Studi Kasus hukum Pidana
ANALISIS PUTUSAN NOMOR 64/PID/2012/PN SIGLI
Analisa berikut didasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Sigli, dimana akan dicermati dari segi Penuntutan, Pembuktian dan pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara pidana tentang narkotika.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum Terdakwa SUHARDI BIN SULAIMAN bersalah melakukan tindak pidana “ Menjual, membeli,menerima,menjadi perantara dalam jual beli,menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I jenis Sabu “sesuai dasar hukum yang di pakai oleh hakim sebagaimana diatur di dalam pasal 114 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika .; akan tetapi hakim tidak sesuai menjatuhkan hukuman pada si terdakwa berdasarkan isi pasal 114 . yang sebenarnya hukuman yang harus dijatuhkan kepada terdakwa minimal 5 tahun penjara dan paling lama 20 tahun sesuai dengan isi pasal 114.
Jadi hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana tersebut terhadap saudara Suhardi bin Sulaiman tidak sesuai dengan isi Pasal 114 Undang-undang No 35 tahun 2009 tentang narkotika, hakim hanya menjatuhkan sanksi pidana 1(satu)penjara kepada si terdakwa suhardi bin sulaiman yang seharusnya terdakwa dijatuhkan sanksi pidana harus sesuai dengan isi pasal di bawah ini:
Pasal 114
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana denganpidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)tahun dan pidana denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan palingbanyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Antony Allot menyebut “Laws or actual legal systems are a social reality.”
Secara sosiologi, tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Tindak pidana narkotika bukan lagi menjadi masalah di masing-masing negara melainkan masalah bagi semua negara di dunia. Oleh sebab itu dibutuhkan mekanisme kerjasama antara penegak hukum di masing-masing negara.
Secara filosofis, keberadaan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimana kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan nasional perlu dipelihara dan ditingkatkan secara terus menerus, termasuk derajat kesehatannya.
2. Tuntutan jaksa penuntut umum terhadap fakta-fakta di persidangan
Berdasarkan pasal 284(2)KUHAP jaksa berwenang dalam menangani perkara tindak pidana khusus sejak dari penyidikan.penanganan perkara tindak pidana khusus oleh kejaksaan biasanya di bagi atas tahap penyelidikan ,penyidikan dan penuntutan .pada kasus suhardi bin sulaiman penanganan perkara penyelidikan,penyidikan dan penuntutan,jaksa penuntut umum harus mempunyai alat bukti yang sah yang di peroleh pada tahap penyelidikan dan penyidikan,untuk mendukung agar terpenuhinya ungsur delik yang akan di dakwakan pada tahap proses pembuktian di persidangan.
(1) Pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang telah di tuangkan oleh jaksa penuntut umum dalam surat tuntutannya,banyak faktor-faktor yang meringankan namun pada kenyataannya jaksa penuntut umum menuntut terdakwa sebagaimana di maksud di dalam pasal 114 Undang-undang No.35 tahun 2009 dengan pidana penjara minimal 5(lima) tahun dan maksimal 20(dua puluh tahun) dan pidana denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Herbert L.Packer,mengatakan bahwa penggunaan sanksi pidana secara sembarangan atau menyamaratakan dan digunakan secara paksa,justru akan menyebabkan sarana pidana itu menjadi suatu pengancam yang utama.
Tuntutan ringan terhadap tindak pidana narkotika dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap upaya pencegahan tindak pidana narkotika dan dapat menimbulkan asumsi bahwa penuntut umum mengamcam terdakwa seberat mungkin.
B. Putusan bebas yang dijatuhkan oleh hakim
Dalam tuntutan primair, bahwa dari hasil pemeriksaan ternyata suheri bin sulaiman,tidak memilliki izin dari pihak yang berwenang dalam hal menjual,menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan 1, jenis sabu-sabu.dari tidak di dakwakan pasal 127 .
Pasal 127
(1) Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidanadengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Putusan bebas yang dijatuhkan oleh hakim jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidangkan jaksa penuntut umum tidak menuntut siterdakwa dengan pasal 127 undang-undang narkotika ,maka siterdakwa di putus bebas oleh hakim.(pasal 191 ayat (1) KUHAP) jika putusan bebas di tinjau dari teori yang menyebutkan bahwa,kejahatan akan selalu terjadi jika resiko yang di timbulkan dari perbuatan jahat itu lebih kecil dari pada keuntungan yang di perolehnya.maka secara otomatis dapat dikatakan dengan putusan bebas,maka pemakai narkotika sama sekali tidak menanggung resiko dan mendapat keuntungan atau dengan kata lain narkotika tetap akan berlangsung,jika akibat dari tindakan itu tidak menyebabkan kerugian ataupunbagi pelakunya.
Dalam kasus ini,keterangan saksi-saksi di persidangan,yaitu saksi Afdarul akbar,saksi Dahliansyah,saksi Edi Mulyadi serta barang bukti berupa sabu-sabu seberat 5,05 gram dan juga ditemukan 2(dua) mancis yang telah di pasang sumbu api dan 1 (satu) buah timbangan digital merek AMPUT, juga di temukan sebuah bong penghisap sabu yang terbuat dari botol aqua yang telah di pasang pipet penghisap sabu serta 6 (enam) lembar uang kertas pecahan. Rp;100.000 (seratus ribu rupiah) di dalam kantong celana suheri.
Isi keterangan dari Afdarul Akbar,bahwa saksi melihat yang berbicara dengan orang yang mengendarai sepeda motor adalah suhardi bin sulaiman
• Bahwa saat melakukan penangkapan terdahap saksi suheri bin sulaiman dan terdakwa suhardi bin sulaiman,ada di temukan barang bukti berupa 1(satu) paket sabu-sabu dengan kertas plastik bening dalam bungkusan kotak rokok mild dan 1 (satu) buah timbangan digital merek AMPUT, juga di temukan sebuah bong penghisap sabu yang terbuat dari botol aqua yang telah di pasang pipet penghisap sabu serta 6 (enam) lembar uang kertas pecahan. Rp;100.000 (seratus ribu rupiah) di dalam kantong celana suheri.
• Bahwa setelah ditanyakan kepada terdakwa di TKP dan dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa diruang Sat Narkoba polres Pidie dan terdakwa mengakui bahwa barang bukti yang saksi temukan bersama saudara BRIGADIR DAHLANSYAH dan BRIPTU EDI MULIADI berupa 1(satu) paket sabu-sabu dengan kertas plastik bening dalam bungkusan kotak rokok mild yang saksi temukan langsung dari tempat tidur saksi suheri bin sulaiman.
• Bahwa setelah di tangkap dilakukan pemeriksaan terhadap si terdakwa,saksi baru tahu bahwa suheri bin sulaiman memperoleh narkotika jenis sabu-sabu sebanyak 2(dua) sak jenis narkotika jenis sabu-sabu.
Isi keterangan saksi dalam menenjukan fakta yang berhubungan dengan pembuktian tentang terjadinya tindak pidana yang di dakwakan yang melakukan dan tentang kesalahan terdakwa melakukannya. Keterangan saksi juga berhubungan dengan pembuktian telah terjadinya tindak pidana yang di dakwakan. Artinya keterangan saksi saksi memuat tentang fakta-fakta yang membuktikan tentang adanya unsur2 pidana yang di dakwakan.
Berdasarkan alat bukti di persidangan, yaitu keterangan saksi dan keterangan ahli, serta barang bukti mengukap 3 fakta, yaitu fakta yg dapat myakinkan bahwa tindak pidana telah terjadi, fakta yg dan meyakinkan terdakwa yg melakukannya dan fakta yg meyakinkan bahwa terdakwa bersalah. Selain itu keterangan saksi2 yg terdapat dlm berita acara persidangan juga sesuai dengan keterangan yg dibrikan pd tingakat penyidikan dalam berkas acara pemeriksaan kejaksaan.
Dalam pertimbangan hakim telah mengabaikan keterangan saksi yg telah memenuhi syarat2 sebagai keterangan saksi tersebut berdasarkan pasal 185 ayat 6 huruf a kuhap, dimna keterangan saksi dan keterangan ahli telah bersesuaian 1 dengan yg lain, selain itu juga didukung oleh barang bukti yg diperkuat oleh pembuktian.
Dengan kata lain dalam kasus ini majelis hakim terlalu banyak memberikan kelonggaran sebagaimana yang telah didakwakan menurut pasal 114 ayat(1) sebagaimana yang telah didakwakan dalam dakwaan primer dan pasal 112 ayat 2 jo 131 UU RI No.35 TAHUN 2009 dalam dakwaan subsider.
putusan bebas dapat dimaknai sebagai lemahnya sistem peradilan pidana dalam memberantas narkotika.boleh jadi putusan bebas adalah simbol ketidakberdayaan sistem peradilan pidana dalam menegakkan hukum untuk membuat jera pelaku tindak pidana narkotika.
Menurut Hj. Tutty Alawiyah A.S dalam Moh. Taufik Makarao dkk menyebut, tindak pidana atau kejahatan narkotika adalah merupakan salah satu bentuk kejahatan yang dikenal sebagai kejahatan tanpa korban (Victimless Crime). Selain narkotika, yang termasuk kejahatan tanpa korban adalah perjudian, minuman keras, pornograpi, dan prostitusi.
*Moh. Taufik Makarao, Suhasril, H. Moh Zakky A.S., 2003, Tindak Pidana Narkotika,
Ghalia Indonesia, Jakarta, hal, viii.
3. Putusan
Menyatakan Terdakwa SUHARDI BIN SULAIMAN bersalah melakukan tindak pidana “ Menjual,membeli,menerima,menjadi perantara dalam jual beli,menukar atau menyerah kan Narkotika Golongan I jenis sabu-sabu “ sebagaimana diatur di dalam pasal 114 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dalam dakwaaan Penuntut Umum ;
Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa SUHARDI BIN SULAIMAN selama 1(satu) tahun dikurangi selama Terdakwa dalam masa penangkapan dan penahanan dengan perintah Terdakwa tetap ditahan;
Membayar denda sebesar Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) subsidair selama 3 (tiga) bulan kurungan;
Menetapkan agar Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 2000,- (dua ribu rupiah) ;
Terdakwa yang pada pokoknya memohon keringanan hukuman bagi Terdakwa dengan alasan Terdakwa merasa bersalah, menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.
PUTUSAN NOMOR 64/PID/2012/PN SIGLI
BAB III
KESIMPULAN
Hakim dengan kebebasan tafsirannya sendiri sering menjatuhkan hukuman terlalu ringan bagi para pemakai,pengedar / perantara Narkotika, sebagaimana yang terdapat PUTUSAN NOMOR 64/PID/2012/PN SIGLI.
Pola penegakan hukum terhadap tindak pidana Narkotika dijelaskan diatas membuat masyarakat cenderung berfikir bahwa Narkotika sudah menjadi umum bagi pemakai/pengedar Narkotika sulit untuk diberantas sehingga masyarakat lantas menjadi pesimistis, putus asa, apatis, skeptis, tidak berduli lagi atau masa bodoh , bahkan yang paling berbahaya adalah pengguna/pengedar Narkotika dianggap sebagai Hal yang lumrah.
Permasalahan penyalahgunaan dan pererdaran gelap narkoba memang bukanlah masalah yang sederhana. Masalahnya sangat komplek dan bisa dikatakan rumit. Karena itu diperlukan berbagai upaya yang komprehensif dan berkesinambungan dalam memeranginya.
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta dan masyarakat selama ini nampaknya belum menunjukkan hasil yang memuaskan, hal ini disebabkan oleh berbagai kelemahan dan kendala terutama dalam koordinasi aplikasi program, evaluasi dan monitoring serta masalah moral penegak hukum.
Dalam rangka semangat untuk terus memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, mari kita perbaiki kelemahan – kelemahan tersebut dan kita atasi berbagai kendala dengan cara yang cerdas.
Undang Undang No. 35 Tahun 2009 harus lebih depertegas dengan hukuman yang seberat beratnya agar pengedar , pemakai narkoba tidak mengulangi perbuatannya yang dapat merusak moral bangsa.
Analisa berikut didasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Sigli, dimana akan dicermati dari segi Penuntutan, Pembuktian dan pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara pidana tentang narkotika.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum Terdakwa SUHARDI BIN SULAIMAN bersalah melakukan tindak pidana “ Menjual, membeli,menerima,menjadi perantara dalam jual beli,menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I jenis Sabu “sesuai dasar hukum yang di pakai oleh hakim sebagaimana diatur di dalam pasal 114 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika .; akan tetapi hakim tidak sesuai menjatuhkan hukuman pada si terdakwa berdasarkan isi pasal 114 . yang sebenarnya hukuman yang harus dijatuhkan kepada terdakwa minimal 5 tahun penjara dan paling lama 20 tahun sesuai dengan isi pasal 114.
Jadi hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana tersebut terhadap saudara Suhardi bin Sulaiman tidak sesuai dengan isi Pasal 114 Undang-undang No 35 tahun 2009 tentang narkotika, hakim hanya menjatuhkan sanksi pidana 1(satu)penjara kepada si terdakwa suhardi bin sulaiman yang seharusnya terdakwa dijatuhkan sanksi pidana harus sesuai dengan isi pasal di bawah ini:
Pasal 114
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana denganpidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)tahun dan pidana denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan palingbanyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Antony Allot menyebut “Laws or actual legal systems are a social reality.”
Secara sosiologi, tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Tindak pidana narkotika bukan lagi menjadi masalah di masing-masing negara melainkan masalah bagi semua negara di dunia. Oleh sebab itu dibutuhkan mekanisme kerjasama antara penegak hukum di masing-masing negara.
Secara filosofis, keberadaan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimana kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan nasional perlu dipelihara dan ditingkatkan secara terus menerus, termasuk derajat kesehatannya.
2. Tuntutan jaksa penuntut umum terhadap fakta-fakta di persidangan
Berdasarkan pasal 284(2)KUHAP jaksa berwenang dalam menangani perkara tindak pidana khusus sejak dari penyidikan.penanganan perkara tindak pidana khusus oleh kejaksaan biasanya di bagi atas tahap penyelidikan ,penyidikan dan penuntutan .pada kasus suhardi bin sulaiman penanganan perkara penyelidikan,penyidikan dan penuntutan,jaksa penuntut umum harus mempunyai alat bukti yang sah yang di peroleh pada tahap penyelidikan dan penyidikan,untuk mendukung agar terpenuhinya ungsur delik yang akan di dakwakan pada tahap proses pembuktian di persidangan.
(1) Pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang telah di tuangkan oleh jaksa penuntut umum dalam surat tuntutannya,banyak faktor-faktor yang meringankan namun pada kenyataannya jaksa penuntut umum menuntut terdakwa sebagaimana di maksud di dalam pasal 114 Undang-undang No.35 tahun 2009 dengan pidana penjara minimal 5(lima) tahun dan maksimal 20(dua puluh tahun) dan pidana denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Herbert L.Packer,mengatakan bahwa penggunaan sanksi pidana secara sembarangan atau menyamaratakan dan digunakan secara paksa,justru akan menyebabkan sarana pidana itu menjadi suatu pengancam yang utama.
Tuntutan ringan terhadap tindak pidana narkotika dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap upaya pencegahan tindak pidana narkotika dan dapat menimbulkan asumsi bahwa penuntut umum mengamcam terdakwa seberat mungkin.
B. Putusan bebas yang dijatuhkan oleh hakim
Dalam tuntutan primair, bahwa dari hasil pemeriksaan ternyata suheri bin sulaiman,tidak memilliki izin dari pihak yang berwenang dalam hal menjual,menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan 1, jenis sabu-sabu.dari tidak di dakwakan pasal 127 .
Pasal 127
(1) Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidanadengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Putusan bebas yang dijatuhkan oleh hakim jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidangkan jaksa penuntut umum tidak menuntut siterdakwa dengan pasal 127 undang-undang narkotika ,maka siterdakwa di putus bebas oleh hakim.(pasal 191 ayat (1) KUHAP) jika putusan bebas di tinjau dari teori yang menyebutkan bahwa,kejahatan akan selalu terjadi jika resiko yang di timbulkan dari perbuatan jahat itu lebih kecil dari pada keuntungan yang di perolehnya.maka secara otomatis dapat dikatakan dengan putusan bebas,maka pemakai narkotika sama sekali tidak menanggung resiko dan mendapat keuntungan atau dengan kata lain narkotika tetap akan berlangsung,jika akibat dari tindakan itu tidak menyebabkan kerugian ataupunbagi pelakunya.
Dalam kasus ini,keterangan saksi-saksi di persidangan,yaitu saksi Afdarul akbar,saksi Dahliansyah,saksi Edi Mulyadi serta barang bukti berupa sabu-sabu seberat 5,05 gram dan juga ditemukan 2(dua) mancis yang telah di pasang sumbu api dan 1 (satu) buah timbangan digital merek AMPUT, juga di temukan sebuah bong penghisap sabu yang terbuat dari botol aqua yang telah di pasang pipet penghisap sabu serta 6 (enam) lembar uang kertas pecahan. Rp;100.000 (seratus ribu rupiah) di dalam kantong celana suheri.
Isi keterangan dari Afdarul Akbar,bahwa saksi melihat yang berbicara dengan orang yang mengendarai sepeda motor adalah suhardi bin sulaiman
• Bahwa saat melakukan penangkapan terdahap saksi suheri bin sulaiman dan terdakwa suhardi bin sulaiman,ada di temukan barang bukti berupa 1(satu) paket sabu-sabu dengan kertas plastik bening dalam bungkusan kotak rokok mild dan 1 (satu) buah timbangan digital merek AMPUT, juga di temukan sebuah bong penghisap sabu yang terbuat dari botol aqua yang telah di pasang pipet penghisap sabu serta 6 (enam) lembar uang kertas pecahan. Rp;100.000 (seratus ribu rupiah) di dalam kantong celana suheri.
• Bahwa setelah ditanyakan kepada terdakwa di TKP dan dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa diruang Sat Narkoba polres Pidie dan terdakwa mengakui bahwa barang bukti yang saksi temukan bersama saudara BRIGADIR DAHLANSYAH dan BRIPTU EDI MULIADI berupa 1(satu) paket sabu-sabu dengan kertas plastik bening dalam bungkusan kotak rokok mild yang saksi temukan langsung dari tempat tidur saksi suheri bin sulaiman.
• Bahwa setelah di tangkap dilakukan pemeriksaan terhadap si terdakwa,saksi baru tahu bahwa suheri bin sulaiman memperoleh narkotika jenis sabu-sabu sebanyak 2(dua) sak jenis narkotika jenis sabu-sabu.
Isi keterangan saksi dalam menenjukan fakta yang berhubungan dengan pembuktian tentang terjadinya tindak pidana yang di dakwakan yang melakukan dan tentang kesalahan terdakwa melakukannya. Keterangan saksi juga berhubungan dengan pembuktian telah terjadinya tindak pidana yang di dakwakan. Artinya keterangan saksi saksi memuat tentang fakta-fakta yang membuktikan tentang adanya unsur2 pidana yang di dakwakan.
Berdasarkan alat bukti di persidangan, yaitu keterangan saksi dan keterangan ahli, serta barang bukti mengukap 3 fakta, yaitu fakta yg dapat myakinkan bahwa tindak pidana telah terjadi, fakta yg dan meyakinkan terdakwa yg melakukannya dan fakta yg meyakinkan bahwa terdakwa bersalah. Selain itu keterangan saksi2 yg terdapat dlm berita acara persidangan juga sesuai dengan keterangan yg dibrikan pd tingakat penyidikan dalam berkas acara pemeriksaan kejaksaan.
Dalam pertimbangan hakim telah mengabaikan keterangan saksi yg telah memenuhi syarat2 sebagai keterangan saksi tersebut berdasarkan pasal 185 ayat 6 huruf a kuhap, dimna keterangan saksi dan keterangan ahli telah bersesuaian 1 dengan yg lain, selain itu juga didukung oleh barang bukti yg diperkuat oleh pembuktian.
Dengan kata lain dalam kasus ini majelis hakim terlalu banyak memberikan kelonggaran sebagaimana yang telah didakwakan menurut pasal 114 ayat(1) sebagaimana yang telah didakwakan dalam dakwaan primer dan pasal 112 ayat 2 jo 131 UU RI No.35 TAHUN 2009 dalam dakwaan subsider.
putusan bebas dapat dimaknai sebagai lemahnya sistem peradilan pidana dalam memberantas narkotika.boleh jadi putusan bebas adalah simbol ketidakberdayaan sistem peradilan pidana dalam menegakkan hukum untuk membuat jera pelaku tindak pidana narkotika.
Menurut Hj. Tutty Alawiyah A.S dalam Moh. Taufik Makarao dkk menyebut, tindak pidana atau kejahatan narkotika adalah merupakan salah satu bentuk kejahatan yang dikenal sebagai kejahatan tanpa korban (Victimless Crime). Selain narkotika, yang termasuk kejahatan tanpa korban adalah perjudian, minuman keras, pornograpi, dan prostitusi.
*Moh. Taufik Makarao, Suhasril, H. Moh Zakky A.S., 2003, Tindak Pidana Narkotika,
Ghalia Indonesia, Jakarta, hal, viii.
3. Putusan
Menyatakan Terdakwa SUHARDI BIN SULAIMAN bersalah melakukan tindak pidana “ Menjual,membeli,menerima,menjadi perantara dalam jual beli,menukar atau menyerah kan Narkotika Golongan I jenis sabu-sabu “ sebagaimana diatur di dalam pasal 114 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dalam dakwaaan Penuntut Umum ;
Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa SUHARDI BIN SULAIMAN selama 1(satu) tahun dikurangi selama Terdakwa dalam masa penangkapan dan penahanan dengan perintah Terdakwa tetap ditahan;
Membayar denda sebesar Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) subsidair selama 3 (tiga) bulan kurungan;
Menetapkan agar Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 2000,- (dua ribu rupiah) ;
Terdakwa yang pada pokoknya memohon keringanan hukuman bagi Terdakwa dengan alasan Terdakwa merasa bersalah, menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.
PUTUSAN NOMOR 64/PID/2012/PN SIGLI
BAB III
KESIMPULAN
Hakim dengan kebebasan tafsirannya sendiri sering menjatuhkan hukuman terlalu ringan bagi para pemakai,pengedar / perantara Narkotika, sebagaimana yang terdapat PUTUSAN NOMOR 64/PID/2012/PN SIGLI.
Pola penegakan hukum terhadap tindak pidana Narkotika dijelaskan diatas membuat masyarakat cenderung berfikir bahwa Narkotika sudah menjadi umum bagi pemakai/pengedar Narkotika sulit untuk diberantas sehingga masyarakat lantas menjadi pesimistis, putus asa, apatis, skeptis, tidak berduli lagi atau masa bodoh , bahkan yang paling berbahaya adalah pengguna/pengedar Narkotika dianggap sebagai Hal yang lumrah.
Permasalahan penyalahgunaan dan pererdaran gelap narkoba memang bukanlah masalah yang sederhana. Masalahnya sangat komplek dan bisa dikatakan rumit. Karena itu diperlukan berbagai upaya yang komprehensif dan berkesinambungan dalam memeranginya.
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta dan masyarakat selama ini nampaknya belum menunjukkan hasil yang memuaskan, hal ini disebabkan oleh berbagai kelemahan dan kendala terutama dalam koordinasi aplikasi program, evaluasi dan monitoring serta masalah moral penegak hukum.
Dalam rangka semangat untuk terus memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, mari kita perbaiki kelemahan – kelemahan tersebut dan kita atasi berbagai kendala dengan cara yang cerdas.
Undang Undang No. 35 Tahun 2009 harus lebih depertegas dengan hukuman yang seberat beratnya agar pengedar , pemakai narkoba tidak mengulangi perbuatannya yang dapat merusak moral bangsa.
0 Response to "Studi Kasus hukum Pidana "
Post a Comment