Kriminologi Hukum
Pengertian kriminologi
Masih banyak perbedaan pendapat tentang batasan dan lingkup kriminologi. Namun demikian jika kita cermati berbagai definisi yang diberikan oleh banyak sarjana, kita dapat memberikan batasan tentang kriminologi baik secara sempit maupun secara luas. Batasan kriminologi secara sempit adalah ilmu pengetahuan yang mencoba menerangkan kejahatan dan memahami mengapa seseorang melakukan kejahatan.
Secara luas, kriminologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mencakup semua materi pengetahuan yang diperlukan untuk mendapatkan konsep kejahatan serta bagaimana pencegahan kejahatandilakukan, termasuk di dalamnya pemahaman tentang pidana atau hukuman. Bidang ilmu yang menjadi fokus kriminologi dan objek studi kriminologi, mencakup:
Sosiologi Hukum yang lebih memfokuskan perhatiannya pada objek studi Kriminologi, yakni kejahatan, dengan mempelajari hal-hal yang terkait dengan kondisi terbentuknya Hukum Pidana, peranan hukum dalam mewujudkan nilai-nilai sosial, serta kondisi empiris perkembangan hukum.
Etiologi Kriminal lebih memfokuskan perhatiannya pada objek studi Kriminologi, yakni penjahat, yaitu mempelajari alasan seseorang melanggar Hukum (Pidana), atau melakukan tindak kejahatan sementara orang lainnya tidak melakukannya. Kita harus mempertimbangkannya dari berbagai faktor (Multiple Factors), tidak lagi hanya faktor hukum atau Legal saja (Single Factor).
Penologi lebih memfokuskan perhatiannya pada objek studi Kriminologi, yakni reaksi Sosial, dengan mempelajari hal-hal yang terkait dengan berkembangnya hukuman, arti dan manfaatnya yang berhubungan dengan “control of crime”.
Viktimologi yang lebih memfokuskan perhatiannya pada objek studi Kriminologi, yakni korban kejahatan, dengan mempelajari hal-hal yang terkait dengan kedudukan korban dalam kejahatan, interaksi yang terjadi antara korban dan penjahat, tanggung jawab korban pada saat sebelum dan selama kejahatan terjadi.
Dalam kriminologi terdapat beberapa teori yang dibagi kedalam tiga perspektif yaitu :
1. teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perpektif biologi dan psikologis.
2. teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perpektif sosiologis,
3. teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perpektif lain.
teori yang menjelaskan kejahatan dari perpektif biologi dan psikologis.
“Cesare Lombroso” seorang Italia yang sering dianggap sebagai “the father of modern criminology” ia menjelaskan kejahatan dari mashab klasik menuju mashab positif.
Perbedaan signifikan antara mashab klasik dan mashab positif adalah bahwa yang terakhir tadi mencari fakta empiris untuk menmgkonfirmasi gagasan bahwa kejahatan itu dutentukan oleh berbagai factor.dimana para tokoh psikologis mempertimbangkan suatu variasi dari kemungkinan cacat dalam kesadaran, ketidak matangan emosi, sosialisasi yang tidak memadai dimasa kecil, kehilangan hubungan dengan ibu dll.
Sementara dari tokoh biologis mengukuti tradisi Charles Goring dalam upaya menelusuri tentang tingkah laku criminal.
Penjelasan biologis Atas Kejahatan
Auguste Comte(1798-18570 ) membawa pengaruh penting bagi para tokoh mazhab positif menurutnya ” there could be no real knowledge of social phenomena unless it was based on a positivist. Tokoh yang terkenal diantaranya yaitu:
Cesare Lomroso
dimana ia mengabungkan positivisme comte, evaluasi dari Darwin . ajaran inti dari teori nya menjelaskan tentangpenjahat mewakili suatu tipe keanehan fisik, yang berbeda dengan non criminal, dia menklaim bahwa para penjahat mewakili sutau bentuk kemerosotan yang termanifes dalam karakter fisik yang merefleksikan suatu bentuk awal dari evolusi.
Teori nya tentang born criminal menyatakan bahwa para penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam kehidupan, lebih mendekati nenek moyang mereka yang mirip kera dalam sifat bawaan dan watak dibandingkan mereka yang bukan penjahat.
Enrico Ferri
Ferri berpendapat bahwa kejahatan dapat dijelaskan melalui studi pengaruh pengaruh interaktif diantara factor fisik dan factor sosial. Dia juga berpendapat bahwa kejahatan dapat dikontrol denagn perubahansosial.
Raffaela Garafola
Menurut teori ini kejahatan-kejahatan alamiah ditemukan didalam seluruh masyarakat manusia, tidak peduli pandangan pembuat hukum dan tidak ada masyarakat yang beradab dapat mengabaikannya.
Charles Buchman Goring
Ia menyimpulkan tidak ada perbedaan-perbedaan signifikan antara penjahat dan non penjahat kecuali dalam hal tinggi dan berat tubuh. Para penjahat didapat lebih kecil danramping. Ia menafsirkan temuan ini sebagai penegasan dari hipotesanya bahwa para penjahat secara biologi lebih nferior tetapi tidak menemukan satu pun tipe fisik penjahat.
BODY TYPES THEORIES
(teori-teori fisik)
a. Ernst Kretchmer( 1888-1964)
Ia mengidentifikasi empat tipe fisik yakni; asthenic; athletic; pyknic; dan beberapa tipe campuran
b. Ernest A. Hooten
Seorang antropologi fisik. Perhatiannya terhadap kriminalitas yang secara biologis ditentukan dengan publikasinya yang membandingkan penghuni penjara diamirika dengansuatu control group dari non criminal.
c. William H. Sheldon
Ia memfomulasikan sendiri sendiri kelompok samatotypes. Menurutnya orang yang didomisi sifat bawaan mesomorph cenderung lebih dari orang lainnya untuk terlibat prilaku illegal.
d. Sheldon Glueck
Ia melakukan studi kompratif antar pria delinquent dengan non-dilenqunt.
PENJELASAN PSIKOLOGIS ATAS KEJAHATAN
Theori psikoanalisis ( Sigmund Freud)
Teori ini menghubungkan dilequent dan prilaku criminal denag suatu conscience yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan siindividu dan bagi kebutuhan yang harusa segera dipenuhi.
Moral development theory
Lawrence Kohlberg seorang psikolog menemukan bahwa pemikiran moral tumbuh dalam tiga tahap yakni; preconvensional stage,conventional level, dan postconventional.
Sedangkan John Bowlhy mempelajari kebutuhan akan kehangatan dan afeksi sejak lahir dan konsekwensi bila tidak mendapatkan itu, dia mengajukan theory of attachment
Social Learning Theory
Teori pembelajaran ini berpendirian bahwa prilaku dilenquent ini dipelajari melalui proses psikologis yang sama sebagai mana semua prilaku non dilenquent.tokoh yang mendukung teori ini diantaranya adalah;
Albert Bandura
Ia berpendapat bahwa individu-individu yang mempelajari kekerasan dan agresi melalui behavioral modeling; anak belajar bertingkah laku melalui peniruan tingkah laku orang lain.
Gerard Peterson
Ia menguji bagaimana agresi dipelajari melalui pengalaman langsung. Ia melihat bahwa nanak-anak yang bermain secara pasifsering menjadi korban anak-anak lainnya tetapi kadanng-kadang berhasil mengatasi serangan itu dengan agresi balasan. Dengan berlalunya waktu anak-anak ini belajar membela diri dan akhirnya mereka mulai perkelahian.
Ernesnt Burgess dan Ronald Akers
Dimana mereka mengabungkan learning theory dari Bandura yang berdasarkan psikologi dengan theori differential association dari Erwin Sutherland yang berdasarkan sosiologi dan kemudian menghasilkan teori differential association rein forcemt.
TEORI-TEORI YANG MENJELASKAN
KEJAHATAN DARI PERSPEKTIF
SOSIOLOGIS
Dimana teori-teori sosiologis mencari alasan perbedaan dalam angka kejahtan didalam linkungan sosial. Teori ini ndapat dikatagorikan dalam 3 katagori umum yakni; strain, culture divience, dan social control.
StrainTheories
Theori Anomie dari Emile Durhkeim
Ia menyakini jika sebuah masyarakat sederhan bekembang menuju suatu masyarakat yang modern dan kota maka kedekatan yang dibutukan untuk melanjutkan satu set norma akan merosot dimana kelompok-kelompok akan terpisah dan dalam ketiadaan dalam satu set aturan-aturan umum tidakan-tindakan dan harapan orang dalam satu sektor mungkin akan bertentangan tindakan dan harapamn orang lain dengan tidak dapat diprediksi perilaku system tersebut secara bertahap akan runtuh dan masyarakat itu dalam kondisi anomie.
Durkheim mempercayai bahwa hasrat manusia adalah tak terbatas satu. Karena alam tidak mengatur batas-batas biologis yang ketat untuk kemampuan manusia.
CULTURAL DEVIANCE THEORIES
(TEORI-TEORI PENYIMPANGAN BUDAYA)
Tiga teori utama dari kultur devince theories yakni;
social disorganization
yang terfokus pada perkembangan disintegrasi nilai konvensional yang disebabkan industrialisasi yang cepat, peningkatan imigrasi dan urbanisasi.tokoh yang terkenal diantaranya adalah;
a. W.I Thomas dan Florian Znanieck
Dalam buku mereka yang berjudul The polish peasant in ueropa and America mengambarkan pengalaman sulit yang dialami petani polandia ketika mereka meninggalkandunia lamanya yaitu pedesaan untuk menuju kota industi disunia baru. Selain itu mereka menyelidiki asimilasi dari para imigran dimana para imigra tua tidak begitu terpengaru akan kepindahan itu meski berada didaerah kumuh.tetapi tidak demikian dengan generasi muda mereka memiliki sedikit tradisi lama tetapi tidak terasimilasi dengan tradisi dunia baru.
a. Robert Park dan Ernest Burgess.
Mereka mengembangkan lebih lanjut studi tentang social disorganization dari Thomas dan Znaniecki dengan menintrodisir analisa ekologi dari masyarakat dunia.
Dalam studinya tentang disorganization sosial meneliti karakter daerah dan bukan meneliti para penjahat untuk penjelasantentang tingginya angka kejahatan.mereka mengembangkan pemikiran tentang natural urban areas yang terdiri atas zona-zona kosentrasi yang memanjang keluar dari distrik pusat bisnisditengah kota.
a. Clifford Shaw dan Hendri McKay
Dimana mereka menunjukan bahwa angka tertinggi dari dilenquent berlangsung terus diarea yang sama dari kota Chicago meskipun komposisi etnis berubah. Penemuan ini membawa kesimpulan bahwa factor yang paling menentukan bukan lah etnissitas melainkan posisi kelompok didalam penyebaran status ekonomi dan nilai-nilai budaya.
Culture conflick theory
Menegaskan bahwa kelompok-kelompok yang berlainan belajar conduck norm yang berbeda dan bahwa conduck norms dari suatu kelompok mungkin berbenturan dengan aturan konvensional kelas menegah.tokoh nya yang terkenal adalah Thorsten sellin dimana ia mengatakan conduk norm merupakan aturan yanmg merefleksikan dari sikap-sikap dari kelompok yang masing-masing dari kita memilikinya.
differential association theory
memegang pendapat bahwa orang belajar melakukan kejahatan sebagai akibat hubungan dengan nilai-nilai dan siap anti sosial serta pola tingkah laku criminal.tokohnya yang terkenal adalah; Edwind H. Sutherland dimana ia mengantikan konsep social disorganized dengan konsepnya tentang differential social organization.
SICIAL CONTROL
Konsep sosial control lahir pada peradaban dua puluhan, e.A.ros salah seorang Bapak sosialog amirika berpendapat bahwa system keyakinan lah yang membimbing apa yang dilakukan oleh orang-orang dan yangsecara universal mengontrol tingkah laku, tidak peduli apapun bentuk keyakinan yang dipilih.
Berikut ini beberapa pendsapat yang tergabung dalam teori control sosial;
TRAVIS HIRCHI( SOCIAL BONDS)
Ia menyebutkan empat sosial bonds yangn mendorong sosialzation dan conformity diri yaitu; attecment ( kasih saying), commitment, involemt, dan bilief. Menurutnya semakin kuat ikatan ikatan ini semakin kecil kemungkinan terjadi dilenquncy.
MICHAELGOTFREDSON dan TRAVIS HIRSCHI ( SELF CONTROL THEORY0
Merka justru menegaskan bahwa self control yang terpendam pada awal kehidupan seseorangmenetukan siapa yang jatuh sebagai pelaku kejahatan. Jadi control merupakan suatu keadaan internal yang permanent dibandingkan pada hasil dari perjalanan factor biologis menurut mereka self control merupakan alat pencegah yang membuat sesorang menolak kejahatan dan pemuasan sesaat.
DAVID MATZA (TECHNIQUES OF NETRALIZATION )
Pada tahun 1960an ia mengembang suatu perspektif yang berbeda secara signifikan pada sosial control dengan menjelaskan mengapa sebagian remaja hanyut kedalam atau keluar dari dilequency. Menurutnya remaja merasakan suatu kewajiban moral untuk memntaati atau terikat dengan hukum.
Jika seorang remaja terikat oleh aturan sosial bagaimana menjustifikasikan tindakan mereka. Jawabnya bahwa mereka mengembangkan techinis quest of netralisir untuk merasionalisasikan tindakan mereka.
ALBERT J.REISS ( PERSONAL AND SOSIAL CONTROL)
Menurutnya dilenquency merupakan hasil dari; kegagalan dalam menanamkan norma berprilaku yang secara sosial diterima dan titentukan, runtuhnya control sosial, dan tiadanya aturan aturanyang menentukan tingkah laku dikeluarga sekolah dan kelompok sosial lainnya.
WALTERC. RECKLESS
Yang dimaksud dengan containment theory menurutnya adalah untuk menjelaskan mengapa ditengah berbagai dorongan dan tarikan tarikan kriminogenikyang beraneka macam apapun itu bentuknya, comformnity tetaplah menjadi sikap yang umum.
TEORI-TEORI DARI
PERPEKTIF LAINNYA.
Teori dari perpektif lainnya ini merupakan suatu alternative penjelasan terhadap kejahatan yang berbeda debgab teori sebelumnya. Penjelasan alternative ini secara tegas menolak model consensus tentang kejahatan dimana semua teori sebelumnya . menurut teori ini kalau perbuatan tidak dibuat kejahatan oleh hukum maka tidak seorang pun yang melakukan perbuatan itu dapat disebut sebagi seorang penjahat.dalam pembahasan ini akan menjeaskan mengenai teori teori ;
LABELING THEORY
Para pakar memandang para kriminal bukan sebagai orang yang bersifat yang terlibat dalam perbuatan-perbuatan bersifat salah tetapi merea adalah individu yang sebelumnya pernah berstatus jahat sebagai pemberian system peradilan pidana maupun masyarakat secara luas.
CONFLICK THEORY
Theory conflick ini menyoalkan mengenai proses pembuatan hukum itu sendiri
TUJUAN KRIMINOLOGI:
Memberikan saran dalam pembuatan Rencana Undang-undang (hukum pidana)
Untuk memperlihatkan bahwa kejahatan sangat mahal
Untuk menghindari rasa benci yang negatif atau rasa simpati yang tidak sehat/tidak positif pada pelaku kejahatan
Untuk memperbaharui pandangan hukum pidana terhadap masalah kejahatan dalam masyarakat dengan jalan memperhatikan catatan-catatan tertentu tentang kejahatan hukum adat
Keterkaitan Krimonologi Dengan Bidang Studi Lain
Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mencoba menjelaskan masalah-masalah yang terkait dengan kejahatan dan penjahat, dalam perkembangannya, tidak terlepas dari berbagai bidang studi yang juga berorientasi pada eksistensi hubungan sosial dan produk yang dihasilkan dari hubungan sosial yang ada., seperti antropologi, sosiologi, psikologi kriminalistrik serta ilmu hukum pidana. Semakin kompleks pusat perhatian kriminologi maka semakin bermanfaat pula pemahaman-pemahaman dari berbagai bidang ilmu dalam hal menyumbangkan ke arah penjelasan yang lebih komprensif yang merupakan tugas dari kriminologi tersebut, karena sifatnya yang multidisipliner, perkembangan teori dan metodologi pada disiplin ilmu yang lain sangat berpengaruh terhadap perkembangan kriminologi dalam menganalisis kejahatan.
Arti dan Status Penjahat
Bukanlah suatu kerja yang sederhana untuk mempelajari “siapa itu penjahat”. Langkah pertama adalah dengan memberi batasan yang sangat sederhana tentang penjahat, yaitu “seseorang yang melakukan kejahatan". Sebelum melangkah lebih jauh, kini kita harus mencermati terlebih dahulu apa itu kejahatan. Kejahatan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh penjahat. Penjahat inilah yang akan kita beri batasannya. Dalam Modul terdahulu kita telah membahas cukup rinci tentang apakah itu kejahatan. Kejahatan dapat didekati dari dua pendekatan utama yakni yuridis dan kriminologis.
Secara yuridis, kejahatan kita artikan sebagai setiap perbuatan yang melanggar undang-undang atau hukum pidana yang berlaku di masyarakat. Sedangkan secara kriminologis, kejahatan bukan saja suatu perbuatan yang melanggar undang-undang atau hukum pidana tetapi lebih luas lagi, yaitu yang mencakup perbuatan yang anti sosial, yang merugikan masyarakat, walaupun perbuatan itu belum atau tidak diatur oleh undang-undang atau hukum pidana.
Dengan melihat batasan kejahatan seperti telah diuraikan di bagian terdahulu maka penjahat adalah seseorang (atau sekelompok orang) yang melakukan perbuatan anti sosial walaupun belum atau tidak diatur oleh undang-undang atau hukum pidana (kriminologis). Dalam arti sempit, penjahat adalah seseorang yang melakukan pelanggaran undang-undang atau hukum pidana, lalu tertangkap, dituntut, dan dibuktikan kesalahannya di depan pengadilan serta kemudian dijatuhi hukuman.
Kedudukan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana
Hingga dewasa ini masih belum banyak perhatian dan studi terhadap korban kejahatan. Dalam literatur, perhatian tentang korban mulai berkembang pada akhir tahun 1970-an. Sementara itu perkembangan pemikiran dalam peradilan pidana juga lebih banyak mengedepankan masalah hak-hak pelaku kejahatan
Schafer dalam bukunya Victimology: The Victim and His Criminal mengembangkan konsep yang juga memposisikan korban sebagai pihak yang juga harus menanggung kesalahan dalam konteks terjadinya kejahatan. Banyak viktimisasi yang dilaporkan dan yang tidak dilaporkan. Sangat mudah memahami mengapa para pelacur, homoseksual dan pecandu enggan melaporkan viktimisasi yang dialaminya. Namun, banyak korban dari kejahatan lainnya yang tidak melaporkan kejadian yang menimpa mereka.
Ketika menjadi korban kejahatan, seseorang mengalami krisis dalam hal fisik, finansial, sosial dan psikologis. Berat ringannya krisis tersebut tergantung pada bagian mana dari diri korban yang diserang. Misalnya jika seseorang menjadi korban penjambretan, ia merasa kehilangan simbol dirinya berupa kartu kredit, uang atau kartu identitasnya. Ia juga merasa diserang otoritasnya dan kepercayaannya.
Meluasnya peristiwa viktimisasi, akhirnya, mendorong munculnya “undang-undang tentang hak korban” untuk melindungi korban sebagaimana undang-undang dasar untuk melindungi hak-hak pelaku kejahatan.
Risiko Viktimisasi
Adanya kejahatan di dalam masyarakat antara lain menimbulkan gejala fear of crime dari anggota masyarakat. Fear of Crime sendiri diartikan sebagai kondisi ketakutan dari anggota masyarakat yang potensial menjadi korban kejahatan atau merasa dirinya rentan dalam hal dikenai ancaman kejahatan atau kejahatan. Jadi sebenarnya fear of crime itu sangat perseptual, tergantung bagaimana individu yang bersangkutan mengukur kerentanan dirinya untuk menjadi korban kejahatan.
Analisis risiko menjadi penting dalam memahami hubungan antara pelaku dan korban dalam terjadinya suatu kejahatan. Dalam penilaian risiko dapat digambarkan hubungan antara korban dan gaya hidupnya yang akhirnya membawa pelaku kejahatan kepada korban.
Analisis risiko juga penting dalam hal memahami hubungan antara pelaku dan korban dalam terjadinya suatu kejahatan. Dalam penilaian risiko dapat digambarkan hubungan antara korban dan gaya hidupnya yang akhirnya membawa pelaku kejahatan kepada korban. Namun masalahnya adalah tidak semua pihak yang terviktimisasi menyadari bahwa mereka sebenarnya merupakan korban dari suatu kejahatan.
Reaksi Represif dan Reaksi Preventif
Reaksi sosial terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan (penjahat), dilihat dari segi pencapaian tujuannya, dapat dibagi menjadi dua, yakni reaksi yang bersifat (represif) dan reaksi yang bersifat (preventif). Karena berbeda tujuannya maka secara operasionalnya pun akan berbeda, khususnya dari metode pelaksanaan dan sifat pelaksanaannya.
Secara singkat, pengertian reaksi atau tindak represif adalah tindakan yang dilakukan oleh masyarakat (formal) yang ditujukan untuk menyelesaikan kasus atau peristiwa kejahatan yang telah terjadi, guna memulihkan situasi dengan pertimbangan rasa keadilan dan kebenaran yang dijunjung tinggi.
Sementara itu yang dimaksud dengan reaksi atau tindak (preventif) adalah tindak pencegahan agar kejahatan tidak terjadi. Artinya segala tindak-tindak pengamanan dari ancaman kejahatan adalah prioritas dari reaksi preventif ini.
Menyadari pengalaman-pengalaman waktu lalu bahwa kejahatan adalah suatu perbuatan yang sangat merugikan masyarakat maka anggota masyarakat berupaya untuk mencegah agar perbuatan tersebut tidak dapat terjadi.
Reaksi Formal dan Reaksi Informal
Reaksi formal terhadap kejahatan adalah reaksi yang diberikan kepada pelaku kejahatan atas perbuatannya, yakni melanggar hukum pidana, oleh pihak-pihak yang diberi wewenang atau kekuatan hukum untuk melakukan reaksi tersebut.
Sebagai suatu sistem pengendali kejahatan maka secara rinci, tujuan sistem peradilan pidana, dengan demikian, adalah (1) mencegah agar masyarakat tidak menjadi korban kejahatan, (2) menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana, serta (3) mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi kejahatannya.
Kita telah pahami bahwa kejahatan adalah suatu perbuatan yang merugikan masyarakat sehingga terhadapnya diberikan reaksi yang negatif. Kita juga telah pahami bahwa reaksi terhadap kejahatan dan penjahat, dipandang dari segi pelaksanaannya, dapat dibagi menjadi dua yakni reaksi formal – yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, dan reaksi informal – yang dilakukan bukan oleh aparat penegak hukum tetapi oleh warga masyarakat biasa.
Masyarakat biasa – di samping telah mendelegasikan haknya kepada aparat penegak hukum – berhak saja bereaksi terhadap kejahatan dan penjahat sebatas mereka tidak melanggar peraturan yang ada. Dalam kasanah kriminologi, reaksi informal dari masyarakat itu lebih dikenal sebagai tindak kontrol sosial informal. Studi-studi memperlakukan beberapa aspek dari kontrol sosial informal pada tingkat komunitas ketetanggaan yang digunakan untuk membangun tipologi dari definisi operasional dari kontrol sosial informal. Definisi operasional ditemui dalam dua dimensi, yaitu bentuk dan tempat.
Penggolongan Ajaran tentang Etiologi Kriminal
Dalam studi kriminologi dikenal dua penjelasan dasar tentang kejahatan, yakni penjelasan spristis atau demonologis dan penjelasan naturalis.
Upaya mencari sebab musabab kejahatan pada akhirnya sampai pada pencarian melalui jalan ilmiah. Upaya-upaya ilmiah ini menghasilkan penjelasan-penjelasan yang berbeda-beda, yang demi kepentingan praktis dikelompokkan dalam beberapa tipologi ajaran tentang sebab musabab kejahatan.
Memang penggolongan itu mempermudah cara mempelajari sesuatu pengetahuan, akan tetapi di samping ini ada pula segi-segi negatifnya yakni berupa bahaya-bahaya sebagai berikut:
1. Orang cenderung untuk melebih-lebihkan penggolongan atau perbedaan-perbedaan antara golongan-golongan yang satu dengan golongan yang lain.
2. Dengan penggolongan ini batas-batas antara golongan yang satu dengan golongan yang lain sering dipertajam, sehingga apa yang berada di tengah-tengahnya dimasukan saja ke dalam salah satu golongan.
3. Penggolongan mereduksikan apa yang tidak cocok, buta akan realitas yang tidak cocok, dalam arti tidak mau tahu akan realitas-realitas yang tidak cocok. Dengan demikian bila ternyata ada hal-hal/segi-segi yang tidak cocok dengan apa yang telah digariskan oleh penggolongan, maka seringkali hal-hal/segi-segi tersebut dihilangkan saja, dianggap tidak ada.
Mashab Klasik Hingga Kritis
Mashab Klasik sangat kental oleh pemikiran Beccaria yang menghendaki penataan terhadap sistem penghukuman yang ada. Aspek yang menonjol dari mashab ini adalah pemikiran tentang Administration of Justice. Di mana terkandung prinsip dasar yang mengatur penyelenggaraan penjatuhan hukuman.
Pemikiran Administration of Justice dari mashab Klasik sangat mewarnai Undang-undang Pidana Perancis 1791 (Code 1791). Namun pada penerapannya kemudian ditemukan adanya hal-hal yang menyebabkan Code 1791 dirasakan justru melestarikan kesewenang-wenangan penghukuman.
Dalam pemberian hukuman, perhatian dan perlakuan terhadap pelanggar hukum, dalam hal-hal tertentu mendapat perhatian secara lebih individual, seperti usia pelanggar dan kemampuan mental/kejiwaan dihubungkan dengan pertanggungjawaban secara hukum. Namun demikian, menurut prinsip dasarnya, mashab neoklasik dan mashab klasik tidaklah jauh berbeda.
Upaya-upaya pencarian sebab-musabab kejahatan, pada masa-masa berikutnya, mendapat perhatian yang serius dan tidak lepas dari pengaruh revolusi ilmu yang berlangsung di Eropa. Kejahatan tidak lagi dicari akarnya pada konsep yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah, dan harus dicari dengan menggunakan metode ilmiah. Penjelasan tentang sebab musabab kejahatan oleh Mashab Positif dilandasi pemikiran Lombroso, yang mencoba mencari musabab kejahatan dengan memfokuskan pada pendekatan individual.sebab
Tidak musabab kejahatan denganberhenti pada upaya menjelaskan sebab pendekatan individual, Mashab Positif juga berusaha menjelaskan sebab-musabab kejahatan berdasarkan pendekatan lingkungan, serta menghubungkan gejala kejahatan dengan kondisi-kondisi ekonomi, hasil belajar sosial, dan dengan konflik budaya.
Dalam perkembangan pemikiran tentang kejahatan, maka muncullah upaya yang mencari musabab kejahatan dalam hubungannya dengan eksistensi hukum. Halsebab ini muncul karena adanya pemikiran bahwa hukumlah yang menentukan keberadaan kejahatan. Aliran pemikiran yang demikian, kemudian, dikenal sebagai Mashab Kritis.
Teori Zona Konsentrasi
Park yakin benar bahwa kota dapat digunakan sebagai bahan pustaka untuk mempelajari kejahatan. Karena kota merupakan suatu organisme sosial tempat di mana masyarakat ketetanggaan dapat bertahan. Persoalannya, mengapa kejahatan berkembang dan meluas dalam daerah tertentu sementara di daerah lain kejahatan tidak berkembang. Atas hal ini,
Park dan koleganya Burgess merujuk pada konsep zona konsentrasi menurut pekerjaan penduduknya dan karakteristik kelas. Mereka mencermati bagaimana zona perkotaan berubah dari waktu ke waktu dan apa dampak dari proses perubahan tersebut bagi tingkat kejahatan.
Park dan Burgess menunjukkan bahwa zona transisi adalah sumber utama kejahatan perkotaan. Pada zona ini, dapat ditemui tingkat kenakalan remaja yang tinggi dan berbagai masalah sosial lainnya. Memahami bentuk, sifat atau karakter kejahatan perkotaan akan memberi kemungkinan bagi kita untuk mengetahui ciri-ciri kejahatan perkotaan. Atas dasar itu, dapat dirumuskan berbagai kebijakan untuk melakukan pencegahan maupun penaggulangannya.
Sepanjang kejahatan perkotaan diartikan sebagai perbuatan yang dapat dipidana menurtut perundang-undangan yang berlaku, maka secara umum tidak ada perbedaan yang mendasar antara kejahatan perkotaan dengan kejahatan yang bukan kejahatan perkotaan, atau kejahatan pada umumnya. Pencurian, pembunuhan, penganiayaan, penipuan, penggelapan, perkosaan dapat terjadi di mana saja.
Namun harus diakui bahwa ada pula bentuk-bentuk kejahatan tertentu yang hanya mungkin terjadi atau sekurang-kurangnya dipermudah oleh lingkungan perkotaan.
Tanpa mengurangi adanya karakter khas seseorang, secara umum dapat dikatakan bahwa dorongan untuk melakukan kejahatan tidak semata-mata karena memang tersimpan tingkah laku jahat, tetapi juga ada faktor-faktor nilai, keadaan dan lingkungan yang tak jarang justru menjadi faktor yang sangat berperan untuk mempengaruhi seseorang melakukan kejahatan.
Teori Tempat Kejahatan dan Teori Aktivitas Rutin
Hasil pengamatan Shaw, McKay, Stark menunjukkan bahwa kejahatan tidak akan muncul pada setiap masalah sosial yang ada namun kejahatan akan muncul andaikata masalah sosial tertentu mempunyai kekuatan yang mendorong aspek-aspek kriminogen. Teori Stark tentang tempat kejahatan memberi beberapa penjelasan tentang mengapa kejahatan terus berkembang sejalan dengan perubahan/perkembangan di dalam populasi.
Para ahli yang mengkaji tradisi disorganisasi sosial sudah sejak lama memusatkan perhatian pada tiga aspek korelatif kejahatan ekologis, yaitu kemiskinan, heterogenitas kesukuan, dan mobilitas permukiman. Tetapi aspek korelatif tersebut, saat ini, sudah diperluas lagi untuk menguji dampak dari faktor tambahan seperti keluarga, single-parent, urbanisasi, dan kepadatan structural Stark memberlakukan lima variabel yang diyakini dapat mempengaruhi tingkat kejahatan di dalam masyarakat, yakni kepadatan, kemiskinan, pemakaian fasilitas secara bersama, pondokan sementara, dan kerusakan yang tidak terpelihara.
Variabel tersebut dihubungkan dengan empat variabel lainnya, yakni moral sisnisme di antara warga, kesempatan melakukan kejahatan dan kejahatan yang meningkat, motivasi untuk melakukan kejahatan yang meningkat, dan hilangnya mekanisme kontrol sosial.
Teori Aktivitas Rutin menjelaskan bahwa pola viktimisasi sangat terkait dengan ekologi sosial. Studi yang dilakukan menunjukkan secara jelas hubungan antara pelaku kejahatan, korban, dan sistem penjagaan.
Penjelasan Teori Struktur Sosial Tentang Kejahatan
Di dalam khasanah Kriminologi terdapat sejumlah teori yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok teori yang menjelaskan peranan dari faktor struktur sosial dalam mendukung timbulnya kejahatan, antara lain teori Anomie, teori Frustrasi Status dan Formasi Reaksi, teori Struktur Kesempatan Berbeda dan penjelasan tentang hubungan antara Kondisi Ekonomi dan Kejahatan.
Teori Anomie dari Merton menjelaskan aspek ketiadaan norma dalam masyarakat karena adanya jurang perbedaan yang lebar antara aspirasi dalam bidang ekonomi yang melembaga dalam masyarakat dengan kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh struktur sosial kepada warga masyarakatnya untuk mencapai aspirasi tersebut.
Teori Frustrasi Status dan Formasi Reaksi, teori Struktur Kesempatan Berbeda pada dasarnya menjelaskan aspek subkebudayaan yang terdapat dalam kebudayaan induk (dominan) masyarakat tertentu, yang karena muatan nilai dan normanya yang bertentangan dengan kebudayaan induk (dominan) tersebut, dapat menimbulkan suatu pola perilaku kriminal.
Kejahatan Tertentu dalam Konteks Struktur Sosial
Struktur sosial dalam masyarakat dapat menyebabkan munculnya beberapa kejahatan tertentu. kejahatan itu sebenarnya didukung oleh perbedaan struktur sosial itu sendiri. Pemahaman dan persepsi yang salah oleh kelompok tertentu yang berada di dalam struktur sosial dapat menyebabkan dilakukannya perbuatan tertentu yang dapat digolongkan sebagai kejahatan, yang menurut orang yang bersangkutan dimungkinkan dan dibenarkan karena dirinya berada dalam struktur sosial dimaksud. Beberapa kejahatan tersebut antara lain white collar crime dan domestic violence.
Secara harafiah white collar crime diartikan sebagai ‘kejahatan kerah putih’. White collar crime adalah kejahatan yang melibatkan orang yang terhormat dan dihormati serta berstatus sosial tinggi (Sutherland dan Cressey, 1960). Versi lain mengatakan bahwa “kejahatan orang berdasi” adalah penyalahgunaan kepercayaan oleh orang yang pada umumnya dipandang sebagai warga yang jujur dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Domestic Violence atau kekerasan dalam rumah dapat adalah kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga. Rumah Tangga, dapat diartikan sebagai tempat semua orang yang tinggal di bersama di satu tempat kediaman.
Dalam perkembangannya, rumah tangga ini dapat berupa wadah dari suatu kehidupan penghuninya yang bisa saja terdiri dari berbagai status, seperti suami istri, orangtua dan anak; orang yang mempunyai hubungan darah; orang yang bekerja membantu kehidupan rumah tangga, orang lain yang menetap di sebuah rumah tangga; orang yang hidup bersama dengan korban atau mereka yang masih atau pernah tinggal bersama.
Teori Belajar Sosial
Teori Differential Association dari Sutherland, pada pokoknya, mengetengahkan suatu penjelasan sistematik mengenai penerimaan pola-pola kejahatan. Kejahatan dimengerti sebagai suatu perbuatan yang dapat dipelajari melalui interaksi pelaku dengan orang-orang lain dalam kelompok-kelompok pribadi yang intim. Proses belajar itu menyangkut teknik-teknik untuk melakukan kejahatan, motif-motif, dorongan-dorongan, sikap-sikap dan pembenaran-pembenaran argumentasi yang mendukung dilakukannya kejahatan.
Teori Kontrol Sosial
Teori Kontrol Sosial menyatakan bahwa ada suatu kekuatan pemaksa di dalam masyarakat bagi setiap warganya untuk menghindari niat melanggar hukum. Dalam kaitan ini ada beberapa konsep dasar dari Kontrol Sosial yang bersifat positif, yakni Attachment, Commitment, Involvement, dan Beliefs, yang diyakini merupakan mekanisme penghalang bagi seseorang yang berniat melakukan pelanggaran hukum.
Teori Label
Munculnya teori Labeling menandai mulai digunakannya metode baru untuk mengukur atau menjelaskan adanya kejahatan yaitu melalui penelusuran kemungkinan dampak negatif dari adanya reaksi sosial yang berlebihan terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan.
Konsep teori labeling menekankan pada dua hal, pertama, menjelaskan permasalahan mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu diberi label, dan kedua, pengaruh dari label tersebut sebagai suatu konsekuensi dari perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku kejahatan.
Perspektif Konflik dalam Sosiologi
Hubungan antara Perspektif konflik dan perspektif fungsional di dalam sosiologi adalah unik dengan fakta bahwa beberapa sarjana sosiologi mengakui perspektif konflik adalah lawan yang tepat dari perspektif fungsional, sementara orang lain berpendapat bahwa perspektif konflik dan perspektif fungsional tidaklah serupa dan bahwa Perspektif konflik hanyalah suatu jiplakan dari Perspektif fungsional.
Penganjur utama dari gagasan bahwa perspektif konflik adalah lawan yang tepat dari perspektif fungsional adalah Ralf Dahrendorf. Dahrendorf, yang menganggap dirinya sebagai ahli teori konflik, mensejajarkan perspektif konflik dengan perspektif fungsional untuk menunjukkan bagaimana sangat berbedanya ke dua perspektif tersebut.
Sungguhpun Dahrendorf melihat perbedaan utama antara perspektif konflik dan perspektif fungsional, namun ia mengakui bahwa Masyarakat tidak bisa ada tanpa kedua-duanya, konsensus dan konflik, yang mana adalah prasyarat dari tiap lainnya. Begitu, kita tidak bisa mempunyai konflik kecuali jika ada beberapa konsensus lebih dulu.
Salah satu ahli teori yang mencoba untuk menunjukkan bagaimana fungsionalisme struktural dan teori konflik bisa dikombinasikan adalah Lewis Coser. Coser berpendapat bahwa di bawah kondisi-kondisi tertentu konflik dapat bersifat fungsional bagi suatu masyarakat. Artinya, konflik itu ada gunanya bagi perkembangan masyarakat.
Teori Konflik Kebudayaan
Teori konflik kebudayaan memandang bahwa masyarakat membawa potensi konflik melalui penerapan budayanya, terlebih jika satu masyarakat dengan budayanya bertemu atau bersinggungan dengan masyarakat yang lain dengan budaya yang lain dalam situasi saling berlomba dan mendominasi.
Terkait dengan budaya yang terinternalisasi dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu maka muatan kepentingan yang khas dari masyarakat atau kelompok juga mewarnai konflik yang terjadi di dalam masyarakat tersebut. Konflik kepentingan tersebut oleh beberapa pakar aliran konflik ini kemudian dipercaya akan terkait dan terwujud dalam berbagai aspek kehidupan kemasyarakatan. Hukum, dengan demikian, juga merupakan salah satu aspek kehidupan bermasyarakat yang terkait dan bahkan dapat dijadikan sarana oleh kelompok tertentu untuk merealisasikan kepentingan “ingroup”nya.
Konflik Kelas Sosial dan Kejahatan
Quinney dalam teorinya tentang realitas kejahatan mengatakan bahwa realitas kejahatan yang dikonstruksi untuk seluruh anggota masyarakat oleh mereka dalam tampuk kekuasaan merupakan realitas di mana kita cenderung menerimanya sebagai bagian dari kita sendiri. Dengan melakukan hal itu, kita mengakui eksistensi mereka yang dalam tempuk otoritas untuk melaksanakan tindakan yang sebagian besar mempromosikan kepentingan mereka. Ini adalah realitas politik (politics of reality). Realitas sosial dari kejahatan dalam sebuah masyarakat yang terorganisasi secara politik terkonstruksi sebagai sebuah tindakan politik.
Chambliss dan Seidman (1971) mulai dengan pernyataan bahwa ketika masyarakat menjadi semakin kompleks, maka kepentingan individu dalam masyarakat mulai berbeda, dan mereka lebih mungkin berada dalam konflik satu dengan lainnya dan harus dibantu untuk memecahkan perselisihan ini.
Menurut kedua pakar ini perbedaan seperti ini timbul karena nilai sebagian besar orang dipengaruhi oleh kondisi kehidupan mereka yang semakin berbeda karena masyarakat semakin kompleks. Pada umumnya, akibat dari perselisihan tersebut dapat terselesaikan melalui rekonsilasi atau kompromi.
Kedua pakar ini kemudian mengemukakan bahwa menarik sekali untuk mencari apakah yang terbaik bagi penjelasan tentang apa yang sesungguhnya terjadi dalam pembuatan dan penegakkan hukum, apakah itu consensus model ataukah conflict model.
Teori lain yang juga memusatkan perhatian pada hubungan antara kejahatan dengan konflik kelas adalah teori yang dikemukan oleh David M. Gordon tentang Class and Economic of Crimen yang diterbitkan pada tahun 1971.
Gordon mengatakan bahwa kejahatan, pada hakikatnya, merupakan respon-respon rasional terhadap bekerjanya sistem ekonomi dominan dari suatu negara yang ditandai oleh persaingan serta berbagai bentuk ketidakmerataan. Pelaku kejahatan adalah orang-orang yang bertindak secara rasional untuk bereaksi terhadap kondisi-kondisi kehidupan golongan sosialnya di dalam masyarakat.
Kemudian juga Taylor, Walton dan Young mempromosikan suatu pendekatan baru dalam upaya mereka melakukan penelitian dan pemahaman ilmiah terhadap masalah kejahatan. Untuk lebih memahami secara jelas tentang apa yang disebut sebagai kejahatan, maka atas hal itu mereka kemudian memfokuskan pada berbagai upaya dalam mengungkapkan kejahatan.
Masih banyak perbedaan pendapat tentang batasan dan lingkup kriminologi. Namun demikian jika kita cermati berbagai definisi yang diberikan oleh banyak sarjana, kita dapat memberikan batasan tentang kriminologi baik secara sempit maupun secara luas. Batasan kriminologi secara sempit adalah ilmu pengetahuan yang mencoba menerangkan kejahatan dan memahami mengapa seseorang melakukan kejahatan.
Secara luas, kriminologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mencakup semua materi pengetahuan yang diperlukan untuk mendapatkan konsep kejahatan serta bagaimana pencegahan kejahatandilakukan, termasuk di dalamnya pemahaman tentang pidana atau hukuman. Bidang ilmu yang menjadi fokus kriminologi dan objek studi kriminologi, mencakup:
Sosiologi Hukum yang lebih memfokuskan perhatiannya pada objek studi Kriminologi, yakni kejahatan, dengan mempelajari hal-hal yang terkait dengan kondisi terbentuknya Hukum Pidana, peranan hukum dalam mewujudkan nilai-nilai sosial, serta kondisi empiris perkembangan hukum.
Etiologi Kriminal lebih memfokuskan perhatiannya pada objek studi Kriminologi, yakni penjahat, yaitu mempelajari alasan seseorang melanggar Hukum (Pidana), atau melakukan tindak kejahatan sementara orang lainnya tidak melakukannya. Kita harus mempertimbangkannya dari berbagai faktor (Multiple Factors), tidak lagi hanya faktor hukum atau Legal saja (Single Factor).
Penologi lebih memfokuskan perhatiannya pada objek studi Kriminologi, yakni reaksi Sosial, dengan mempelajari hal-hal yang terkait dengan berkembangnya hukuman, arti dan manfaatnya yang berhubungan dengan “control of crime”.
Viktimologi yang lebih memfokuskan perhatiannya pada objek studi Kriminologi, yakni korban kejahatan, dengan mempelajari hal-hal yang terkait dengan kedudukan korban dalam kejahatan, interaksi yang terjadi antara korban dan penjahat, tanggung jawab korban pada saat sebelum dan selama kejahatan terjadi.
Dalam kriminologi terdapat beberapa teori yang dibagi kedalam tiga perspektif yaitu :
1. teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perpektif biologi dan psikologis.
2. teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perpektif sosiologis,
3. teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perpektif lain.
teori yang menjelaskan kejahatan dari perpektif biologi dan psikologis.
“Cesare Lombroso” seorang Italia yang sering dianggap sebagai “the father of modern criminology” ia menjelaskan kejahatan dari mashab klasik menuju mashab positif.
Perbedaan signifikan antara mashab klasik dan mashab positif adalah bahwa yang terakhir tadi mencari fakta empiris untuk menmgkonfirmasi gagasan bahwa kejahatan itu dutentukan oleh berbagai factor.dimana para tokoh psikologis mempertimbangkan suatu variasi dari kemungkinan cacat dalam kesadaran, ketidak matangan emosi, sosialisasi yang tidak memadai dimasa kecil, kehilangan hubungan dengan ibu dll.
Sementara dari tokoh biologis mengukuti tradisi Charles Goring dalam upaya menelusuri tentang tingkah laku criminal.
Penjelasan biologis Atas Kejahatan
Auguste Comte(1798-18570 ) membawa pengaruh penting bagi para tokoh mazhab positif menurutnya ” there could be no real knowledge of social phenomena unless it was based on a positivist. Tokoh yang terkenal diantaranya yaitu:
Cesare Lomroso
dimana ia mengabungkan positivisme comte, evaluasi dari Darwin . ajaran inti dari teori nya menjelaskan tentangpenjahat mewakili suatu tipe keanehan fisik, yang berbeda dengan non criminal, dia menklaim bahwa para penjahat mewakili sutau bentuk kemerosotan yang termanifes dalam karakter fisik yang merefleksikan suatu bentuk awal dari evolusi.
Teori nya tentang born criminal menyatakan bahwa para penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam kehidupan, lebih mendekati nenek moyang mereka yang mirip kera dalam sifat bawaan dan watak dibandingkan mereka yang bukan penjahat.
Enrico Ferri
Ferri berpendapat bahwa kejahatan dapat dijelaskan melalui studi pengaruh pengaruh interaktif diantara factor fisik dan factor sosial. Dia juga berpendapat bahwa kejahatan dapat dikontrol denagn perubahansosial.
Raffaela Garafola
Menurut teori ini kejahatan-kejahatan alamiah ditemukan didalam seluruh masyarakat manusia, tidak peduli pandangan pembuat hukum dan tidak ada masyarakat yang beradab dapat mengabaikannya.
Charles Buchman Goring
Ia menyimpulkan tidak ada perbedaan-perbedaan signifikan antara penjahat dan non penjahat kecuali dalam hal tinggi dan berat tubuh. Para penjahat didapat lebih kecil danramping. Ia menafsirkan temuan ini sebagai penegasan dari hipotesanya bahwa para penjahat secara biologi lebih nferior tetapi tidak menemukan satu pun tipe fisik penjahat.
BODY TYPES THEORIES
(teori-teori fisik)
a. Ernst Kretchmer( 1888-1964)
Ia mengidentifikasi empat tipe fisik yakni; asthenic; athletic; pyknic; dan beberapa tipe campuran
b. Ernest A. Hooten
Seorang antropologi fisik. Perhatiannya terhadap kriminalitas yang secara biologis ditentukan dengan publikasinya yang membandingkan penghuni penjara diamirika dengansuatu control group dari non criminal.
c. William H. Sheldon
Ia memfomulasikan sendiri sendiri kelompok samatotypes. Menurutnya orang yang didomisi sifat bawaan mesomorph cenderung lebih dari orang lainnya untuk terlibat prilaku illegal.
d. Sheldon Glueck
Ia melakukan studi kompratif antar pria delinquent dengan non-dilenqunt.
PENJELASAN PSIKOLOGIS ATAS KEJAHATAN
Theori psikoanalisis ( Sigmund Freud)
Teori ini menghubungkan dilequent dan prilaku criminal denag suatu conscience yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan siindividu dan bagi kebutuhan yang harusa segera dipenuhi.
Moral development theory
Lawrence Kohlberg seorang psikolog menemukan bahwa pemikiran moral tumbuh dalam tiga tahap yakni; preconvensional stage,conventional level, dan postconventional.
Sedangkan John Bowlhy mempelajari kebutuhan akan kehangatan dan afeksi sejak lahir dan konsekwensi bila tidak mendapatkan itu, dia mengajukan theory of attachment
Social Learning Theory
Teori pembelajaran ini berpendirian bahwa prilaku dilenquent ini dipelajari melalui proses psikologis yang sama sebagai mana semua prilaku non dilenquent.tokoh yang mendukung teori ini diantaranya adalah;
Albert Bandura
Ia berpendapat bahwa individu-individu yang mempelajari kekerasan dan agresi melalui behavioral modeling; anak belajar bertingkah laku melalui peniruan tingkah laku orang lain.
Gerard Peterson
Ia menguji bagaimana agresi dipelajari melalui pengalaman langsung. Ia melihat bahwa nanak-anak yang bermain secara pasifsering menjadi korban anak-anak lainnya tetapi kadanng-kadang berhasil mengatasi serangan itu dengan agresi balasan. Dengan berlalunya waktu anak-anak ini belajar membela diri dan akhirnya mereka mulai perkelahian.
Ernesnt Burgess dan Ronald Akers
Dimana mereka mengabungkan learning theory dari Bandura yang berdasarkan psikologi dengan theori differential association dari Erwin Sutherland yang berdasarkan sosiologi dan kemudian menghasilkan teori differential association rein forcemt.
TEORI-TEORI YANG MENJELASKAN
KEJAHATAN DARI PERSPEKTIF
SOSIOLOGIS
Dimana teori-teori sosiologis mencari alasan perbedaan dalam angka kejahtan didalam linkungan sosial. Teori ini ndapat dikatagorikan dalam 3 katagori umum yakni; strain, culture divience, dan social control.
StrainTheories
Theori Anomie dari Emile Durhkeim
Ia menyakini jika sebuah masyarakat sederhan bekembang menuju suatu masyarakat yang modern dan kota maka kedekatan yang dibutukan untuk melanjutkan satu set norma akan merosot dimana kelompok-kelompok akan terpisah dan dalam ketiadaan dalam satu set aturan-aturan umum tidakan-tindakan dan harapan orang dalam satu sektor mungkin akan bertentangan tindakan dan harapamn orang lain dengan tidak dapat diprediksi perilaku system tersebut secara bertahap akan runtuh dan masyarakat itu dalam kondisi anomie.
Durkheim mempercayai bahwa hasrat manusia adalah tak terbatas satu. Karena alam tidak mengatur batas-batas biologis yang ketat untuk kemampuan manusia.
CULTURAL DEVIANCE THEORIES
(TEORI-TEORI PENYIMPANGAN BUDAYA)
Tiga teori utama dari kultur devince theories yakni;
social disorganization
yang terfokus pada perkembangan disintegrasi nilai konvensional yang disebabkan industrialisasi yang cepat, peningkatan imigrasi dan urbanisasi.tokoh yang terkenal diantaranya adalah;
a. W.I Thomas dan Florian Znanieck
Dalam buku mereka yang berjudul The polish peasant in ueropa and America mengambarkan pengalaman sulit yang dialami petani polandia ketika mereka meninggalkandunia lamanya yaitu pedesaan untuk menuju kota industi disunia baru. Selain itu mereka menyelidiki asimilasi dari para imigran dimana para imigra tua tidak begitu terpengaru akan kepindahan itu meski berada didaerah kumuh.tetapi tidak demikian dengan generasi muda mereka memiliki sedikit tradisi lama tetapi tidak terasimilasi dengan tradisi dunia baru.
a. Robert Park dan Ernest Burgess.
Mereka mengembangkan lebih lanjut studi tentang social disorganization dari Thomas dan Znaniecki dengan menintrodisir analisa ekologi dari masyarakat dunia.
Dalam studinya tentang disorganization sosial meneliti karakter daerah dan bukan meneliti para penjahat untuk penjelasantentang tingginya angka kejahatan.mereka mengembangkan pemikiran tentang natural urban areas yang terdiri atas zona-zona kosentrasi yang memanjang keluar dari distrik pusat bisnisditengah kota.
a. Clifford Shaw dan Hendri McKay
Dimana mereka menunjukan bahwa angka tertinggi dari dilenquent berlangsung terus diarea yang sama dari kota Chicago meskipun komposisi etnis berubah. Penemuan ini membawa kesimpulan bahwa factor yang paling menentukan bukan lah etnissitas melainkan posisi kelompok didalam penyebaran status ekonomi dan nilai-nilai budaya.
Culture conflick theory
Menegaskan bahwa kelompok-kelompok yang berlainan belajar conduck norm yang berbeda dan bahwa conduck norms dari suatu kelompok mungkin berbenturan dengan aturan konvensional kelas menegah.tokoh nya yang terkenal adalah Thorsten sellin dimana ia mengatakan conduk norm merupakan aturan yanmg merefleksikan dari sikap-sikap dari kelompok yang masing-masing dari kita memilikinya.
differential association theory
memegang pendapat bahwa orang belajar melakukan kejahatan sebagai akibat hubungan dengan nilai-nilai dan siap anti sosial serta pola tingkah laku criminal.tokohnya yang terkenal adalah; Edwind H. Sutherland dimana ia mengantikan konsep social disorganized dengan konsepnya tentang differential social organization.
SICIAL CONTROL
Konsep sosial control lahir pada peradaban dua puluhan, e.A.ros salah seorang Bapak sosialog amirika berpendapat bahwa system keyakinan lah yang membimbing apa yang dilakukan oleh orang-orang dan yangsecara universal mengontrol tingkah laku, tidak peduli apapun bentuk keyakinan yang dipilih.
Berikut ini beberapa pendsapat yang tergabung dalam teori control sosial;
TRAVIS HIRCHI( SOCIAL BONDS)
Ia menyebutkan empat sosial bonds yangn mendorong sosialzation dan conformity diri yaitu; attecment ( kasih saying), commitment, involemt, dan bilief. Menurutnya semakin kuat ikatan ikatan ini semakin kecil kemungkinan terjadi dilenquncy.
MICHAELGOTFREDSON dan TRAVIS HIRSCHI ( SELF CONTROL THEORY0
Merka justru menegaskan bahwa self control yang terpendam pada awal kehidupan seseorangmenetukan siapa yang jatuh sebagai pelaku kejahatan. Jadi control merupakan suatu keadaan internal yang permanent dibandingkan pada hasil dari perjalanan factor biologis menurut mereka self control merupakan alat pencegah yang membuat sesorang menolak kejahatan dan pemuasan sesaat.
DAVID MATZA (TECHNIQUES OF NETRALIZATION )
Pada tahun 1960an ia mengembang suatu perspektif yang berbeda secara signifikan pada sosial control dengan menjelaskan mengapa sebagian remaja hanyut kedalam atau keluar dari dilequency. Menurutnya remaja merasakan suatu kewajiban moral untuk memntaati atau terikat dengan hukum.
Jika seorang remaja terikat oleh aturan sosial bagaimana menjustifikasikan tindakan mereka. Jawabnya bahwa mereka mengembangkan techinis quest of netralisir untuk merasionalisasikan tindakan mereka.
ALBERT J.REISS ( PERSONAL AND SOSIAL CONTROL)
Menurutnya dilenquency merupakan hasil dari; kegagalan dalam menanamkan norma berprilaku yang secara sosial diterima dan titentukan, runtuhnya control sosial, dan tiadanya aturan aturanyang menentukan tingkah laku dikeluarga sekolah dan kelompok sosial lainnya.
WALTERC. RECKLESS
Yang dimaksud dengan containment theory menurutnya adalah untuk menjelaskan mengapa ditengah berbagai dorongan dan tarikan tarikan kriminogenikyang beraneka macam apapun itu bentuknya, comformnity tetaplah menjadi sikap yang umum.
TEORI-TEORI DARI
PERPEKTIF LAINNYA.
Teori dari perpektif lainnya ini merupakan suatu alternative penjelasan terhadap kejahatan yang berbeda debgab teori sebelumnya. Penjelasan alternative ini secara tegas menolak model consensus tentang kejahatan dimana semua teori sebelumnya . menurut teori ini kalau perbuatan tidak dibuat kejahatan oleh hukum maka tidak seorang pun yang melakukan perbuatan itu dapat disebut sebagi seorang penjahat.dalam pembahasan ini akan menjeaskan mengenai teori teori ;
LABELING THEORY
Para pakar memandang para kriminal bukan sebagai orang yang bersifat yang terlibat dalam perbuatan-perbuatan bersifat salah tetapi merea adalah individu yang sebelumnya pernah berstatus jahat sebagai pemberian system peradilan pidana maupun masyarakat secara luas.
CONFLICK THEORY
Theory conflick ini menyoalkan mengenai proses pembuatan hukum itu sendiri
TUJUAN KRIMINOLOGI:
Memberikan saran dalam pembuatan Rencana Undang-undang (hukum pidana)
Untuk memperlihatkan bahwa kejahatan sangat mahal
Untuk menghindari rasa benci yang negatif atau rasa simpati yang tidak sehat/tidak positif pada pelaku kejahatan
Untuk memperbaharui pandangan hukum pidana terhadap masalah kejahatan dalam masyarakat dengan jalan memperhatikan catatan-catatan tertentu tentang kejahatan hukum adat
Keterkaitan Krimonologi Dengan Bidang Studi Lain
Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mencoba menjelaskan masalah-masalah yang terkait dengan kejahatan dan penjahat, dalam perkembangannya, tidak terlepas dari berbagai bidang studi yang juga berorientasi pada eksistensi hubungan sosial dan produk yang dihasilkan dari hubungan sosial yang ada., seperti antropologi, sosiologi, psikologi kriminalistrik serta ilmu hukum pidana. Semakin kompleks pusat perhatian kriminologi maka semakin bermanfaat pula pemahaman-pemahaman dari berbagai bidang ilmu dalam hal menyumbangkan ke arah penjelasan yang lebih komprensif yang merupakan tugas dari kriminologi tersebut, karena sifatnya yang multidisipliner, perkembangan teori dan metodologi pada disiplin ilmu yang lain sangat berpengaruh terhadap perkembangan kriminologi dalam menganalisis kejahatan.
Arti dan Status Penjahat
Bukanlah suatu kerja yang sederhana untuk mempelajari “siapa itu penjahat”. Langkah pertama adalah dengan memberi batasan yang sangat sederhana tentang penjahat, yaitu “seseorang yang melakukan kejahatan". Sebelum melangkah lebih jauh, kini kita harus mencermati terlebih dahulu apa itu kejahatan. Kejahatan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh penjahat. Penjahat inilah yang akan kita beri batasannya. Dalam Modul terdahulu kita telah membahas cukup rinci tentang apakah itu kejahatan. Kejahatan dapat didekati dari dua pendekatan utama yakni yuridis dan kriminologis.
Secara yuridis, kejahatan kita artikan sebagai setiap perbuatan yang melanggar undang-undang atau hukum pidana yang berlaku di masyarakat. Sedangkan secara kriminologis, kejahatan bukan saja suatu perbuatan yang melanggar undang-undang atau hukum pidana tetapi lebih luas lagi, yaitu yang mencakup perbuatan yang anti sosial, yang merugikan masyarakat, walaupun perbuatan itu belum atau tidak diatur oleh undang-undang atau hukum pidana.
Dengan melihat batasan kejahatan seperti telah diuraikan di bagian terdahulu maka penjahat adalah seseorang (atau sekelompok orang) yang melakukan perbuatan anti sosial walaupun belum atau tidak diatur oleh undang-undang atau hukum pidana (kriminologis). Dalam arti sempit, penjahat adalah seseorang yang melakukan pelanggaran undang-undang atau hukum pidana, lalu tertangkap, dituntut, dan dibuktikan kesalahannya di depan pengadilan serta kemudian dijatuhi hukuman.
Kedudukan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana
Hingga dewasa ini masih belum banyak perhatian dan studi terhadap korban kejahatan. Dalam literatur, perhatian tentang korban mulai berkembang pada akhir tahun 1970-an. Sementara itu perkembangan pemikiran dalam peradilan pidana juga lebih banyak mengedepankan masalah hak-hak pelaku kejahatan
Schafer dalam bukunya Victimology: The Victim and His Criminal mengembangkan konsep yang juga memposisikan korban sebagai pihak yang juga harus menanggung kesalahan dalam konteks terjadinya kejahatan. Banyak viktimisasi yang dilaporkan dan yang tidak dilaporkan. Sangat mudah memahami mengapa para pelacur, homoseksual dan pecandu enggan melaporkan viktimisasi yang dialaminya. Namun, banyak korban dari kejahatan lainnya yang tidak melaporkan kejadian yang menimpa mereka.
Ketika menjadi korban kejahatan, seseorang mengalami krisis dalam hal fisik, finansial, sosial dan psikologis. Berat ringannya krisis tersebut tergantung pada bagian mana dari diri korban yang diserang. Misalnya jika seseorang menjadi korban penjambretan, ia merasa kehilangan simbol dirinya berupa kartu kredit, uang atau kartu identitasnya. Ia juga merasa diserang otoritasnya dan kepercayaannya.
Meluasnya peristiwa viktimisasi, akhirnya, mendorong munculnya “undang-undang tentang hak korban” untuk melindungi korban sebagaimana undang-undang dasar untuk melindungi hak-hak pelaku kejahatan.
Risiko Viktimisasi
Adanya kejahatan di dalam masyarakat antara lain menimbulkan gejala fear of crime dari anggota masyarakat. Fear of Crime sendiri diartikan sebagai kondisi ketakutan dari anggota masyarakat yang potensial menjadi korban kejahatan atau merasa dirinya rentan dalam hal dikenai ancaman kejahatan atau kejahatan. Jadi sebenarnya fear of crime itu sangat perseptual, tergantung bagaimana individu yang bersangkutan mengukur kerentanan dirinya untuk menjadi korban kejahatan.
Analisis risiko menjadi penting dalam memahami hubungan antara pelaku dan korban dalam terjadinya suatu kejahatan. Dalam penilaian risiko dapat digambarkan hubungan antara korban dan gaya hidupnya yang akhirnya membawa pelaku kejahatan kepada korban.
Analisis risiko juga penting dalam hal memahami hubungan antara pelaku dan korban dalam terjadinya suatu kejahatan. Dalam penilaian risiko dapat digambarkan hubungan antara korban dan gaya hidupnya yang akhirnya membawa pelaku kejahatan kepada korban. Namun masalahnya adalah tidak semua pihak yang terviktimisasi menyadari bahwa mereka sebenarnya merupakan korban dari suatu kejahatan.
Reaksi Represif dan Reaksi Preventif
Reaksi sosial terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan (penjahat), dilihat dari segi pencapaian tujuannya, dapat dibagi menjadi dua, yakni reaksi yang bersifat (represif) dan reaksi yang bersifat (preventif). Karena berbeda tujuannya maka secara operasionalnya pun akan berbeda, khususnya dari metode pelaksanaan dan sifat pelaksanaannya.
Secara singkat, pengertian reaksi atau tindak represif adalah tindakan yang dilakukan oleh masyarakat (formal) yang ditujukan untuk menyelesaikan kasus atau peristiwa kejahatan yang telah terjadi, guna memulihkan situasi dengan pertimbangan rasa keadilan dan kebenaran yang dijunjung tinggi.
Sementara itu yang dimaksud dengan reaksi atau tindak (preventif) adalah tindak pencegahan agar kejahatan tidak terjadi. Artinya segala tindak-tindak pengamanan dari ancaman kejahatan adalah prioritas dari reaksi preventif ini.
Menyadari pengalaman-pengalaman waktu lalu bahwa kejahatan adalah suatu perbuatan yang sangat merugikan masyarakat maka anggota masyarakat berupaya untuk mencegah agar perbuatan tersebut tidak dapat terjadi.
Reaksi Formal dan Reaksi Informal
Reaksi formal terhadap kejahatan adalah reaksi yang diberikan kepada pelaku kejahatan atas perbuatannya, yakni melanggar hukum pidana, oleh pihak-pihak yang diberi wewenang atau kekuatan hukum untuk melakukan reaksi tersebut.
Sebagai suatu sistem pengendali kejahatan maka secara rinci, tujuan sistem peradilan pidana, dengan demikian, adalah (1) mencegah agar masyarakat tidak menjadi korban kejahatan, (2) menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana, serta (3) mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi kejahatannya.
Kita telah pahami bahwa kejahatan adalah suatu perbuatan yang merugikan masyarakat sehingga terhadapnya diberikan reaksi yang negatif. Kita juga telah pahami bahwa reaksi terhadap kejahatan dan penjahat, dipandang dari segi pelaksanaannya, dapat dibagi menjadi dua yakni reaksi formal – yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, dan reaksi informal – yang dilakukan bukan oleh aparat penegak hukum tetapi oleh warga masyarakat biasa.
Masyarakat biasa – di samping telah mendelegasikan haknya kepada aparat penegak hukum – berhak saja bereaksi terhadap kejahatan dan penjahat sebatas mereka tidak melanggar peraturan yang ada. Dalam kasanah kriminologi, reaksi informal dari masyarakat itu lebih dikenal sebagai tindak kontrol sosial informal. Studi-studi memperlakukan beberapa aspek dari kontrol sosial informal pada tingkat komunitas ketetanggaan yang digunakan untuk membangun tipologi dari definisi operasional dari kontrol sosial informal. Definisi operasional ditemui dalam dua dimensi, yaitu bentuk dan tempat.
Penggolongan Ajaran tentang Etiologi Kriminal
Dalam studi kriminologi dikenal dua penjelasan dasar tentang kejahatan, yakni penjelasan spristis atau demonologis dan penjelasan naturalis.
Upaya mencari sebab musabab kejahatan pada akhirnya sampai pada pencarian melalui jalan ilmiah. Upaya-upaya ilmiah ini menghasilkan penjelasan-penjelasan yang berbeda-beda, yang demi kepentingan praktis dikelompokkan dalam beberapa tipologi ajaran tentang sebab musabab kejahatan.
Memang penggolongan itu mempermudah cara mempelajari sesuatu pengetahuan, akan tetapi di samping ini ada pula segi-segi negatifnya yakni berupa bahaya-bahaya sebagai berikut:
1. Orang cenderung untuk melebih-lebihkan penggolongan atau perbedaan-perbedaan antara golongan-golongan yang satu dengan golongan yang lain.
2. Dengan penggolongan ini batas-batas antara golongan yang satu dengan golongan yang lain sering dipertajam, sehingga apa yang berada di tengah-tengahnya dimasukan saja ke dalam salah satu golongan.
3. Penggolongan mereduksikan apa yang tidak cocok, buta akan realitas yang tidak cocok, dalam arti tidak mau tahu akan realitas-realitas yang tidak cocok. Dengan demikian bila ternyata ada hal-hal/segi-segi yang tidak cocok dengan apa yang telah digariskan oleh penggolongan, maka seringkali hal-hal/segi-segi tersebut dihilangkan saja, dianggap tidak ada.
Mashab Klasik Hingga Kritis
Mashab Klasik sangat kental oleh pemikiran Beccaria yang menghendaki penataan terhadap sistem penghukuman yang ada. Aspek yang menonjol dari mashab ini adalah pemikiran tentang Administration of Justice. Di mana terkandung prinsip dasar yang mengatur penyelenggaraan penjatuhan hukuman.
Pemikiran Administration of Justice dari mashab Klasik sangat mewarnai Undang-undang Pidana Perancis 1791 (Code 1791). Namun pada penerapannya kemudian ditemukan adanya hal-hal yang menyebabkan Code 1791 dirasakan justru melestarikan kesewenang-wenangan penghukuman.
Dalam pemberian hukuman, perhatian dan perlakuan terhadap pelanggar hukum, dalam hal-hal tertentu mendapat perhatian secara lebih individual, seperti usia pelanggar dan kemampuan mental/kejiwaan dihubungkan dengan pertanggungjawaban secara hukum. Namun demikian, menurut prinsip dasarnya, mashab neoklasik dan mashab klasik tidaklah jauh berbeda.
Upaya-upaya pencarian sebab-musabab kejahatan, pada masa-masa berikutnya, mendapat perhatian yang serius dan tidak lepas dari pengaruh revolusi ilmu yang berlangsung di Eropa. Kejahatan tidak lagi dicari akarnya pada konsep yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah, dan harus dicari dengan menggunakan metode ilmiah. Penjelasan tentang sebab musabab kejahatan oleh Mashab Positif dilandasi pemikiran Lombroso, yang mencoba mencari musabab kejahatan dengan memfokuskan pada pendekatan individual.sebab
Tidak musabab kejahatan denganberhenti pada upaya menjelaskan sebab pendekatan individual, Mashab Positif juga berusaha menjelaskan sebab-musabab kejahatan berdasarkan pendekatan lingkungan, serta menghubungkan gejala kejahatan dengan kondisi-kondisi ekonomi, hasil belajar sosial, dan dengan konflik budaya.
Dalam perkembangan pemikiran tentang kejahatan, maka muncullah upaya yang mencari musabab kejahatan dalam hubungannya dengan eksistensi hukum. Halsebab ini muncul karena adanya pemikiran bahwa hukumlah yang menentukan keberadaan kejahatan. Aliran pemikiran yang demikian, kemudian, dikenal sebagai Mashab Kritis.
Teori Zona Konsentrasi
Park yakin benar bahwa kota dapat digunakan sebagai bahan pustaka untuk mempelajari kejahatan. Karena kota merupakan suatu organisme sosial tempat di mana masyarakat ketetanggaan dapat bertahan. Persoalannya, mengapa kejahatan berkembang dan meluas dalam daerah tertentu sementara di daerah lain kejahatan tidak berkembang. Atas hal ini,
Park dan koleganya Burgess merujuk pada konsep zona konsentrasi menurut pekerjaan penduduknya dan karakteristik kelas. Mereka mencermati bagaimana zona perkotaan berubah dari waktu ke waktu dan apa dampak dari proses perubahan tersebut bagi tingkat kejahatan.
Park dan Burgess menunjukkan bahwa zona transisi adalah sumber utama kejahatan perkotaan. Pada zona ini, dapat ditemui tingkat kenakalan remaja yang tinggi dan berbagai masalah sosial lainnya. Memahami bentuk, sifat atau karakter kejahatan perkotaan akan memberi kemungkinan bagi kita untuk mengetahui ciri-ciri kejahatan perkotaan. Atas dasar itu, dapat dirumuskan berbagai kebijakan untuk melakukan pencegahan maupun penaggulangannya.
Sepanjang kejahatan perkotaan diartikan sebagai perbuatan yang dapat dipidana menurtut perundang-undangan yang berlaku, maka secara umum tidak ada perbedaan yang mendasar antara kejahatan perkotaan dengan kejahatan yang bukan kejahatan perkotaan, atau kejahatan pada umumnya. Pencurian, pembunuhan, penganiayaan, penipuan, penggelapan, perkosaan dapat terjadi di mana saja.
Namun harus diakui bahwa ada pula bentuk-bentuk kejahatan tertentu yang hanya mungkin terjadi atau sekurang-kurangnya dipermudah oleh lingkungan perkotaan.
Tanpa mengurangi adanya karakter khas seseorang, secara umum dapat dikatakan bahwa dorongan untuk melakukan kejahatan tidak semata-mata karena memang tersimpan tingkah laku jahat, tetapi juga ada faktor-faktor nilai, keadaan dan lingkungan yang tak jarang justru menjadi faktor yang sangat berperan untuk mempengaruhi seseorang melakukan kejahatan.
Teori Tempat Kejahatan dan Teori Aktivitas Rutin
Hasil pengamatan Shaw, McKay, Stark menunjukkan bahwa kejahatan tidak akan muncul pada setiap masalah sosial yang ada namun kejahatan akan muncul andaikata masalah sosial tertentu mempunyai kekuatan yang mendorong aspek-aspek kriminogen. Teori Stark tentang tempat kejahatan memberi beberapa penjelasan tentang mengapa kejahatan terus berkembang sejalan dengan perubahan/perkembangan di dalam populasi.
Para ahli yang mengkaji tradisi disorganisasi sosial sudah sejak lama memusatkan perhatian pada tiga aspek korelatif kejahatan ekologis, yaitu kemiskinan, heterogenitas kesukuan, dan mobilitas permukiman. Tetapi aspek korelatif tersebut, saat ini, sudah diperluas lagi untuk menguji dampak dari faktor tambahan seperti keluarga, single-parent, urbanisasi, dan kepadatan structural Stark memberlakukan lima variabel yang diyakini dapat mempengaruhi tingkat kejahatan di dalam masyarakat, yakni kepadatan, kemiskinan, pemakaian fasilitas secara bersama, pondokan sementara, dan kerusakan yang tidak terpelihara.
Variabel tersebut dihubungkan dengan empat variabel lainnya, yakni moral sisnisme di antara warga, kesempatan melakukan kejahatan dan kejahatan yang meningkat, motivasi untuk melakukan kejahatan yang meningkat, dan hilangnya mekanisme kontrol sosial.
Teori Aktivitas Rutin menjelaskan bahwa pola viktimisasi sangat terkait dengan ekologi sosial. Studi yang dilakukan menunjukkan secara jelas hubungan antara pelaku kejahatan, korban, dan sistem penjagaan.
Penjelasan Teori Struktur Sosial Tentang Kejahatan
Di dalam khasanah Kriminologi terdapat sejumlah teori yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok teori yang menjelaskan peranan dari faktor struktur sosial dalam mendukung timbulnya kejahatan, antara lain teori Anomie, teori Frustrasi Status dan Formasi Reaksi, teori Struktur Kesempatan Berbeda dan penjelasan tentang hubungan antara Kondisi Ekonomi dan Kejahatan.
Teori Anomie dari Merton menjelaskan aspek ketiadaan norma dalam masyarakat karena adanya jurang perbedaan yang lebar antara aspirasi dalam bidang ekonomi yang melembaga dalam masyarakat dengan kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh struktur sosial kepada warga masyarakatnya untuk mencapai aspirasi tersebut.
Teori Frustrasi Status dan Formasi Reaksi, teori Struktur Kesempatan Berbeda pada dasarnya menjelaskan aspek subkebudayaan yang terdapat dalam kebudayaan induk (dominan) masyarakat tertentu, yang karena muatan nilai dan normanya yang bertentangan dengan kebudayaan induk (dominan) tersebut, dapat menimbulkan suatu pola perilaku kriminal.
Kejahatan Tertentu dalam Konteks Struktur Sosial
Struktur sosial dalam masyarakat dapat menyebabkan munculnya beberapa kejahatan tertentu. kejahatan itu sebenarnya didukung oleh perbedaan struktur sosial itu sendiri. Pemahaman dan persepsi yang salah oleh kelompok tertentu yang berada di dalam struktur sosial dapat menyebabkan dilakukannya perbuatan tertentu yang dapat digolongkan sebagai kejahatan, yang menurut orang yang bersangkutan dimungkinkan dan dibenarkan karena dirinya berada dalam struktur sosial dimaksud. Beberapa kejahatan tersebut antara lain white collar crime dan domestic violence.
Secara harafiah white collar crime diartikan sebagai ‘kejahatan kerah putih’. White collar crime adalah kejahatan yang melibatkan orang yang terhormat dan dihormati serta berstatus sosial tinggi (Sutherland dan Cressey, 1960). Versi lain mengatakan bahwa “kejahatan orang berdasi” adalah penyalahgunaan kepercayaan oleh orang yang pada umumnya dipandang sebagai warga yang jujur dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Domestic Violence atau kekerasan dalam rumah dapat adalah kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga. Rumah Tangga, dapat diartikan sebagai tempat semua orang yang tinggal di bersama di satu tempat kediaman.
Dalam perkembangannya, rumah tangga ini dapat berupa wadah dari suatu kehidupan penghuninya yang bisa saja terdiri dari berbagai status, seperti suami istri, orangtua dan anak; orang yang mempunyai hubungan darah; orang yang bekerja membantu kehidupan rumah tangga, orang lain yang menetap di sebuah rumah tangga; orang yang hidup bersama dengan korban atau mereka yang masih atau pernah tinggal bersama.
Teori Belajar Sosial
Teori Differential Association dari Sutherland, pada pokoknya, mengetengahkan suatu penjelasan sistematik mengenai penerimaan pola-pola kejahatan. Kejahatan dimengerti sebagai suatu perbuatan yang dapat dipelajari melalui interaksi pelaku dengan orang-orang lain dalam kelompok-kelompok pribadi yang intim. Proses belajar itu menyangkut teknik-teknik untuk melakukan kejahatan, motif-motif, dorongan-dorongan, sikap-sikap dan pembenaran-pembenaran argumentasi yang mendukung dilakukannya kejahatan.
Teori Kontrol Sosial
Teori Kontrol Sosial menyatakan bahwa ada suatu kekuatan pemaksa di dalam masyarakat bagi setiap warganya untuk menghindari niat melanggar hukum. Dalam kaitan ini ada beberapa konsep dasar dari Kontrol Sosial yang bersifat positif, yakni Attachment, Commitment, Involvement, dan Beliefs, yang diyakini merupakan mekanisme penghalang bagi seseorang yang berniat melakukan pelanggaran hukum.
Teori Label
Munculnya teori Labeling menandai mulai digunakannya metode baru untuk mengukur atau menjelaskan adanya kejahatan yaitu melalui penelusuran kemungkinan dampak negatif dari adanya reaksi sosial yang berlebihan terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan.
Konsep teori labeling menekankan pada dua hal, pertama, menjelaskan permasalahan mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu diberi label, dan kedua, pengaruh dari label tersebut sebagai suatu konsekuensi dari perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku kejahatan.
Perspektif Konflik dalam Sosiologi
Hubungan antara Perspektif konflik dan perspektif fungsional di dalam sosiologi adalah unik dengan fakta bahwa beberapa sarjana sosiologi mengakui perspektif konflik adalah lawan yang tepat dari perspektif fungsional, sementara orang lain berpendapat bahwa perspektif konflik dan perspektif fungsional tidaklah serupa dan bahwa Perspektif konflik hanyalah suatu jiplakan dari Perspektif fungsional.
Penganjur utama dari gagasan bahwa perspektif konflik adalah lawan yang tepat dari perspektif fungsional adalah Ralf Dahrendorf. Dahrendorf, yang menganggap dirinya sebagai ahli teori konflik, mensejajarkan perspektif konflik dengan perspektif fungsional untuk menunjukkan bagaimana sangat berbedanya ke dua perspektif tersebut.
Sungguhpun Dahrendorf melihat perbedaan utama antara perspektif konflik dan perspektif fungsional, namun ia mengakui bahwa Masyarakat tidak bisa ada tanpa kedua-duanya, konsensus dan konflik, yang mana adalah prasyarat dari tiap lainnya. Begitu, kita tidak bisa mempunyai konflik kecuali jika ada beberapa konsensus lebih dulu.
Salah satu ahli teori yang mencoba untuk menunjukkan bagaimana fungsionalisme struktural dan teori konflik bisa dikombinasikan adalah Lewis Coser. Coser berpendapat bahwa di bawah kondisi-kondisi tertentu konflik dapat bersifat fungsional bagi suatu masyarakat. Artinya, konflik itu ada gunanya bagi perkembangan masyarakat.
Teori Konflik Kebudayaan
Teori konflik kebudayaan memandang bahwa masyarakat membawa potensi konflik melalui penerapan budayanya, terlebih jika satu masyarakat dengan budayanya bertemu atau bersinggungan dengan masyarakat yang lain dengan budaya yang lain dalam situasi saling berlomba dan mendominasi.
Terkait dengan budaya yang terinternalisasi dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu maka muatan kepentingan yang khas dari masyarakat atau kelompok juga mewarnai konflik yang terjadi di dalam masyarakat tersebut. Konflik kepentingan tersebut oleh beberapa pakar aliran konflik ini kemudian dipercaya akan terkait dan terwujud dalam berbagai aspek kehidupan kemasyarakatan. Hukum, dengan demikian, juga merupakan salah satu aspek kehidupan bermasyarakat yang terkait dan bahkan dapat dijadikan sarana oleh kelompok tertentu untuk merealisasikan kepentingan “ingroup”nya.
Konflik Kelas Sosial dan Kejahatan
Quinney dalam teorinya tentang realitas kejahatan mengatakan bahwa realitas kejahatan yang dikonstruksi untuk seluruh anggota masyarakat oleh mereka dalam tampuk kekuasaan merupakan realitas di mana kita cenderung menerimanya sebagai bagian dari kita sendiri. Dengan melakukan hal itu, kita mengakui eksistensi mereka yang dalam tempuk otoritas untuk melaksanakan tindakan yang sebagian besar mempromosikan kepentingan mereka. Ini adalah realitas politik (politics of reality). Realitas sosial dari kejahatan dalam sebuah masyarakat yang terorganisasi secara politik terkonstruksi sebagai sebuah tindakan politik.
Chambliss dan Seidman (1971) mulai dengan pernyataan bahwa ketika masyarakat menjadi semakin kompleks, maka kepentingan individu dalam masyarakat mulai berbeda, dan mereka lebih mungkin berada dalam konflik satu dengan lainnya dan harus dibantu untuk memecahkan perselisihan ini.
Menurut kedua pakar ini perbedaan seperti ini timbul karena nilai sebagian besar orang dipengaruhi oleh kondisi kehidupan mereka yang semakin berbeda karena masyarakat semakin kompleks. Pada umumnya, akibat dari perselisihan tersebut dapat terselesaikan melalui rekonsilasi atau kompromi.
Kedua pakar ini kemudian mengemukakan bahwa menarik sekali untuk mencari apakah yang terbaik bagi penjelasan tentang apa yang sesungguhnya terjadi dalam pembuatan dan penegakkan hukum, apakah itu consensus model ataukah conflict model.
Teori lain yang juga memusatkan perhatian pada hubungan antara kejahatan dengan konflik kelas adalah teori yang dikemukan oleh David M. Gordon tentang Class and Economic of Crimen yang diterbitkan pada tahun 1971.
Gordon mengatakan bahwa kejahatan, pada hakikatnya, merupakan respon-respon rasional terhadap bekerjanya sistem ekonomi dominan dari suatu negara yang ditandai oleh persaingan serta berbagai bentuk ketidakmerataan. Pelaku kejahatan adalah orang-orang yang bertindak secara rasional untuk bereaksi terhadap kondisi-kondisi kehidupan golongan sosialnya di dalam masyarakat.
Kemudian juga Taylor, Walton dan Young mempromosikan suatu pendekatan baru dalam upaya mereka melakukan penelitian dan pemahaman ilmiah terhadap masalah kejahatan. Untuk lebih memahami secara jelas tentang apa yang disebut sebagai kejahatan, maka atas hal itu mereka kemudian memfokuskan pada berbagai upaya dalam mengungkapkan kejahatan.
0 Response to "Kriminologi Hukum"
Post a Comment