Perbedaan Khutbah Jum’at dan Hari Raya
Sebenarnya dari segi rukun,
tidak ada perbedaan antara khutbah hari raya
dengan khutbah jumat. Namun dari segi syarat, harus diakui bahwa khutbah dua
hari raya memang agak berbeda ketentuannya dengan khutbah Jumat. Kalau dilihat
dari syaratnya, khutbah dua hari raya memang lebih ringan dan lebih mudah
dibandingkan khutbah Jumat.
Para ulama telah menuliskan beberapa perbedaan kedua jenis khutbah
itu di dalam banyak kitab fiqih. Antara lain yang kita kutip dari kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu jilid 2 halaman 1403 karya Dr. Wahbah
Az-Zuhaili.
Sholat jum’at Ulama bersepakat bahwa
shalat jum’at harus didahului oleh khutbah, shalat jum’at tidak shah tanpanya.
Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt : “Maka bersegeralah kamu
mengingat Allah.” (Al
Jumu’ah:9).
Makna
‘mengingat’ pada ayat diatas adalah khutbah, karena Nabi Saw tidak pernah
mengerjakan shalat jum’at kecuali berkhutbah sebelumnya.
Sedangkan
khutbah dua hari raya dilakukan setelah shalat. Dalilnya adalah sebagai
berikut: Dari Ibnu Umar ra berkata, "Sesungguhnya nabi SAW, Abu Bakar,
Umar dan Utsman (ridhwanullahi ‘alaihim) melakukan shalat ‘Ied sebelum
berkhutbah. (HR Bukhari dan Muslim). Bahkan jumhur
ulama selain Al-Hanafiyah mengatakan bila khutbah dilakukan terlebih dahulu
dari shalatnya, maka hukumnya tidak sah. Dalam kasus itu, disunnahkan untuk
mengulangi khutbah setelah shalat.
Sunnah di dalam khutbah dua hari raya adalah memulai dengan takbir,
sedangkan pada shalat jumat, khutbah dibuka dengan ucapan hamdalah. Menurut
jumhur ulama, pada khutbah yang pertama, disunnahkan untuk mengucapkan takbir 9
kali berturut-turut dan pada khutbah yang kedua sebanyak 7 kali berturut-turut.
Dalilnya adalah hadits berikut ini:
Dari Said bin Mansur bin
Ubaidillah bin ‘Atabah berkata, "Imam bertakbir 9 kali pada dua hari raya
sebelum berkhutbah dan 7 kali pada khutbah yang kedua.
Sedangkan shalat Jumat tidak
didahului dengan takbir melainkan dengan mengucapkan hamdalah. Dan mengucapkan hamdalah termasuk rukun yang bila
ditinggalkan menjadi tidak sah menurut Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah. Namun hamdalah hukumnya
sunnah menurut Al-Hanafiyah serta mandub menurut Al-Malikiyah.
Di dalam khutbah dua hari raya, khatib tidak disunnahkan untuk duduk
begitu naik ke atas mimbar. Khatib langsung mulai khutbahnya tanpa ada sunnah
untuk duduk sebentar seperti pada khutbah jumat. Sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam
khutbah jumat, begitu khatib naik mimbar dan mengucapkan salam kepada jamaah,
disunnahkan untuk duduk sebentar dan muadzdzir mengumandangkan adzan.
Sedangkan khutbah dua hari raya, begitu naik mimbar, maka langsung saja
membacakan khutban, tidak ada sunnah untuk duduk sebentar seperti dalam khutbah
Jumat. Dalam menyampaikan khutbah dua hari raya, tidak ada syarat bagi khatib
untuk suci dari hadats seperti dalam khutbah Jumat, sehingga dibolehkan
menyampaikan khutbah meski tidak dalam keadaan suci.
Sehingga misalnya khatib sedang khutbah dua hari raya, lalu karena satu
dan lain hal, tiba-tiba wudhu’-nya batal, maka dia boleh meneruskan khutbahnya.
Berbeda dengan khutbah Jumat, bila khatib batal wudhu’-nya karena satu dan lain
hal, maka dia harus berwudhu’ lagi. Karena syarat sah khutbah Jumat adalah suci
dari hadats kecil (dan besar tentunya).
Berwudhu’ atau suci dari hadats khutbah dua hari raya hukumnya sunnah,
bukan wajib atau syarat sah.
Khutbah dua hari raya tidak disyaratkan terdiri dari dua khutbah.
Sedangkan khutbah jumat diharuskan terdiri dari dua khutbah. Namun jumhur ulama
tetap mengatakan bahwa meski tidak disyaratkan, namun hukumnya tetap sunnah
untuk menjadikan khutbah dua hari raya terdiri dari 2 khutbah. Juga tidak
disyaratkan untuk duduk sejenak di antara dua khutbah. Hukumnya bukan rukun
atau kewajiban, namun hukumnya adalah sunnah untuk duduk di antara dua khutbah
seperti layaknya khutbah Jumat. Sedangkan di dalam khutbah Jumat, duduk di
antara dua khutbah diharuskan.
0 Response to "Perbedaan Khutbah Jum’at dan Hari Raya"
Post a Comment