Sumber-sumber Hukum Islam
Sebenarnya sumber hukum Islam
memang Al-quran dan sunnah. Keduanya adalah telah disepakati oleh ulama sebagai
sumber hukum. Namun dalam kasus di mana Al-Quran dan As-Sunnah tidak
menyebutkan secara eksplisit tentang hukum suatu masalah, maka diperlukan
metodologi untuk mendapatkan jawabannya. Tentu saja metodologi itu juga harus
seiring dan sejalan dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
Di antara metodologi pengambilan hukum Islam adalah ijma' dan qiyas. Di
samping itu ada beberapa sumber lain yang merupakan sumber turunan dari sumber
di atas, seperti Istihsan, Masalihul mursalah, Urf, dan lain-lain. Perlu
diketahui bahwa semua dalil-dalil yang ada bersumber dan berdasarkan dari satu
sumber; Al Quran. Karena Imam Syafi'i mengatakan, "Sesungguhnya
hukum-hukum Islam tidak diambil kecuali dari nash Al Quran atau makna yang
terkandung dalam nash." Menurutnya, tidak ada hukum selain dari nash atau
kandungan darinya. Meski, Imam Syafi'i membatasi maksudnya "kandungan
nash" hanya dengan qiyas saja. Sementara ahli fiqh lainnya memperluas
pengertian "kandungan nash".
Maka bila kita urutkan, kita bisa membuat daftar sumber hukum Islam berserta
dengan metodologinya sebagai berikut:
A. Sumber-sumber Pokok:
1.
Al Quran
Al Quran adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui malaikat
Jibril. Menurut ulama Ushul Al-Qur’an adalah, “Kalam Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. yang ditulis dalam mushhaf, berbahasa arab,
dinukilkan kepada kita dengan jalan mutawatir, diawali dari surat Al-Fatihah,
diakhiri dengan surat An-Nas dan membacanya merupakan ibadah.
Al-Quran menjelaskan rambu-rambu masalah akidah dengan secara rinci, namun
masalah ibadah dan hak-hak antar sesama dengan cara garis besar. Dalam syariat
Islam Al-Quran adalah undang-undang dalam menetapkan aturan social. Ia sebagai
tuntutan bagi Nabi saw. dan pengikutnya. Karenanya, ia merupakan sumber utama
dan pertama. Banyak hukum-hukum mengenai ibadah dalam Al-Quran disebutkan
secara garis besar seperti hukum-hukum shalat, puasa, zakat dan tidak
dijelaskan secara cara melakukan shalat atau kadar yang dikeluarkan dalam
zakat. Penjelasan rinci mengenai hal-hal tersebut terdapat dalam Sunnah baik
dengan perkataan atau perbuatan Rasulullah saw. Demikian hal dengan perintah
Al-Quran untuk memenuhi perjanjian dan akad serta halalnya jual beli dan haram
riba disebutkan secara garis besar. Dalam Al-Quran tidak dijelaskan secara
terperinci akad dan traksaksi jual beli yang sah dan dibenarkan oleh syariat
dan yang tidak dibenarkan.
Namun dalam beberapa hal, Al-Quran memberikan penjelasan terperinci seperti
masalah warisan, mekanisme Li'an (suami yang menuduh istrinya melakukan zina
tanpa bukti yang cukup), sebagian hukuman hudud, perempuan yang haram dinikahi,
dan beberapa hukum lainnya yang tidak berubah sepanjang zaman.
Penguraian secara garis besar, terutama dalam masalah hukum-hukum muamalat
sosial, sistem politik membantu kita memahaminya dan memudahkan mempraktekknya
dalam situasi yang berbeda dengan tetap berpegang dengan pemahanan yang benar.
Penguraian garis besar juga menegaskan bahwa Al-Quran dirinci oleh Rasulullah
saw. dalam menentukan mekanisme hukum, kadarnya, dan batasannya.
Karenanya, Al-Quran memberikan isyarat tentang tugas Sunnah dalam hal ini.
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah." (Al Hasyr: 7)
Dari sini, maka sunnah adalah pintu masuk memahami Al-Quran secara utuh.
2.
As Sunnah
Menurut ulama hadits Sunnah adalah, “Apa-apa yang datang dari Nabi saw. berupa
perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat-sifat beliau baik sifat jasmani
ataupun sifat akhlaq."
Sunnah merupakan sumber syariat Islam setelah Al-Quran. Sunnah berfungsi
merinci garis besar Al-Quran, menjelaskan yang musykil, membatasi yang muthlak,
dan memberikan penjelasan hukum. Sunnah juga merupakan sumber hukum independent
(mustaqil) yang tidak ada hukumnya dalam Al-Quran seperti warisan untuk nenek
yang dalam sunnah disebutkan mendapatkan warisan 1/6 dari harta warisan. Namun
demikian Sunnah mengikut Al-Quran sebagai penjelas sehingga sunnah tidak akan
keluar dari kaidah-kaidah umum dalam Al-Quran. Maka memahami Sunnah secara umum
merupakan susuatu yang pasti dalam memahami Al-Quran karena jika tidak kitab
suci ini tidak mungkin bisa dipahami dan dipraktikkan dengan benar.
Sunnah sampai ke kita dengan melalui jalan periwayatan secara berantai hingga
ke Rasulullah saw. Sebab masa kenabian sudah usai. Namun krediblititas agama
dan moral para perawi (pembawa hadis) itu sudah melalaui seleksi ketat oleh
para ahli hadis. Sehingga keotentikan hadis dan kebenarannya sudah melalui
pembuktian yang ketat. Hadis shahih dan hasan saja yang bisa dijadikan sumber
hukum. Sementara hadis hadis yang berstatus lemah (dlaif), atau bahkan palsu
(maudlu') yang tidak bisa dijadikan referensi dan sumber hukum syariat.
Kitab-kitab hadits yang dijadikan sumber utama adalah Shahih Bukhari dan Shahih
Muslim. Kemudian kitab-kitab Sunan Abu Dawud, Sunan An Nasai, Sunan At
Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah. Disamping kitab Al Muwatta' karangan Imam Malik dan
Musnad Ahmad karangan Imam Ahmad memiliki kedudukan penting bagi para ulama
fiqh.
Jadi seorang ahli fiqh akan mencari dalil terlebih dahulu dari Al-Quran
kemudian dari Sunnah. Diriwayatkan dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bertanya
kepada Muadz bin Jabal: "Bagaimana kamu memutuskan masalah yang kamu
hadapi?" Muadz: "Saya memutuskan dengan kitab Allah."
Rasulullah: "Bagaimana jika kamu tidak menemukan di dalamnya?" Muadz:
"Dengan Sunnah Rasulullah,"
Kepada hakim Syuriah, Umar bin Khattab mengirim surat kepadanya yang berisi,
"Hendaklah kamu memutuskan dengan kitab Allah, jika tidak menemukan maka
dengan Sunnah Rasulullah saw."
3.
Ijma'
Ijma' adalah kesepakatan para ahli fiqh dalam sebuah periode tentang suatu
masalah setelah wafatnya Rasulullah saw tentang suatu urusan agama. Baik
kesepakatan itu dilakukan oleh para ahli fiqh dari sahabat setelah Rasulullah
saw wafat atau oleh para ahli fiqh dari generasi sesudah mereka. Contohnya
ulama sepakat tentang kewajiban shalat lima waktu sehari semalam dan semua
rukun Islam. Ijma' merupakan sumber hukum dalam syariat setelah Sunnah.
Menurut Imam Ibnu Taimiyah Ijma adalah, “Kesepakatan seluruh ulama Islam
terhadap suatu masalah dalam satu waktu. Apabila telah terjadi ijma’ seluruh
mujtahidin terhadap suatu hukum, maka tidak boleh bagi seseorang menyelisihi
ijma tersebut, karena ummat (para mujtahidin) tidak mungkin bersepakat terhadap
kesesatan.
Sejumlah ayat dan sunnah menjelaskan bahwa Ijma' adalah sumber dan hujjah dalam
menetapkan hukum. Allah berfirman:
“Barangsiapa yang durhaka kepada Rasul setelah petunjuk datang dan mengikuti
jalan selain jalan orang-orang beriman,” (An Nisa: 115)
Rasulullah saw. Bersabda, ”Umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan,” dalam
riwayat lain “…dalam kesalahan,”
Dalam hadis lain, ”Apa yang menurut orang-orang Islam baik maka ia baik di sisi
Allah dan apa yang menurut mereka buruk maka buruk di sisi Allah.”
Di hadis lain disebutkan, ”Barangsiapa yang memisahkan diri dari jamaah
sejengkal saja maka ia telah melepaskan ikatannya dari Islam.”
Di samping itu Ijma' dilakukan berdasarkan dalil di dalamnya sebab tidak
mungkin ulama dalam masa tertentu melakukan kesepakatan tanpa dalil syariat.
Karenanya, para ulama mutaakhir (generasi belakangan) ingin mengetahui Ijma'
maka yang dicari bukan dalil Ijma' namun kebenaran adanya Ijma' itu sendiri,
apakah benar periwayatannya atau tidak.
4.
Qiyas
Qiyas adalah menyamakan (menganalogikan) suatu perkara dengan perkara (yang
sudah ada ketetapan hukumnya) dalam hukum syariat kedua kedua perkara ini ada
kesamaan illat (pemicu hukum). Menurut ulama ushul qiyas adalah, “Memberlakukan
suatu hukum yang sudah ada nashnya kepada hukum yang tidak ada nashnya
berdasarkan kesamaan 'illat."
Sebagai contoh, yang Allah haramkan hanya khamar saja di dalam Al-Quran. Khamar
adalah perasan buah anggur yang sudah sampai pada kondisi tertentu sehingga
peminumnya bisa mabuk. Terus terang tidak ada satu pun ayat Al-Quran yang
mengharamkan bir dan beragam minuman keras lainnya. Apakah hukumnya menjadi
tidak haram? Tentu saja semua jenis minuman keras haram hukumnya dengan
diqiyaskan kepada khamar. 'Illatnya adalah karena memabukkan, maka segala
makanan dan minuman yang memabukkan hukumnya sama dengan khamar dengan jalan
diqiyaskan. Sehingga hukumnya haram.
Dibanding dengan Ijma’, Qiyas lebih banyak memberikan pengaruh dalam
pengambilan hukum yang dilakukan oleh para ulama fiqh. Ijma’ disyarakan harus
disepakai semua ulama di suatu waktu dan tempat tertenu. Sementara Qiyas tidak
disyaratkan kesepakatan ulama fiqh. Masing-masing ulama memiliki kebebasan
untuk melakukan Qiyas dengan syarat-syarat yang sudah disepakati oleh para
ulama.
Kenapa harus ada Qiyas?
Sebab teks-teks Al-Quran dan Sunnah sangat terbatas, artinya tidak keseluruhan
masalah disebutkan hukumnya satu-satu persatu. Sementara kejadian-kejadian yang
membutuhkan kepastian hukum syariat dalam kehidupan manusia sanga banyak dan
setiap hari muncul kejadian-kejadian baru. Untuk memecahkan masalah itu
diperlukan ijtihad dari para ulama fiqh. Salah satu methode ijtihad tersebut
disebut dengan Qiyas.
Hukum-hukum jual beli misalnya, Al-Quran dan Sunnah menyebutkan lebih banyak
dibanding dengan soal sewa menyewa. Maka para ahli fiqh kemudian melakukan
Qiyas pada hukum-hukum sewa-menyewa dengan hukum-hukum dalam masalah jual beli
karena kedua masalah ini memiliki kesamaan; dari sisi keduanya adalah transaksi
jual beli barang dan jasa.
B. Sumber-sumber taba'iyah (turunan)
Di sebut turunan karena sumber-sumber sesungguhnya diambil dan bermuara dari
pemahaman baik langsung atau tidak terhadap Al Quran dan Sunnah.
1.
Masalih mursalah
Atau dikenal juga Istislah. Yang artinya; mengambil hukum suatu masalah
berdasarkan kemasalahatan (kebaikan) umum. Yaitu kemasalahatan yang oleh
syariat tidak ditetapkan atau ditiadakan. Masuk dalam masalah adalah
menghindarkan kerusakan baik terhadap individu atau masyarakat dalam banyak
bidang.
Contoh maslahah mursalah adalah Umar bin Khatab dimasa kekhilafahannya membuat
sebuah instansi untuk menangani gaji para pasukan kaum muslimin. Kemudian
muncul instansi lainnya untuk menangani masalah-masalah lainnya.
Menurut sebagian ulama Mashlahatul Mursalah adalah, memelihara maksud Syara’
dengan jalan menolak segala yang merusakan makhluk. Contohnya, menaiki bis atau
pesawat ketika melaksanakan ibadah haji walau itu tidak ada di zaman Rasulallah
SAW tetapi boleh dilakukan demi kemashlahatan ummat. Contoh lain, mendirikan
sekolah, madrasah untuk thalabul ilmi, tegasnya melakukan hal-hal yang
berhubungan dengan agama walau tidak ada di zaman Nabi boleh kita lakukan demi
kemashlahatan ummat yang merupakan tujuan di syaria’atkanya agama.
2.
Istidlal
Menurut Ibnu Hazm istidlal adalah, “Mencari dalil dari ketetapan-ketetapan akal
dan natijah-natijah (kesimpulan) atau dari seorang yang lain yang
mengetahuinya.”
Menurut ulama lain, Istidlal adalah, “Pertalian antara dua hukum tanpa
menentukan illat (sebab)nya. Misalnya, menentukan batalnya shalat kalau tidak
menutup aurat, karena menutup aurat merupakan syarat shahnya shalat.
Contoh lain, haramnya menjual daging babi karena termasuk membantu dalam
kedurhakaan.
3.
Istishhab
Istishhab adalah, menetapkan hukum yang berlaku sekarang atau yang akan datang
berdasarkan ketetapan hukum sebelumnya karena tidak ada yang merubahnya.
Misalnya, seseorang telah berwudlu, setelah beberapa saat ia ragu-ragu apakah
ia sudah batal atau belum, maka ketetapan hukum seblumnya yaitu sudah berwudlu
bisa dijadikan dalil bahwa ia masih punya wudlu. Sebagian ulama menamakan
istishhab dengan “Baraatu Al-Dzimmah”
4.
Saddu Dzari’ah
Saddu Dzari’ah adalah, mencegah sesuatu yang menjadi jalan kerusakan untuk
menolak kerusakan atau menyumbat jalan yang menyampaikan seseorang kepada
kerusakan. Contoh, diharamkan menanam ganja atau opium untuk menutup kerusakan
yang akan ditimbulkannya, yaitu orang-orang menggunakannya untuk memabukkan.
Contoh lain, membuat diskotik karena biasanya sebagai tempat maksiat dan dosa.
5.
Istihsan
Istihsan adalah berpindah dari suatu hukum dalam pandangannya kepada hukum yang
berlawanan karena ada suatu yang dianggap lebih kuat, dengan pertimbangan hukum
yang baru lebih baik karena kondisi dengan tanpa mengubah hukum asalnya, jika
kondisi normal. Contohnya, orang yang mencuri di musim paceklik atau musim
kelaparan tidak dipotong tangannya karena dimungkinkan ia mencurinya karena
terpaksa.
6.
'Urf
Urf atau kebiasaan adalah sesuatu yang biasa terjadi di kalangan kaum muslimin,
misalnya jual beli yang harusnya pakai ijab qobul, pada suatu kondisi tidak
apa-apa jika kebiasaan masyarakat disana tidak melakukannya. Contoh lain,
batasan safar yang membolehkan di qoshor shalat, tergantung kepada kebiasan
masyarakat menamakan istilah safar tersebut.
7.
Syaru man qoblana
Maksudnya adalah syariat umat sebelum nabi Muhammad diutus. Para ulama berbeda pendapat tentang keberlakuan syariat untuk nabi-nabi sebelum Rasulullah SAW. Apakah bila tidak ada penghapusan dari syariat Islam, lantas secara otomatis berlaku ataukah harus ada ketetapan terlebih dahulu dari Rasulullah SAW tentang masih berlakunya hal tersebut.
Sebab pada kenyataannya, masih ada perbedaan dalam detail syariat yang berlaku untuk nabi terdahulu. Misalnya, nabi Daud as. berpuasa bukan hanya di bulan Ramadhan, melainkan sepanjang tahun dengan berselang-seling sehari berbuka dan sehari puasa. Ini tentu berbeda dengan syariat puasa untuk nabi Muhammad SAW dan ummatnya yang hanya pada bulan Ramadhan saja.
Maksudnya adalah syariat umat sebelum nabi Muhammad diutus. Para ulama berbeda pendapat tentang keberlakuan syariat untuk nabi-nabi sebelum Rasulullah SAW. Apakah bila tidak ada penghapusan dari syariat Islam, lantas secara otomatis berlaku ataukah harus ada ketetapan terlebih dahulu dari Rasulullah SAW tentang masih berlakunya hal tersebut.
Sebab pada kenyataannya, masih ada perbedaan dalam detail syariat yang berlaku untuk nabi terdahulu. Misalnya, nabi Daud as. berpuasa bukan hanya di bulan Ramadhan, melainkan sepanjang tahun dengan berselang-seling sehari berbuka dan sehari puasa. Ini tentu berbeda dengan syariat puasa untuk nabi Muhammad SAW dan ummatnya yang hanya pada bulan Ramadhan saja.
Sumber:
www.eramuslim.com
Sangat bermanfaat :)
ReplyDelete