuatan norma-norma hukum, baik yang memberikan peruntukan maupun yang menentukan hubungan antara orang dengan orang.
b) Penyelesaian sengketa di dalam masyarakat.
c) Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, yaitu dalam hal terjadi perubahan-perubahan sosial.
2) Social
Engineering (Rekayasa Sosial) Penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai
suatu tertib atau keadaan masyarakat sebagaimana diinginkan oleh pembuat hukum.
Berbeda
dengan fungsi kontrol sosial yang lebih praktis, yaitu untuk kepentingan waktu
sekarang, maka fungsi rekayasa sosial dari hukum lebih mengarah pada pembahasan
sikap dan perilaku masyarakat di masa mendatang sesuai dengan keinginan pembuat
Undang-Undang. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya
akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru di masyarakat.
Suatu tatanan yang ada dalam masyarakat sesungguhnya terdiri dari suatu kompleks tatanan, yaitu terdiri dari sub-sub tatanan yang berupa kebiasaan, hukum dan kesusilaan, dengan demikian ketertiban yang terdapat dalam masyarakat itu senantiasa terdiri dari ketiga tatanan tersebut Keadaan yang demikian ini memberikan pengaruhnya tersendiri terhadap masalah efektivitas tatanan dalam masyarakat. Efektivitas ini bisa diiihat dari segi peraturan hukum, sehingga ukuran-ukuran untuk menilai tingkah laku dan hubungan-hubungan antara orang-orang didasarkan pada hukum atau tatanan hukum.
Secara singkat, menurut Lawrence M. Friedman cara lain untuk menggambarkan ketiga unsur sistem hukum itu adalah sebagai berikut :
1) Struktur hukum diibaratkan sebagai mesin;
2) Substansi hukum adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu;
Suatu tatanan yang ada dalam masyarakat sesungguhnya terdiri dari suatu kompleks tatanan, yaitu terdiri dari sub-sub tatanan yang berupa kebiasaan, hukum dan kesusilaan, dengan demikian ketertiban yang terdapat dalam masyarakat itu senantiasa terdiri dari ketiga tatanan tersebut Keadaan yang demikian ini memberikan pengaruhnya tersendiri terhadap masalah efektivitas tatanan dalam masyarakat. Efektivitas ini bisa diiihat dari segi peraturan hukum, sehingga ukuran-ukuran untuk menilai tingkah laku dan hubungan-hubungan antara orang-orang didasarkan pada hukum atau tatanan hukum.
Secara singkat, menurut Lawrence M. Friedman cara lain untuk menggambarkan ketiga unsur sistem hukum itu adalah sebagai berikut :
1) Struktur hukum diibaratkan sebagai mesin;
2) Substansi hukum adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu;
3) Kultur
hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan
mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan.
E. Bantuan
Hukum
Sebelum adanya Undang-Undang Bantuan Hukum, terdapat
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Di dalam Peraturan
tersebut, memberikan pengertian mengenai bantuan hukum secara cuma-cuma yaitu
jasa hukum yang diberikan advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi
pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela,
dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak
mampu.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui
bahwa dalam bantuan hukum terdapat beberapa unsur, yaitu:
- penerima bantuan hukum adalah
fakir miskin atau orang yang tidak mampu secara ekonomi;
- bantuan hukum diberikan baik di
dalam maupun di luar proses peradilan;
- bantuan hukum diberikan baik
dalam lingkup peradilan pidana, perdata, maupun tata usaha negara;
- bantuan hukum diberikan secara
cuma-cuma.
Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa PP 83/2008,
secara substantif, tidak mengatur bantuan hukum; melainkan mengatur bagaimana
advokat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Dengan demikian, subyek dari
PP 83/2008 adalah advokat, bukan bantuan hukum. Oleh karena itu, sebelum
diundangkannya UU ini belum terdapat definisi bantuan hukum secara terpat.
Maka, setelah disahkannya UU Bantuan Hukum tanggal 4 oktober 2011
terdapat pengertian menurut Undang-Undang Bantuan Hukum secara jelas menurut
hukum. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan
Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Berdasarkan Undang-Undang
ini, Bantuan hukum merupakan pekerjaan jasa yang bersifat professional yang
berarti bahwa untuk melakukan pekerjaan tersebut diperlukan suatu pendidikan
khusus dan keahlian khusus. Selain itu, Bantuan hukum merupakan suatu hak yang
dapat dituntut oleh setiap subjek hukum ketika ia memerlukannya.
Di
dalam pasal 5 Undang-Undang Bantuan Hukum ditegaskan bahwa penerima bantuan
hukum meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat
memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri. Hak-hak dasar tersebut adalah
hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan,
pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan. Sedangkan di dalam Pasal 6
ditegaskan bahwa syarat pemberi bantuan hukum meliputi :
- berbadan hukum;
- terakreditasi berdasarkan
Undang-Undang ini;
- memiliki kantor atau
sekretariat yang tetap;
- memiliki pengurus; dan
- memiliki program bantuan hukum.
Selain itu
di dalam Pasal 9 Undang-Undang inipula dijelaskan hak Pemberi bantuan Hukum
yaitu:
- melakukan rekrutmen terhadap
advokat, paralegal, dosen dan mahasiswa fakultas hukum;
- melakukan pelayanan bantuan
hukum;
- menyelenggarakan penyuluhan
hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan
penyelenggaraan bantuan hukum;
- menerima anggaran dari negara
untuk melaksanakan bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang ini;
- mengeluarkan pendapat atau
pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam
sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- mendapatkan informasi dan data
lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan pembelaan
perkara; dan
- mendapatkan jaminan
perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan
pemberian Bantuan Hukum.
Dalam
melakukan tugasnya, menurut Pasal 10 UU Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum
berkewajiban untuk :
- melaporkan kepada Menteri
tentang program bantuan hukum;
- melaporkan setiap penggunaan
anggaran negara yang digunakan untuk pemberian bantuan hukum berdasarkan
Undang-Undang ini;
- menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan bantuan hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas
hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a;
- menjaga kerahasiaan data,
informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum
berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain
oleh Undang-Undang; dan
- memberikan Bantuan Hukum kepada
Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan
dalam Undang- Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan
yang sah secara hukum. dari dan tanggung jawab dari pmberi bantuan
hukum
Asas dan
tujuan bantuan hukum
Berdasarkan
pasal 2 UU Bantuan Hukum dilaksanakan berdasarkan asas :
- keadilan;
- persamaan kedudukan di dalam
hukum;
- keterbukaan;
- efisiensi;
- efektivitas; dan
- akuntabilitas
Penyelenggaraan Bantuan Hukum
bertujuan untuk ( Pasal 3 UU Bantuan Hukum)
- Menjamin dan memenuhi hak bagi
Penerima Bantuan Hukum (fakir miskin) untuk mendapatkan akses
keadilan;
- Mewujudkan hak konstitusional
segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam
hukum;
- Menjamin kepastian
penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh
wilayah Negara Republik Indonesia; dan
- Mewujudkan peradilan yang
efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan
Selain
itu, di dalam lawasia Conference III (1973), terdapat 3 fungsi bantuan hukum
yaitu sebgai sarana dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin untuk
mendapatkan kemungkinan melakukan penuntutan terhadap apa yang menjadi haknya,
memberi informasi agar timbul kesadaran masyarakat, serta sebagai sarana untuk
mengadakan pembaharuan.
Arah
Kebijakan Bantuan Hukum
Akses
keadilan sebagai salah satu hak dasar yang bersifat universal, yang ditujukan
bagi masyarakat kurang mampu dan termarjinalisasi, agar mereka dapat
menggunakan sistem hukum untuk meningkatkan hidupnya. Karena itu pengalaman di
berbagai negara dalam memberikan bantuan hukum bagi warga negara yang tergolong
miskin atau tidak mampu adalah relevan dalam mewujudkan negara hukum yang
demokratis. Hal ini tentu berlaku bagi Negara Republik Indonesia yang juga merupakan
negara hukum yang demokratis (konstitusionalisme).
Fakta empiris menunjukkan bahwa dalam masyarakat telah
terdapat berbagai lembaga bantuan hukum baik berupa lembaga swadaya masyarakat
maupun yang dikelola oleh fakultas hukum di perguruan tinggi yang telah
memberikan bukti konkret dan kontribusi luar biasa terhadap warga negara
Indonesia yang miskin atau tidak mampu untuk mendapatkan akses keadilan.
Selain itu, terdapat juga ribuan advokat yang menurut
UU 18 / 2003, diwajibkan untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi
orang yang tidak mampu. Akan tetapi, mengingat besarnya jumlah penduduk
Indonesia yang mencapai 220 juta jiwa serta jumlah penduduk miskin yang
mencapai 32 juta jiwa serta wilayah Indonesia yang sedemikian luas, akses keadilan
bagi mereka yang tergolong miskin atau tidak mampu masih jauh dari tingkat yang
ideal.
Secara kuantitatif, rasio antara advokat dan jumlah
penduduk Indonesia saat ini masih sangat timpang. Menurut catatan resmi di
Mahkamah Agung Republik Indonesia, jumlah advokat sampai dengan tahun 2005
berjumlah kurang dari 30.000 orang, bandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia
yang mencapai 220 juta jiwa.
Tujuan penyusunan kebijakan Bantuan Hukum adalah untuk
menjamin dan memenuhi hak bagi fakir miskin untuk mendapatkan akses keadilan,
baik di dalam maupun di luar proses peradilan; mewujudkan hak konstitusional
warga negara sesuai dengan prinsip persamaan di hadapan hukum: menjamin
kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan secara merata di seluruh
wilayah Negara Republik Indonesia; dan mewujudkan peradilan yang efektif,
efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.
0 Response to "Hukum Dan Masyarakat"
Post a Comment