Hukum Internasional
A.
Pengertian
Secara umum dari hukum Internasional adalah,
bahwa istilah “hukum” masih diterjemahkan sebagai aturan, norma atau kaidah.
Sedangkan istilah internasional menunjukankan bahwa hubungan hukum yang diatur
tersebut adalah subyek hukum yang melewati batas wilayah suatu negara, yaitu
hubungan antara negara dengan negara, negara dengan subyek hukum bukan negara
satu dengan lainnya, serta hubungan antara subyek hukum bukan negara satu
dengan subyek hukum bukan negara lainnya.
Menyikapi konfrotasi pendapat yang berbeda antara para pakar Hukum Internasional mengenai sifat “hukum” dalam hukum Internasional : John Austin yang mengatakan bahwa hukum Internasional adalah “bukan hukum”, hanya “properly so called”, “moral saja” dengan alasan yang mendasari bahwa hukum Internasional tidak memiliki sifat “hukum”, yakni dalam hal:
Menyikapi konfrotasi pendapat yang berbeda antara para pakar Hukum Internasional mengenai sifat “hukum” dalam hukum Internasional : John Austin yang mengatakan bahwa hukum Internasional adalah “bukan hukum”, hanya “properly so called”, “moral saja” dengan alasan yang mendasari bahwa hukum Internasional tidak memiliki sifat “hukum”, yakni dalam hal:
1.
Hukum Internasional tidak memiliki lembaga legeslatif
sebagai lembaga yang bertuga membuat hukum;
2.
Hukum Internasional tidak memiliki lembaga eksekutif
sebagai lembaga yang melaksanakan hukum,
3.
Hukum Internasional juga tidak memilki lembaga
yudikatif sebagai lembaga yang megakakan hukum,
4.
Hukum
Internasional juga tidak memiki polisional sebagai lembaga yang mengawasi
jalanya atau pelaksanaan hukum,
Sejarah dan Perkembangannya
Hukum
Internaasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara
negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Internasional yang didasarkan
atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional
yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian
Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa. Zaman dahulu kala
sudah terdapat ketentuan yang mengatur, hubungan antara raja-raja atau
bangsa-bangsa:
Dalam
lingkungan kebudayaan India Kuno telah
terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku
bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat
kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang
terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya penulis buku Artha Sastra
Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang hukum.
Hukum
Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang
terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti
masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga
merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional
yang sederajat.
Hukum Dunia
berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata
Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi)
dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki
berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini
merupakan suatu tertib hukum subordinasi. Dalam hukum kuno mereka antara lain
Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan
terhadap orang asing dan cara melakukan perang.Dalam hukum perang masih
dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang
dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan
ketentuan perang.
Lingkungan
kebudayaan Yunani. Hidup
dalam negara-negara kita. Menurut hukum negara kota penduduk digolongkan dalam
2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab
(barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan
(arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.
Sumbangan
yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu
hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari rasion
atau akal manusia.
Hukum
Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan
tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat
dunia merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai seluruh
wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi
kerajaan-kerajaan yang terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat
bagi hukum bangsa-bangsa yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum
Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian
diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan
bona fides. Juga asas “pacta sunt servanda” merupakan warisan kebudayaan Romawi
yang berharga.
Abad
pertengahan
Selama abad
pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja
berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat
Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang
terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai
pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani.
Di samping
masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang
termasuk lingkungan kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam. Kekaisaran
Byzantium sedang menurun mempraktikan diplomasi untuk mempertahankan
supremasinya. Oleh karenanya praktik Diplomasi sebagai sumbangan yang
terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di
bidang Hukum Perang.
Perjanjian
Westphalia
Perjanjian
Damai Westphalia terdiri dari dua perjanjian yang ditandatangani di dua kota di
wilayah Westphalia, yaitu di Osnabrück (15 Mei
1648) dan di Münster (24 Oktober
1648). Kedua perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang
berlangsung di Kekaisaran Romawi Suci dan Perang 80 Tahun (1568-1648)
antara Spanyol dan Belanda.
Perdamaian Westphalia dianggap
sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan
dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan
atas negara-negara nasional. Sebabnya adalah :
- Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa .
- Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.
- Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.
- Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.
Perjanjian
Westphalia meletakkan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru,
baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak
lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan
pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh
gereja.
Dasar-dasar
yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech
yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima
asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional.
Ciri-ciri
masyarakat Internasional
- Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat.
- Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat.
- Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja.
- Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil alih pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum Romawi.
- Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini.
- Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum Internasional.
- Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan.
Tokoh Hukum
Internasional
- Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum Internasional atas berlakunya hukum alam. Hukum alam telah dilepaskan dari pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas praktik negara dan perjanjian negara sebagai sumber Hukum Internasional disamping hukum alam yang diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional.
- Fransisco Vittoria (biarawan Dominikan – berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku Relectio de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa negara dalam tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum bangsa-bangsa ia namakan ius intergentes.
- Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De legibius ae Deo legislatore (on laws and God as legislator) mengemukakan adanya suatu hukum atau kaedah obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka.
- Balthazer Ayala (1548-1584) dan Alberico Gentilis mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan atau tidak ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi.
- Tokoh-Tokoh lain mengenai Pengertian Hubungan Internasional
B.
Sumber Hukum Internasional
Sumber hukum
internasional dapat diartikan sebagai:
1. dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;
2. metode penciptaan hukum internasional;
3. tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum
internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit. (Burhan
Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional,
sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili
perkara, adalah:
1. Perjanjian internasional (international conventions),
baik yang bersifat umum, maupun khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of
law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan
pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum
internasional tambahan. (Phartiana, 2003; 197)
C.
Hubungan antar Hukum Internasional dengan Hukum Nasional
Ada dua teori yang dapat menjelaskan
bagaimana hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional, yaitu: teori
Dualisme dan teori Monisme. Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan
hukum nasional, merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda.
Hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang
terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi.
Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan
ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka
yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional
dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme,
hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum
nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional
kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional
tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)
D. Subejk Hukum Internasional
Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik,
pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional.
Pada awal mula, dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya
negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional
Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang
diakui oleh masyarakat internasional, adalah:
1.
Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan
Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam
hukum internasional adalah:
a. penduduk yang tetap;
b. wilayah tertentu;
c. pemerintahan;
d. kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
2. Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore
A Couloumbis dan James H. Wolfe :
a. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan
secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah
Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan
global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World
Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor
Organization, dan lain-lain;
c. Organisasi
internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global,
antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe
Union.
3. Palang Merah Internasional
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan
salah satu jenis organisasi internasional. Namun karena faktor sejarah,
keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional
menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal
mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup
nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang
dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan
kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati
dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di
masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian
dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the
Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. (Phartiana, 2003; 123)
4. Tahta Suci
Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum
internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara
pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di
Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai
pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional
yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan
kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan,
sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin
tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di
seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik
dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan
demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di
berbagai negara. (Phartiana, 2003, 125)
5.
Kaum Pemberontak / Beligerensi (belligerent)
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat
dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian
sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila
pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara
dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain,
maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau
menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap
ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara
tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari
sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status
sebagai pribadi atau subyek hukum internasional
6.
Individu
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum
internasional yang memberikan hak dan membebani kewajiban serta tanggungjawab
secara langsung kepada individu semakin bertambah pesat, terutama setelah
Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan
lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan
hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum
internasional yang mandiri.
7. Perusahaan
Multinasional
Perusahaan multinasional memang merupakan fenomena
baru dalam hukum dan hubungan internasional. Eksistensinya dewasa ini, memang
merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa tempat,
negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan
perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan
kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi,
struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.
E. Kedaulatan
negara
Istilah kedaulatan merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris Sovereignty yang dalam bahasa Italia disebut Sovranus. Istilah-istilah
itu diturunkan dari kata latin superanus yang berarti tertinggi. Kedaulatan
berarti kekuasaan tertinggi atau kekuasaan yang tidak terletak dibawah
kekuasaan lain.
Di mana letak kekuasaan tertinggi pada suatu Negara
bermacam-macam pada berbagai Negara, terkadang hanya sebagai slogan, tetapi
terkadang memang diikuti secara konsekuen. Ada Negara yang menganggap bahwa
kedaulatan ditangan rakyat, artinya suara rakyat banyak benar-benar didengar
keluhannya dan penderitaannya.
Menurut mereka inilah contoh Negara demokrasi, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Tetapi hal ini tampaknya hanya sekedar menutupi perilaku
pemerintah yang berkuasa. Negara-negara komunis sering mengatakan sebagai
Negara demokrasi, tetapi memaksakan kehendaknya demi partai tunggal dan
sosialisme. Negara liberal sering mengucapkan demokrasi, tetapi mereka
menyebarluaskannya melalui pemaksaan. Padahal mereka sendiri dulunya adalah
Negara penjajah. Oleh karena itu, bila ada yang mengatakan bahwa kedaulatan di
tangan rakyat maka yang membuktikannya adalah sejauh mana pertanggungjawaban
pemerintah kepada rakyatnya, baik langsung maupun melalui perwakilan pada badan
legislatif.
Adapula Negara yang mengatakan bahwa kedaulatan berada
ditangan hukum, artinya supremasi hukum dinomorsatukan, peraturan dijunjung
tinggi. Tetapi bukankah tidak sedikit Negara yang mengaku Negara hukum? Tetapi
hukum yang dibuat oleh manusia. Oleh karena itu, kalau ada Negara yang
kedaulatannya berdasarkan hukum, alat pengujinya adalah sejauhmana hukum itu
dibuat oleh wakil rakyat untuk mengatur dan mengurus hubungan rakyat dengan
pemerintahnya secara baik dan benar. Kalau perlu dengan mencari kaitannya
dengan moral agama.
Adapula Negara yang mengatakan bahwa kedaulatannya
berada ditangan Tuhan. Jadi, Tuhan Yang Maha Kuasa yang menentukan jalannya
roda pemerintahan. Apabila diatur oleh Sang Pencipta, maka yang melanggarnya akan
berdosa. Hanya saja kemudian yang perlu diperhatikan adalah siapa orang yang
menjadi pelaksana jalannya roda pemerintahan itu sendiri. Dan sebagai alat uji
untuk mengukur sejauh mana pengakuan kedaulatan ini adalah kontribusi untuk
perubahan bagi negaranya melalui penafsiran agama, praktek, dengan agama yang
bersangkutan adalah agama yang diakui,baik dan benar.
Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa kedaulatan
Negara berada di tangan raja/penguasa. Dan kedaulatan ini lah bentuk yang
paling mengkultuskan manusia di muka bumi. Lain halnya dengan prinsip Negara
yang mengatakan bahwa kedaulatan berada pada Negara itu sendiri.
Kedaulatan mempunyai 4 sifat dasar yaitu :
1.
Asli, yang berarti bahwa kedaulatan itu tidak berasal
dari kekuasaan lain yang lebih tinggi.
2.
Permanen, yang berarti bahwa kedaulatan itu tetap ada
selama negara masih berdiri. Kedaulatan itu akan tetap melekat pada negara
meskipun pemerintah atau yang menjalankan pemerintahan sudah berganti.
3.
Tidak terbagi-bagi , yang berarti bahwa kedaulatan itu
merupakan satu-satunya kekuasaan yang tertinggi dalam negara dan tidak ada
kekuasaan lain yang lebih tinggi selain kedaulatan negara.
4.
Tidak terbatas, artinya kedaulatan itu tidak dibatasi
oleh siapapun karena membatasi kedaulatan berarti adanya kedaulatan yang lebih
tinggi dan kekuasaan yang tertinggi merupakan ciri kedaualatan itu akan hilang.
Dengan demikian, apabila kita telaah
perbedaan dan prinsip yang ada pada masing-masing kedaulatan Negara, maka hal
tersebut pada dasarnya dilatarbelakangi dari anggapan timbulnya suatu Negara
berdasarkan teori berikut:
1. Teori
ketuhanan: yaitu anggapan yang menyatakan bahwa timbulnya suatu Negara memang sudah
kehendak yang Maha kuasa.
2. Teori
historis: teori yang menganggap bahwa Negara itu memiliki lembaga social yang
tidak dibuat dengan sengaja, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan
kebutuhan situasi dan kondisi ruang dan waktu manusia. Sehingga secara historis
berkembanglah Negara itu seperti yang kita lihat selanjutnya.
3. Teori
penaklukan: teori yang menggangap bahwa timbulnya suatu Negara karena adanya
penaklukan.
4. Teori
kekuatan: teori yang menganggap bahwa timbulnya suatu Negara karena adanya
kekuatan. Yang kuat kemudian menentukan dan membuat hukum.
5. Teori
alamiah: teori yang menganggap bahwa Negara itu adalah ciptaan alam yang sudah
terbentuk dan berkembang secara alamiah.
6. Teori
filosofis: teori yang menganggap bahwa Negara terbentuk berdasarkan renungan
akan arti sebuah pemerintahan Negara.
Dengan demikian, kedaulatan Negara
yang ada sifatnya berubah, berkembang, sesuai dengan tuntutan dan perilaku
manusia sebagai aktor dan unsur suatu Negara. Adanya perbedaan teori yang
mendasari timbulnya suatu merupakan cikal bakal yang akan mewujudkan kedaulatan
itu sendiri.
F.
Yuridiksi
Yurisdiksi adalah kewenangan negara untuk melaksanakan
hukum nsionalnya, baik terhadap orang, benda atau peristiwa hukum. Yurisdiksi
merupakan perwujudan dari kedaulatan. Par In Parem non Habit Imperium,
kedaulatan negara tidak dapat dilaksanakan di negara berdaulat yang lain,
kecuali atas ijin dari negara yang bersangkutan.
Macam-macam
yurisdiksi:
- Yurisdiksi berdasarkan prinsip teritorial
- Yurisdiksi berdasarkan prinsip personal/nasionalitas
- Yurisdiksi berdasarkan prinsip perlindungan
- Yurisdiksi berdasarkan prinsip universal
- Yurisdiksi pada jakur tambahan, pulau buatan, instalasi dan bangunan dan hak berdaulat
- Yurisdiksi di laut bebas
- Yurisdiksi berkenaan dengan pesawat udara
Yurisdiksi Berdasarkan Prinsip
Teritorial
Prinsip
teritorial subyektif dimulainya suatu peristiwa
Prinsip teritorial
obyektif diakhirinya suatu peristiwa, atau menimbulkan akibat merugikan.
G. Williams: Adanya
hubungan yang erat antara wilayah negara dengan kompetensi yurisdiksi, karena
faktor-faktor:
- Negara tempat tindak pidana dilakukan mempunyai kepentingan yang kuat untuk menghukum
- Pelaku biasanya ditemukan di negara tempat kejadian
- Saksi-saksi dapat ditemukan di negara tempat kejadian
- Untuk menghindari pelaku dihukum oleh dua negara yang berbeda
Contoh
kasus: The Lotus
Tabrakan
kapal di laut bebas. Antra kapal Perancis, “LOTUS”, dengan kapal Turki,
“BOZ-KOURT”. Kapal Turki tenggelam dan 8 awaknya tewas.
Diadili oleh
Turki pada waktu “LOTUS” merapat di pelabuhan Turki.
Prinsip
Teritorial berlaku pada:
Laut
Teritorial
Pada
dasarnya negara pantai berhak melaksanakan yurisdiksinya di laut teritorial
(Pasal 1 UNCLOS 82). Yurisdiksi Kriminal Ps 27 UNCLOS ’82; Yurisdiksi Perdata
Ps 28 UNCLOS ’82.
Kedaulatan
negara pantai berkurang dengan adanya hak lintas damai bagi kapal asing
Ps 17 UNCLOS ’82.
Untuk kapal
perang dan kapal pemerintah asing memiliki kekebalan terhadap kedaulatan negara
setempat.
Pelabuhan
Pelabuhan
trmasuk atau dikategorikan sebagai perairan pedalaman (internal water)
berlaku kedaulatan negara pantai
Terhadap
Orang Asing
sama dengan
warga negara yang bersangkutan. Kecuali:
- Adanya kekebalan tertentu
- Hukum nasional negara tersebut
tidak sejalan dengan hukum internasional
Pengecualian
Terhadap Yurisdiksi Teritorial
Dalam
hal-hal tertentu, yurisdiksi teritorial kebal terhadap:
- Negara dan Kepala Negara Asing, negara memiliki kedaulatan yang harus dihormati oleh negara lain, kepala Negara diidentikkan dengan negara
- Perwakilan Diplomatik dan Konsuler, tujuan diberikan kekebalan adalah untuk menjaga fungsi misi diplomatik dari negara pengirim betul-betul efisien.
- Kapal Pemerintah Negara Asing
- Angkatan Bersenjata Asing, kekebalan diberikan karena angkatan bersenjata merupakan salah satu organ negara
- Organisasi Internasional, kekebalan biasanya diatur dalam suatu perjanjian internasional
Yurisdiksi
Dengan Prinsip Personal (Nasionalitas)
Jurisdiction
over the extraterritorial crime. Tergantung pada kualitas orang
yang terlibat dalam peristiwa hukum. Dipergunakan negara untuk memberi
perlindngan kepada warga negaranya, baik sebagai pelaku kejahatan maupun
sebagai korban kejahatan, di luar wilayah negara.
Yurisdiksi
ini diterapkan terhadap:
1.
Warga negara
2.
Kapal atau pesawat udara yang didaftarkan di negara
tang bersangkutan.
Yurisdiksi
ini terdiri dari 2 prinsip:
ü Prinsip
Personal (Nasionalitas) Aktif
Negara memiliki yurisdiksi terhadap
warga negaranya yang melakukan kejahatan di luar negeri.
Syarat: diekstradisikan ke
negaranya.
ü Prinsip
Personal (Nasionalitas) Pasif
Negara memiliki yurisdiksi untuk
mengadili orang asing yang melakukan kejahatan terhadap warga negaranya di luar
negeri
Contoh: Cutting Case
Ekstradisi
Adalah
penyerhan seseorang yang telah dituduh melanggar dari saru negara ke negara
lain. Pengaturannya: melalui perjanjian bilateral.
Penangkapan
Ilegal
Prinsip:
Suatu negara, sepanjang tidak ada protes dari negara lain, dapat mengadili
pelaku kejahatan ang diajukan ke pengadilan dengan cara-cara yang tidak biasa
Yurisdiksi Berdasarkan Prinsip
Perlindungan
Suatu
negara dapat melaksanakan yurisdiksi terhadap warga negara asing yang melakukan
kejahatan di luar negeri, yang dapat mengancam kepentingan keamanan,
integritas, ekonomi dan kemerdekaan negaranya.
Dasar:
- Akibat kejahatan tersebut mempunai dampak yang luas bagi negara
- Untuk menghindari lolosnya pelaku kejahatan
Contoh:
Pasal 33 UNCLOS tentang Zona Tambahan
Keberatan
dari prinsip ini:
Negara itu
sendiri ang menentukan kriteria kejahatan, sehibgga penggunaan prinsip ini
dapat bersifat sewenang-wenang
Yurisdiksi Berdasarkan Prinsip
Universal
Setiap
negara mempunyai yurisdiksi untuk mengadili tindak kejahatan tertentu. Kejahatn
tersebut dianggap bertentangan dengan perekutuan internasional. Perbuatan
tersebut merupakan kejahatan internasional/international crime/delict
jure gentium yang berupa hostis huma generis.
Kejahatan
yang tunduk pada yurisdiksi universal:
o Piracy
o War Crime
o Genocide
o Slave Trade
Yurisdiksi
Pada Jalur Tambahan, Pulau Bauatan, Instalasi dan Bangunan dan hak berdaulat
Jalur
Tambahan Pasal 33 UNCLOS 1982
Pulau Buatan
Instalasi dan Bangunan Pasal 60 UNCLOS 1982
ü berlaku
yurisdiksi eksklusif negara pantai
ü tidak
mempunyai status pulau
Hak
Berdaulat exclusive right yng diberikan oleh hukum intrnasional
Yurisdiksi di Laut Bebas
Pengertian
Laut Bebas Pasal 86 UNCLOS 82
Prinsip
hukum: Prinsip Kebebasan
Pasal 87
UNCLOS 82, kebebasan di laut meliputi:
ü Kebebasan
Pelayaran
ü Kebebasan
memasang kabel dan pipa
ü Kebebasan
membangun pulau buatan
ü Kebebasan
menangkap ikan
ü Kebebasan
riset ilmiah
Sifat Laut
Bebas:
o Res Nullius
o Res
Communis, Domaine Publik Internasional
Yurisdiksi
negera bendera kapal di Laut Bebas (pasal 94 UNCLOS 82)
Pasal 97
UNCLOS 82 Tubrukan Kapal
Pasal 99
UNCLOS 82 Pemberantasan pengangkutan budak belian,
Berlaku yurisdiksi negara bendera
Pasal
100-107 UNCLOS 82 Pemberantasan Piracy,
Berlaku asas universal (ps 105 UNCLOS)
Pasal 108
UNCLOS 82 Pengangkutan narkotika secara gelap,
Tunduk pada yurisdiksi negara bendera
Pasal 109
UNCLOS 82 Penyiaran gelap
Yang berhak mengadili:
ü negara yang
transmisinya terganggu
ü negara yang
dapat menerima transmisi tanpa melihat isinya
Pasal 110
UNCLOS 82 Right of Visit
Pasal 111
UNCLOS 82 Right of Hot Pursuit
Harus terus menerus dan tidak boleh berhenti
Yurisdiksi Berkenaan Dengan Pesawat
Udara
Dasar/alasan:
Ruang
gerak pesawat udara adalah transnasional (kecuali pesawat udara domestik),
sehingga tindak pidana yang terjadi di pesawat udara terkait di dalamnya
berbagai kebangsaan. Oleh karena itu yurisdiksi menjadi penting
Konvensi-konvensi
yang mengatur Hijacking
- Convention on Offences and Certain other Acts Commited on Board Aircraft (Konvensi Tokyo, 1963)
- Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft (Konvensi Den Haag, 1970)
- Convention for the Suppression of Unlawful Acts Againts the Safety of Civil Aviation (Konvensi Montreal, 1971)
G.
Penyelesaian sengketa inter
dua
cara penyelesaian segketa internasional, yaitu secara damai dan paksa,
kekerasan atau perang:
1.
Penyelesaian secara damai, meliputi :
Arbitrase, yaitu
penyelesaian sengketa internasional dengan cara menyerahkannya kepada orang
tertentu (Arbitrator) yang dipilih secara bebas oleh mereka yang bersengketa,
namun keputusannya harus sesuai dengan kepatutan dan keadilan ( ex aequo et
bono).
Prosedur penyelesaiannya, adalah :
ü Masing-masing Negara yang bersengketa menunjuk dua
arbitrator, satu boleh berasal dari warga negaranya sendiri.
ü Para arbitrator tersebut memilih seorang wasit
sebagai ketua dari pengadilan Arbitrase tersebut.
ü Putusan melalui suara terbanyak.
Penyelesaian
Yudisial, adalah penyelesaian sengketa internasional melalui suatu pengadilan
internasional dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
Negosiasi, tidak
seformal arbitrase dan Yudisial. Terlebih dahulu dilakukan konsultasi dan
komunikasi agar negosiasi dapat berjalan semestinya.
Jasa-jasa baik
atau mediasi, yaitu cara penyelesaian sengketa internasional dimana Negara
mediator (perantara/pihak ke-3) bersahabat dengan para pihak yang bersengketa,
dan membantu penyelesaian sengketanya secara damai. Contoh Dewan Keamanan PBB
dalam penyelesaian konflik Indonesia-Belanda tahun 1947. Dalam penyelesainya
dengan Jasa baik pihak ketiga menawarkan penyelesaian, tapi dalam Penyelesaian
secara Mediasi, pihak mediator berperan lebih aktif dan mengarahkan pihak yang
bersengketa agar penyelesaian dapat tercapai.
Konsiliasi,
dalam arti luas adalah penyelesaian sengketa denga bantuan Negara-negara lain
atau badan-badan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak.
Konsiliasi dalam arti sempit, adalah suatu
penyelesaian sengketa internasional
melalui komisi atau komite dengan membuatlaporan atau ussul penyelesaian kepada
pihak sengketa dan tidak mengikat. Penyelidikan, adalah biasanya dipakai dalam
perselisioshan batas wilayah suatu Negara dengan menggunakan fakta-fakta untuk
memperlancar perundingan.
Penyelesian PBB,
Dididrikan pada tanggal 24 Oktober 1945 sebagai pengganti dari LBB (liga
Bangsa-Bangsa), tujuan PBB adalah menyelesaikan sengketa internasional secara
damai dan menghindari ancaman perang.
2.
Penyelesaian secara pakasa, kekerasan atau
perang :
Perang
dan tindakan bersenjata non perang, bertujuan untuk menaklukkan Negara lawan
dan membebankan syarat penyelesaian kepada Negara lawan.
Retorsi, adalah
pembalasan dendam oleh suatu Negara terhadap tindakan – tindakan tidak pantas
yang dilakukan Negara lain. Contoh menurunkan status hubungan diplomatic, atau
penarikan diri dari kesepakatan-kresepakatan fiscal (pendapatan/keuangan) dan
bea masuk.
Tindakan-tindakan
pembalasan, adalah cara penyelesaian sengketa internasional yang digunakan
suatu Negara untuk mengupayakan memperoleh ganti rugi dari Negara lain. Adanya
pemaksaan terhadap suatu Negara.
Blokade secara
damai. Adalah tindakan yang dilakukan pada waktu damai, tapi merupakan suartu
pembalasan. Misalnya permintaan ganti rugi atas pelabuhan yang di blockade oleh
Negara lain.
Intervensi
(campur tangan), adalah campur tanagn terhadap kemerdekaan politik tertentu
secara sah dan tidak melanggar hukum internasional. Contohnya :
ü Intervensi kolektif sesuai dengan piagam PBB.
ü Intervesi untuk melindungi hak-hak dan kepentingan
warga negaranya.
ü Pertahanan diri.
ü Negara yang menjadi obyek intervensi dipersalahkan
melakukan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.
Sumber:
Syarat
Lintas Damai: terus menerus, langsung dan secepat mungkin à Pasal 18 UNCLOS ‘82
N. A. Maryan
Gereen: terhadap kejahatan-kejahtan seperti ini, selain memiliki yurisdiksi,
ngara-negara meiliki hak bahkan kewajiban untuk menghukumnya.
0 Response to "Hukum Internasional"
Post a Comment