Hukum Organisasi Internasional
A. Pengertian Organisasi Internasional dan Definisi Hukum Organisasi
Internasional.
Organisasi
Internasional merupakan suatu persekutuan negara-negara yang dibentuk dengan
persetujuan antara para anggotanya dan
mempunyai suatu sistem yang ditetap atau perangkat badan-badan yang tugasnya
adalah untuk mencapai tujuan kepentingan bersama dengan cara mengadakan
kerjasama antara para anggotanya.
Organisasi yang dibentuk melalui suatu perjanjian atau instrumen lainnya oleh
sedikitnya tiga negara atau lebih sebagai pihak merupakan sebagai satu
kesatuan yang secara hukum dibedakan
dengan kesatuan lainnya dan terdiri dari satu atau beberapa badan. Badan
didalam hal ini diartikan sebagai gabungan dari wewenang –wewenang yang berada
dibawah satu nama Sebagai contoh badan-badan utama Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) seperti Majelis
Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian, Mahkamah
Internasional dan sekretariat, walaupun masing-masing mempunyai wewenang semndiri
tetapi semuanya dikelompokkan dibawah
satu nama yang disebut PBB.
Secara umum organisasi
Internasional dapat dibagi dalam dua bagian yaitu:
1.
Organisasi
Internasional Publik; dan
2.
Organisasi
Internasional Privat
Ad. 1. Organisasi Internasional Publik;
Organisasi
internasional dalam arti luas pada hakikatnya meliputi bukan saja organisasi
internasional publik, tetapi jugan organisasi internasional privat. Organisasi
Internasional publik beranggotakan negara dan karena itu disebut juga organisasi antar pemerintahan
(inter-governmental organization). Namun pada umumnya disebut sebagai
organisasi internasional. Organisasi internasional ini hanya menyangkut
organisasi tingkat pemerintahan karena
lebih melibatkan pada pemerintah negara-negara
anggotanya sebagai pihak. Agar suatu organisasi internasional mepunyai
status publik, organisasi itu haruslah
dibentuk dengan suatu persetujuan internasional, mempunyai badan-badan dan
karena mempunyai persetujuan internasional maka pembentukan itu dibawah hukum
internasional. Organisasi internasional semacam ini juga termasuk organisasi
regional.
Suatu organisasi
internasional biasanya hanya akan dibedakan menurut prinsip yang dianut dalam
menentukan keanggotaannya. Prinsip-prinsip dimaksud sebagai berikut:
1.
Prinsip universalitas (principle of universality) yang dianut
oleh PBB sendiri dan termasuk juga badan-badan khusus PBB dimana keanggotaannya
lebh didasrkan pada persamaan kedaulatan negara (sovereign equality of
state). Organisasi internasional yang
dibentuk berdasarkan prinsip ini tidak akan membedakan besar kecilnya negara
sebagai anggota.
2.
Prinsip kedekatan
wilayah (principle of geographic proximity), dimana keanggotaannya hanya
dibatasi pada negara-negara yang berada di wilayah-wilayah tertentu seperti
Asia Tenggara (ASEAN);
3.
Prinsip selektivitas
(principle of selectivity), yang lebih melihat pada latar belakang kesamaan
agama, budaya, etnis, pengalaman sejarah dan sesama produsen seperti Liga Arab,
OPEC, EU, Persemakmura (commonwealth).
Ad. 2. Organisasi Internasional Privat
Sebaliknya organisasi
internasional privat anggotanya bukan negara, karena sering disebut sebagai
organisasi non-pemerintahan (non-governmental organization atau lazim disebut
NGO).
B. Sejarah
Perkembangan Hukum Organisasi Internasional
Di dalam memahami batasan Hukum Organisasi Internasional
tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan organisasi internsional itu
sendiri, yang sudah lama timbul sejak beberapa negara mengadakan hubungan
internasional secara umum, dan masing-masing negara itu mempunyai kepentingan.
Hubungan internasional secara umum itu melibatkan banyak negara (lebih dari 2
negara), berbeda dengan hubungan antar dua negara yang telah dirintis sejak
abad ke 16 melalui pertukaran utusan masing-masing atas dasar persetujuan bersama.
Timbulnya hubungan internasional
secara umum tersebut pada hakikatnya merupakan proses perkembangan hubungan
antar negara, karena kepentingan dua negara saja tidak dapat menampung kehendak
banyak negara. Dalam membentuk organisasi internasional, negara-negara melalui
organisasi itu akan berusaha untuk mencapai tujuan yang menjadi kepentingan
bersama, dan kepentingan ini menyangkut dengan bidang kehidupan internasional
yang sangat luas, karena bidang-bidang tersebut menyangkut kepentingan banyak
negara, maka diperlukan peraturan internasional (international regulation) agar kehidupan masing-masing negara
dapat terjamin.
Di bidang perhubungan misalnya,
negara-negara Eropa dalam tahun 1815 telah mengatur hubungan pelayaran melalui
sungai Rhine dan di dalam Kongres Paris 1856 juga telah disepakati suatu
persetujuan pelayaran melalui sungai Dunabe bagi negara-negara yang dilalui
oleh sungai ini. Di bidang perdagangan, dalam tahun 1933 telah ada
internasional Wheat Agreement yang
mengatur produksi dan pemasaran-pemasaran gandum internasional. Dan dalam tahun
1934 beberapa negara telah menyetujui tentang pengaturan industri dan ekspor
karet. Demikian juga di bidang moneter ketika negara-negara Amerika Selatan
dalam tahun 1865 mangadakan peraturan bersama melalui Latin Monetary Union.
Sejak
pertengahan abad ke-17 perkembangan
organisasi internasional tidak saja diwujudkan dalam berbagai konferensi
internasional yang kemudian melahirkan persetujuan-persetujuan, tetapi lebih
dari itu sudah melembaga dalam berbagai variasi dari komisi (commission), serikat (union), dewan (council), liga (league), persekutuan
(association), Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) (united nations), persemakmuran
(commonwealth), masyarakat (community), kerjasama (cooperation), dan lain-lain.
Dengan proses perkembangan
organisasi internasional tersebut dengan sekaligus telah menciptakan
norma-norma hukum yang berkaitan dengan organisasi-organisasi tersebut, yang
kemudian membentuk suatu perjanjian yang disebut instrumen dasar dan instrumen
pokok (constituent instrument).
C.
Aspek
Hukum Organisasi Internasional
Pembahasan
Hukum Organisasi Internasional tidak
dapat terlepas dari aspek-aspek filosofis dan administrasi dari organisasi
internasional itu sendiri, mengingat dua aspek tersebut merupakan faktor yang
penting dalam pembentukan organisasi internasional.
Sebelum
memasuki aspek hukum dan organisasi
internasional perlu dibahas kedua aspek tersebut, yaitu aspek filosofis yang
menyangkut nilai-nilai historis, dan aspek administratif yang lebih banyak
menentukan tingkat personalitas dan kapasitasnya. Dalam perjalanan sejarah
peradaban manusia, dikenal pula nilai-nilai lama yang merupakan norma dalam
hubungan semua bangsa. Sebagai contoh, ketentuan-ketentuan mengenai hak
menentukan nasib sendiri bagi bangsa yang termuat dalam Pasal 1 (2), Bab XI dan
Bab XII Piagam PBB sangatlah dijiwai oleh ketentuan-ketentuan yang ada dalam
kovenan Liga Bangsa-Bangsa. Demikianlah pula pada waktu Kovenan itu dirumuskan
melalui Konferensi Perdamaian Paris, ketentuan-ketentuan mengenai hal yang sama
banyak dipengaruhi oleh usul-usul pokok yang dicetuskan oleh Woodrow Wilson,
Presiden Amerika Serikat pada masa itu.
Dari
aspek administratif, kita akan melihat ke dalam organisasi internasional itu
sendiri, antara lain tentang bagaimana organisasi internasional itu membentuk
sekretariat tetapnya (permanent
secretariat) termasuk penyusunan staf personalianya (international civil servants) serta administrasi dan anggaran
belanjanya (administration and budget).
Dalam sejarah pembentukan “sekretariat tetap” suatu organisasi internasional telah
dimulai pada waktu didirikan Liga Bangsa-Bangsa dan Organisasi Buruh Sedunia
(ILO) setelah perang dunia I. Walaupun sebelumnya pernah ada “biro-biro tetap”
yang dibentuk pada waktu didirikan Public
International Unions, biro-biro
semacam itu hanya penting untuk menyusun stafnya saja, tidak sebagaimana
sekretariat yang terdapat di kedua badan
Liga Bangsa-Bangsa dan Organisasi Buruh Internasional.
Dari aspek
hukumnya, organisasi internasional lebih menetapkan pada masalah-masalah
konstitusional dan prosedural, antara
lain seperti wewenang dan pembatasan-pembatasan baik terhadap organisasi
internasional itu sendiri maupun anggotanya sebagaimana termuat di dalam
instrumen dasarnya, termasuk di dalam perkembangan organisasi secara praktis.
SUBJEK, OBJEK DAN SUMBER
HUKUM
ORGANISASI INTERNASIONAL
A.
Subjek Hukum Organisasi Internasional
Yang merupakan
subjek dari suatu sistem hukum
hakikatnya semua yang dapat meng hasilkan prinsip-prinsip hukum yang
diakui dan mempunyai kapasitas untuk melaksanakan prinsip-prinsip hukum
tersebut. Dalam hukum organisasi internasional, hal ini meliputi semua
organisasi internasional, termasuk organisasi dan regional dan organisasi
lainnya yang dapat digolongkan sebagai organisasi internasional. Personalitas
dari suatu subjek hukum organisasi internasional adalah tindakan dalam
kapasitasnya sebagai organisasi internasional, untuk melakukan
tindakan-tindakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam
instrumen dasar yang dimiliki oleh organisasi internasional tersebut.
Organisasi
internasional sebagai subjek dalam arti yang luas dimaksudkan tidak saja
menyangkut semua organisasi yang dibentuk oleh negara-negara (public international organization),
tetapi juga dibentuk oleh badan-badan nonpemerintah (private international organization). Sampai dengan akhir tahun 1969
jumlah organisasi internasional meliputi kurang lebih 2.400 buah, 299
diantaranya merupakan organisasi antar pemerintah dan organisasi
nonpemerintahan.khususnya mengenai hubungan kedua jenis organisasi tersebut,
oleh Maryan Green dinyatakan sebagai berikut:
“The Economic and Social
Council of the United Nations, most of the
specialized agencies of the United Nations, and the Consultative
Assembly of the Council of Europe have established procedures for according
certain non-govermental organizations ‘consultative status’. As well as
providing the organizations a privileged
status so far concern their participations in the activities of the
governmental organizations, including the faculty of receiving information,
where this is not classified, and to make known there is not classified, and to
make know their views concerning questions falling within their, recognized
sphere of competence.”[3]
Organisasi internasional kini meliputi organisasi
antarpemerintahan dan organisasi nonpemerintahan. Istilah organisasi
pemerintahan pada hakikatnya mencakup organisasi-organisasi antar pemerintahan
saja. Karena itu perkenan utama dalam uraian nanti hanya pada organisasi
antarpemerintahan, mengingat dalam hubungannya dalam berbagai urusan dunia
dilakukan oleh pemerintah nasional dari negara anggotanya.
Meningkatnya dan
berkembangnya hubungan internasional secara komplek menimbulkan timbulnya berbagai
organisasi internasional dan hal semacam itu harus dihadapi oleh dunia sebagai
suatu proses untuk mengadakan tatanan yang lain. Proses semacm itu
kadang-kadang tidak berlangsung lama, tetapi lebih mengikuti perjalanan dari
suatu sejarah, namun demikian proses ini cukup mempunyai arti penting.
Sehubungan dengan organisasi internasional sebagai
subjek hukum internasional, kita masih mengenal organisasi regional atau
subregional sebagai subjek. Jika organisasi internasional sebagai badan
multilateral dengan prinsip keanggotaan yang universal dan dengan kepentingan
yang luas sampai pada badan-badan subsidernya, maka organisasi regional
mempunyai keanggotaan yang terbatas, tetapi mempunyai kepentingan yang relatif
luas, misalnya EEC (Masyarakat Ekonomi Eropa, OAU (Organisasi Persatuan Afrika)
dan Organisasi-organisasi negara-negara Amerika (OAS). Adapula yang membatasi
tidak saja pada keanggotaannya tetapi juga pada masalah-masalah khusus seperti International River Commission atau
US-Canadian International Joint Commission.
Dalam prakteknya badan-badan regional telah dimanfaatkan
seluas-luasnya, khususnya di bidang ekonomi dan sosial. Hal ini dilakukan
mengingat ketentuan bahwa dalam piagam sendiri tidak tercantum larangan.
Sebagai contoh dapat kita lihat adanya pembentukan komisi-komisi ekonomi dan
sosial untuk berbagai kawasan regional seperti Asia Pasifik (ESCAP), Asia Barat
(ECWA), kawasan Afrika (ECA), Eropa (ECE), Amerika Latin (ECLA) oleh ECOSOC dan
Majelis Umum PBB.
Organisasi regional pada dasarnya dapat digolongkan
menurut sifat atau lingkungan dari cara kerjanya maupun menurut keanggotaan,
atau mungkin karena harus mencari pengelompokan untuk digabungkan. Dari hasil
panduan cara pengelompokan organisasi regional menurut Lynn. H. Miller[4]
dan Leroy Bennet[5]
didapat pembagian sebagai berikut:
(i)
Organisasi serbaguna (Multipurpose organizations), merupakan
organisasi yang mempunyai tujuan dan kegiatan yang luas baik di bidang politik,
ekonomi, sosial, kebudayaan dan lain-lain.
(ii)
Jenis Organisasi
persekutuan (Alliance-type
organizations), mempunyai bentuk kerjasama militer maupun politik yang
ditujukan untuk mempertahankan keamanan terhadap tindakan dari luar.
(iii) Organisasi
fungsional (Functional organizations) bentuk organisasi yang
bertujuan untuk memajukan kerjsama politik, ekonomi dan sosial dan
hampir-hampir tidak melibatkan pada faktor-faktor keamanan.
(iv) Komisi-komisi
regional PBB (United Nations Regional
Commission), organisasi-organisasi semacam ini berbentuk Komisi yang
bergerak di bidang ekonomi dan sosial. Komisi-komisi ini dibentuk di bawah
naungan ECOSOC hampir di tiap-tiap wilayah geografis seperti di Amerika Latin,
Eropa, Asia dan Pasifik, Asia Barat dan Afrika.
Di bawah ini daftar organisasi regional antar pemerintahan
yang cukup menonjol, disusun menurut 4 golongan[6]
I. Multipurpose
Organizations
Title
|
Acronym
|
Established
|
Membership
(1976)
|
Organizations of
American States (originally, International Union Of American Republics)
League of Arab
States (Arab League)
Organizations of Africa
Unity
Commonwealth (formely,
British Commonwealth of Nations)
French Community
Council of Europe
Organizations of Central
American States
Common Afro-Mauritian
Organization
|
OAS
OAU
ODECA or
OCAS
OCAM
|
1948
(1890)
1945
1963
1926
1958
1949
1952
1966
|
24
22
52
49
19
18
5
10
|
II. Alliance
Systems
Title
|
Acronym
|
Established
|
Membership
(1976)
|
North Atlantic Treaty
Organization
Warsaw Treaty
Organization
Australia, New
Zealand United States Security
Treaty Organization
Westem European Union
Central Treaty
Organization (formelly, Baghdad Pact)
|
NATO
WTO
ANZUS
WEU
CENTRO
|
1949
1955
1952
1954
1969
(1955)
|
15
7
3
7
4
|
III. Functional
Organization
Title
|
Acronym
|
Established
|
Membership
(1976)
|
Benelux Economic Union
European Coal and Steel
Community
European Economic Community
European Free Trade Association
European Atomic Energy Community
Organization for Economic Cooperation and Development
Latin American Free Trade Association
Association of Southeast Asian Nations
Central American Common Market
Council for Technical Cooperation in South and Southeast Asia
(Colombo Plan)
Council for Mutual Economic Assistance
Inter-American Development Bank
Africa Development Bank
Asian Development Bank
Central American Bank of Economic Integration
European Investment Bank
Nordic Council
Conseil de 1’Entente
Organization of Petroleun Exporting Countries
|
BENELUX
ECSC
ECC
EFTA
EURATOM
OECD
LAFTA
ASEAN
CACM
COMECON
or CMEA
IDB
AFDB
ASDB
CABEI
EIB
NC
CE
OPEC
|
1948
1952
1958
1960
1958
1961
1961
1967
1961
1950
1949
1959
1964
1966
1961
1958
1952
1959
1960
|
3
9
9 + 6 assoc.
6 + 1 assoc.
9
24
11
6
5
27
9
24
41
41
5
9
5
5
13
|
IV. United
Nations Regional Commission
Title
|
Acronym
|
Established
|
Membership
(1976)
|
Economic
Commission for Europa
Economic and
Social Commission for Asia and the Pasicif
Economic
Commission for Latin America
Economic
Commission for Africa
Economic
Commission for West Asia
|
ECE
ESCAP
ECLA
ECA
ECWA
|
1947
1947
1948
1958
1974
|
34
32 + 4 assoc.
32 + 2 assoc.
47 + 4 assoc.
12
|
B. Objek Hukum Organisasi
Internasional
Objek hukum organisasi
internasional meliputi negara baik sebagai anggota organisasi internasional
maupun bukan, organisasi internasional maupun regional lainnya. Bahkan menurut
perkembangan organisasi internasional seperti PBB, sesuatu organisasi gerakan
kemerdekaan dapat diakui sebagai subjek hukum organisasi internasional, seperti
halnya South West African People’s Organization (SWAPO) dan Palestine
Liberation Organization (PLO).
Negara sebagai
objek hukum organisasi internasional menyangkut hak kedaulatan, kualifikasi
sebagai negara anggota serta hak-hak dan kewajiban negara itu, tidak saja
menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam instrumen pokok dari
organisasi internasional itu tetapi juga sesuai dengan keputusan-keputusan yang
telah ditetapkan oleh organisasi internasional tersebut.
Setelah
membicarakan negara baik kapasitasnya sebagai anggota maupun bukan dalam
organisasi internasional sebagai objek, kita juga mengenal
organisasi-organisasi internasional lainnya sebagai objek hukum organisasi
internasional contoh adalah badan-badan khusus PBB (WHO, FAO, IAEA, IPU, dan
lain-lain), badan-badan subsider atau istimewa (UNDP, UNICEF, UNESCO, dan
lain-lain) komisi-komisi ekonomi regional (ESCAP, ECWA, ECLA, ECE, ECA), Liga
Arab, EEC, IOC dan lain-lain.
Bagaimana dengan
organisasi gerakan Pembebasan Nasional Seperti South West African People’s
Organization (SWAPO) dan Palestine Liberation Organization (PLO)? Apakah bisa
merupakan objek dalam hukum organisasi internasional? Pada tanggal 22 Nopember
1974, Majelis Umum PBB telah menyetujui satu resolusi yang antara lain:
“Nothing the
universality with the united aspires, and inviting the Palestine Liberation
Organization (PLO) to participate as an observer in the General Assembly and in
its international Conference.”[7]
Salah satu alasan
yang menentang keputusan itu antara lain menyatakan bahwa sebenarnya dalam
sejarah PBB belum pernah terjadi, apalagi PLO bukan suatu negara dan bukan pula
organisasi internasional. Keputusan Majelis Umum PBB itu kemudian di ikuti oleh
badan-badan khusus PBB seperti ILO pada waktu menerima permintaan PLO sebagai
peninjauan dalam Konferensi Perburuhan Internasional dalam sidangnya yang ke-60
tahun 1975:
“representatives
of liberation movements recognized by the Organization of African Unity or teh
League of Arab States which have been invited by the Conference or the
Governing Body to be represented in the Conference.”
C. Sumber Hukum Organisasi
Internasional
Istilah sumber hukum
organisasi internasional telah digunakan dalam empat pengertian:
Pertama, sebagai kenyataan historis
tertentu, kebiasaan yang sudah lama dilakukan, persetujuan atau perjanjian resmi
yang dapat membentuk sumber hukum organisasi internasional.
Kedua, Instrumen pokok yang dimiliki oleh organisasi internasional dan
memerlukan ratifikasi dari semua anggotanya. Instrumen pokok ini dapat berupa
piagam (PBB, AOS, OAU dan Organisasi Konperensi Islam), Convenant (Liga
Bangsa-Bangsa) , Final Act (Koperensi Keamanan dan Kerjasama Eropa atau lazim
disebut Helsinki Accords, Pact (Liga Arab, Warsawa) Treaty, (NATO, SEATO),
Statute (IAEA, OPEC), Deklarasi (ASEAN), Constitution (UNIDO, ILO, WHO, UNESCO
dan lain-lain).
Ketiga, ketentuan-ketentuan
lainnya mengenai peraturan tata-cara organisasi internasional beserta
badan-badan yang berada di bawah naungannya, termasuk cara kerja mekanisme yang
ada pada organisasi tersebut. Peraturan-peraturan semacam itu merupakan
elaborasi dan pelengkap instrument pokok yang ada, yang semuanya itu memerlukan
persetujuan bersama dari para anggota. Dalam sistem PBB kita kenal beberapa
peraturan antara lain:
1. Rules of Procedure of
the General Assembly, embodying amendments and additions adopted by the General
Assembly up to 31 December 1978;
2. Provisional Rules of
Procedure of the Security Council (January 1974);
3. Rules of Procedure of
the Economic and Social Council, 1975:
4. Rules of Procedure of
the Industrial Development Board, 1969;
5. United Nations
Administrative Tribunal Statute and Rules;
6. Regulations of the
United Nations Joint Staff Pension Fund, 1 January 1970;
7. Staff Regulations,
1981;
8. Rules of Procedure of
the Governing Council of the Special Fund, 1959;
9. International Civil
Service Commission, Statute and Rules of Procedure
10. Third United Nations
Conference on the Law of the Sea. Rules of Procedure (Adopted at its 20th
meeting on 27 June 1974 and amended at its 40th, 52nd and
122nd meetings on 12 July 1974, 17 March 1975 and 6 March 1980
respectively).
STATUS HUKUM DARI ORGANISASI INTERNASIONAL
A. Personalitas
Hukum Dari Organisasi Internasional
Suatu organisasi internasional
yang diciptakan melalui suatu perjanjian internasional dengan bentuk
“instrument pokok” apapun namanya, apakah itu berupa covenant, charter, statute, constitution, accord, declaration atau
instrument hukum lainnya, akan memiliki suatu personalitas hukum di dalam hukum
internasional. Personalitas hukum ini mutlak penting guna memungkinkan
organisasi internasional tersebut dapat berfungsi dalam hubungan internasional,
khususnya kemampuan untuk melaksanakan fungsi hukum seperti membuat kontrak,
membuat perjanjian dengan negara lain. Seperti juga dinyatakan oleh Maryan
Green bahwa “pemberian suatu personalitas hukum kepada suatu organisasi
internasional itu pada hakekatnya merupakan sine
qua non untuk mencapai tujuan organisasi internasional yang telah dibentuk
tersebut.[8]
B.
Personalitas Hukum Dalam Kaitannya Dengan Hukum Nasional.
Walaupun di dalam Covenant Liga Bangsa-Bangsa (LBB) masalah personalitas hukum tidak
secara khusus dicantumkan, namun masalah keistimewaan dan kekebalan bagi badan
tersebut dan para pejabat sipil internasionalnya serta para wakil negara-negara
anggotanya secara jelas disebutkan sebagai berikut:
“Wakil dari negara-negara anggota LBB dan para
pejabat LBB jika sedang melakukan tugas LBB akan menikmati keistimewaan dan
kekebalan diplomatik. Gedung-gedung dan kepemilikan lainnya yang ditempati oleh
LBB termasuk oleh pejabat dan wakil-wakil negara anggotanya yang sedang
mengikuti persidangan-persidangannya tidak boleh diganggu-gugat.”[9]
Personalitas hukum organisasi
internasional dalam kaitannya dengan hukum nasional pada hakekatnya menyangkut
keistimewaan dan kekebalan bagi organisasi internasional itu sendiri yang
berada di wilayah sesuatu negara anggotanya dan bagi pejabat-pejabat sipil
internasional yang bekerja pada organisasi interasional tersebut. Hampir semua
instrumen pokok mencantumkan ketentuan bahwa organisasi internasional yang
dibentuk itu mempunyai kemampuan hukum dalam rangka menjalankan fungsinya atau
memiliki personalitas hukum. Personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum
nasional tersebut tidak perlu dikaitkan kepada kesatuan-kesatuan yang dimiliki
oleh personalitas internasional. Sebagai contoh, Bank Investasi Eropa merupakan
badan dari Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Dalam hubungan internasional MEE
bertindak atas namanya. Bank tersebut memiliki personalitas secara terpisah
dalam hukum nasional. [10]
Sama halnya dengan Supply Agency of
Euratom.[11] Lembaga-lembaga MEE
seperti Dewan, Komisi, Parlemen Eropa dan Pengadilan tidak mempunyai
personalitas hukum secara terpisah. Dalam hal Badan-badan subsider PBB seperti United Nations Children’s Fund (UNICEF)
dan United Nations Relief and Works
Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) yang telah diberi
mandat secara luas mengenai fungsinya secara langsung telah melaksanakan
kontrak-kontrak secara teratur atas nama mereka sendiri.
C. Personalitas
Hukum Dalam Kaitannya Dengan Hukum Internasional.
Personalitas Hukum dalam
kaitannya dengan hukum internasional pada hakekatnya menyangkut kelengkapan
organisasi internasional tersebut dalam memiliki suatu kemampuan untuk
melakukan tindakan hukum, baik dalam kaitannya dengan negara lain maupun
negara-negara anggotanya, termasuk entitas (entity)
lainnya. Kemampuan tersebut telah diakui dalam hukum internasional sebagai international legal capacity. Pengakuan
tersebut tidak saja melihat bahwa organisasi internasional itu sendiri sebagai
subjek hukum internasional tetapi, juga karena organisasi internasional itu
harus menjalankan fungsinya secara efektif sesuai dengan mandat yang telah
dipercayakan oleh para anggotanya.
Dari segi hukum, organisasi
internasional sebagai entitas yang memiliki kedudukan personalitas tersebut
sudah tentu akan mempunyai wewenangnya sendiri untuk mengadakan
tindakan-tindakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam instrumen
pokok-nya maupun keputusan organisasi internasional tersebut, yang disetujui
oleh para anggotanya. Namun hal ini banyak menimbulkan pertentangan karena
secara eksplisit tidak dicantumkan di dalam instrumen pokok-nya.
Dalam mengambil
langkah-langkah selanjutnya Sekjen PBB kemudian mempersiapkan suatu memorandum mengenai persoalan
penggantian kerugian atas musibah yang terjadi dalam rangka tugas PBB, dan
disampaikan kepada Sidang Majelis umum PBB yang ke-3 tahun 1948 dengan
mengajukan tiga masalah pokok sebagai berikut:
1. Suatu pernyataan apakah sesuatu negara mempunyai
tanggung-jawab terhadap PBB atas musibah atau kematian dari salah seorang
pejabatnya;
2.
Kebijaksanaan
secara umum mengenai kerusakan dan usaha-usaha untuk mendapatkan ganti rugi;
3. Cara-cara yang akan ditempuh untuk penyampaian dan
penyelesaian mengenai tuntutan-tuntutan.
D. Organisasi Internasional Sebagai
Badan Pembentukan Hukum.
Organisasi Internasional yang
memiliki personalitas hukum dalam hukum Internasional pada hakikatnya dapat
menciptakan berbagai hak dan kewajiban seperti kemampuan seperti untuk membuat
perjanjian internasional,[12] hak untuk menikmati keistimewaan dan
kekebalan diplomatik,[13] hak locus standi secara terbatas di makamah international, kemampuan
untuk mengajukan tuntutan dan serta kewajiban dalam arti adanya tanggung jawab
dari organisasi internasional tersebut untuk tindakan-tindakannya yang di
anggap tidak sah.[14]
HUBUNGAN NEGARA DENGAN ORGANISASI
INTERNASIONAL
A.
Keterwakilan Negara Di Organisasi Internasional.
Dalam diplomasi multilateral
keterwakilan negara dalam hubungannya dengan organisasi internasional khususnya
yang bersifat universal kini menjadi sangat penting dengan laju pertumbuhan
organisasi internasional yang begitu
cepat baik jumlahnya maupun lingkup masalah hukumnya. Organisasi semacam ini
bukan saja mempunyai keanggotaan yang
besar, tatapi juga mempunyai lingkup permasalahan yang luas sebagimana
organisasi-organisasi internasional PBB dan Badan-badan Khususnya.
Permasalahan ini kemudian menjadi
perhatian PBB sejak tahun 1958 dan menganggap pentingnya masalah tersebut bagi
masyarakat internasional untuk memiliki instrumen tersendiri yang dapat
menjamin peningkatan hubungan dan kerjasama antar negara. Untuk itu sesuai dengan
prinsip-prinsip dan tujuannya, PBB telah berusaha mengembangkan prinsip-prinsip
hukum internasional yang berkaitan dengan hubungan antar negara dengan
organisasi internasional yang bersifat universal beserta kodifikasinya.[15]
Hak dan Kewajiban Anggota dan Peninjau.
Semua negara anggota dari oganisasi internasional yang
bersifat universal, sesuai dengan aturan tata-cara (rules
of procedure) yang ditetapkan oleh organisasi tersebut, bisa membuka
perwakilan tetap (parmanent mission) masing-masing
dalam rangka melaksanakan tugasnya bukan saja untuk menjamin keterwakilan dan
keikutsertaan mereka di dalam kegiatan-kegiatan organisasi tersebut, tetapi
juga untuk melindungi kepentingan mereka dan mewujudkan tujuan dan
prinsip-prinsip dari organisasi internasional.
Delegasi Ke Organisasi Internasional dan Badan-Badannya.
Sesuai dengan aturan tata-cara yang
ditetapkan oleh organisasi internasional atau konferensi, negara anggota dapat
mengirimkan delegasinya ke sesuatu badan atau
konferensi yang diadakan, Delegasi tersebut terdiri dari ketua dan
anggota delegasi lainnya dengan menyampaikan surat-surat kepercayaan kepada
organisasi tersebut atau konferensi yang akan diadakan. Surat-surat kepercayaan
tersebut ditanda-tangani baik oleh Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Menteri
Luar Negeri atau Pejabat Negara lainnya yang mempunyai kewenangan.
Status
Negara-Negara Anggota Yang Tidak Mengakui/Tidak Mempunyai Hubungan Diplomatik
Satu Sama Lain.
Sesuai dengan ketentuan dalam Konvensi Wina 1975 apabila
sesuatu negara anggota organisasi internasional termasuk negara anggota lainnya
yang kedudukannya sebagai tuan rumah konferensi yang diadakan oleh organisasi
internasional tersebut, tidak mengakui baik negaranya maupun pemerintahannya,
tidak mempunyai hubungan diplomatik atau hubungan konsuler, ataupun mengalami
pemutusan hubungan diplomatik dengan negara
anggota lainnya, maka hal ini tidak akan mempunyai pengaruh apapun.
B. Organisasi Internasional Dan
Pengakuan.
1.. Pengakuan Organisasi Internasional Terhadap Negara Dan Subyek Hukum
Internasional Lainnya.
Pengakuan organisasi
internasional juga bisa terjadi pada organisasi internasional lainnya yang juga
merupakan subyek hukum internasional seperti halnya pengakuan PBB terhadap
Organisasi Konferensi Islam (OIC), Liga Arab, Uni Eropa, Organisasi Persatuan
Afrika (OAU), Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) dimana
organisasi-organisasi internasional semacam itu telah diberikan status peninjau
(observer).
Pengakuan organisasi
internasional terhadap subyek hukum internasional lainnya itu dapat memberikan
pengaruh bagi organisasi-organisasi internasional lainnya untuk melakukan hal
yang sama termasuk Badan-badan Khusus PBB yang berada dibawah sistim PBB
seperti UNESCO, UNICEF dan lain-lainnya.
2. Pengakuan
Organisasi Internasional Terhadap Entitas.
Pada awal tahun tujuh puluhan
gerakan-gerakan pembebasan nasional secara bertahap telah memperoleh
kedudukannya yang penting sebagai peninjau dalam berbagai organisasi
internasional.[16] Dalam bulan Februari 1969 misalnya Komisi
Ekonomi PBB untuk Afrika (ECA) telah memberikan rekomendasi agar Organisasi
Persatuan Afrika mengusulkan agar Angola, Mozambique, Guinea (Bissau) sebagai
anggota asosiasi Komisi tersebut.[17] Sedangkan Namibia dimana Dewan PBB untuk Namibia
bertanggung jawab, pengaturan untuk itu kemudian telah disahkan oleh Majelis
Umum PBB.[18] Dengan demikian sejak tahun 1971
gerakan-gerakan pembebasan nasional tersebut telah memperoleh status peninjau
dalam ECA.[19]
Dalam pertemuan-pertemuan yang
diadakan oleh Dewan PBB untuk Namibia, wakil-wakil dari Organisasi Rakyat
Afrika Barat Daya (SWAPO) telah ikut serta sebagai peninjau sejak 1972.[20] Sejak itu wakil-wakil dari berbagai
gerakan pembebasan nasional telah ikut serta dalam perdebatan-perdebatan di
Komite IV mengenai masalah dekolonisasi dari Majelis Umum PBB dan wakil-wakil
tersebut sebelumnya telah diusulkan oleh Organisasi Persatuan Afrika.[21]
Walaupun keanggotaan PBB
menurut Pasal 4 (1) Piagam adalah negara, namun sejak tahun tujuh puluhan
memang telah mengalami perkembangan tersendiri. Hal itu terjadi tatkala PBB
mengakui gerakan pembebasan nasional seperti Organisasi Rakyat Afrika Barat
Daya (SWAPO) sebagai wakil yang sah dari rakyat Namibia yang pada hakekatnya
dapat dianggap sebagai subyek hukum internasional. PBB kemudian juga memberikan
status kepada organisasi pembebasan tersebut sebagai peninjau (observer).[22]
Demikian juga terjadi dalam
tahun 1974 pada waktu Majelis Umum PBB memutuskan untuk mengakui Organisasi
Pembebasan Palestina (PLO) sebagai wakil sah dari rakyat Palestina dan
sekaligus juga telah memberikan status peninjau kepada PLO dan memperbolehkan
untuk ikut serta bukan saja dalam persidangan-persidangan Majelis Umum PBB,
tetapi juga dalam Komite-komite Utama dan Badan-badan Subsider-nya termasuk
partisipasinya dalam Badan-badan Khusus PBB.[23]
Dalam tahun 1974 misalnya,
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) telah mengeluarkan resolusi yang
menyerukan kepada Badan-badan Khusus untuk membuat pengaturan selayaknya agar
wakil-wakil dari gerakan pembebasan nasional yang telah diakui oleh Organisasi
Persatuan Afrika dapat ikut serta sebagai peninjau dalam
persidangan-persidangan yang membicarakan negara mereka. Resolusi tersebut
kemudian dikukuhkan oleh Majelis Umum PBB.[24]
Menurut kenyataan sejarah dan
bukti-bukti yang ada syarat-syarat yang diperlukan oleh Majelis Umum PBB untuk
pengakuan terhadap organisasi atau gerakan-gerakan pembebasan nasional antara
lain telah adanya pengakuan dari organisasi regional dimana organisasi atau
gerakan itu berasal. Bagi SWAPO misalnya sebelum diakui oleh PBB, organisasi
itu telah memperoleh pengakuan dari Organisasi Persatuan Afrika (OAU),
sedangkan bagi PLO telah memperoleh pengakuan dari Liga Arab, bahkan Organisasi
Konferensi Islam (OIC) pun secara resmi telah menyatakan pengakuannya. PLO juga
telah memperoleh status peninjau di Majelis Umum PBB dan oleh karena itu dapat
juga dianggap sebagai subyek hukum internasional.
DAFTAR
PUSTAKA
A. Buku-Buku
A.
Leroy Bennet, International Organization, New Jersey:
Prentice-Hall, Inc, 1979.
Bowett, D.W., The Law of International Institution, :
1990.
Bekker, P.H.F. ,
The Legal Status of Intergovernmental
Organizations: 1994.
Goodrich Leland,
M, The United Nations, New York:
Crowel, 1959.
Gross Leo, Immunities
and Privileges of Delegation to the United Nations, International Organization,
1962.
Hayer, C.J.H, A
Generation of Materialism 1871-1990, New York Harper and Row, 1944
Henry G, Schermers, International Institutional Law, Sitjthoff Normhoff International
Publisher B.V, Alphen aan deRijn, The Nederlands 1980.
Hill, Martin, Immunities
and Privileges of International Officials, Washington, 1947.
Leland M. Goodrick, Eduard Humbro & Anne
Partricia Simmons, Charter of the United
Nations & Commentary Documents, Third and Revised Edition, New York &
London: Columbia University Press, 1969.
Lynn. H. Miller, Regional
Organizations and Subordinate System, dalam Louis J. Cantory and Steven L.
Spregel, The International Polities of
Regions: A Comperative Approach Engewood Chiff, N. J: Prentice Hall, 1970.
Maryan Green, N.A, International Law, Law of the Peace, Mc. Donald & Evans Ltd.
London: 1973.
N. A. Maryam Green, International Law, Law of Peace, London: MacDonald & Evans Ltd.
1973.
Rama Montaldo Manuel, International Legal Personality and Implied Powers of International
Organization: 1970
Sachs, Moshe Y, The
United Nations, A Hand Book of The United Nations. Its Structure, History
Purpose, Activities and Agency, New York and Torono: World Marki Press,
Ltd, Jhom Weley Sons, Inc, 1977.
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, UI Press: Jakarta, 1990.
----------,
Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, UI Press: Jakarta, 193.
Walters, F. P., A
History of the League of Nations, New
York: 1952.
Weisberg Guenter, The
International Status of the United Nations, Ocenia Publication, Inc: New
York 1961.
Varally, M. Definition
and Clasification of International Organization: A Legal Approach, 1981.
B.
Putusan Dewan Keamanan PBB
United Nations,
Provisional Rules of Procedure of the Security Council (New York: January 1975,
Doc. S/96/Rev. 6) Rule. 39
Resolution 3237,
29 GAOR, Supplement 31 (A/9631).
[1] M. Virally, “Definition and Clasification
of International Organization: A Legal Approach”, in G, Abi-Saab (ed). The
Concept of International Organization, 51 (1981).
[2] N.A, Maryan Green, International
Law, Law of Peace, Mc. Donald &Evans Ltd, London 1973, hlm. 58.
[3] N. A. Maryam Green,
International Law, Law of Peace, (London:
MacDonald & Evans Ltd. 1973), hlm. 53
[4]Lynn. H. Miller, Regional Organizations and Subordinate System, dalam Louis J.
Cantory and Steven L. Spregel, The
International Polities of Regions: A Comperative Approach (Engewood Chiff,
N. J: Prentice Hall, 1970), hlm. 357-378.
[5] A. Leroy Bennet, hlm. 374.
[6] Ibid,
hlm. 375-376 yang telah disempurnakan.
[7] Resolution 3237, 29 GAOR, Supplement 31
(A/9631).
[8] N.A. Maryan Green, hlm.56.
[12] D.W.Bowett, The Law Of International Institution,hlm. 341-345,4th
Edition (1982).Tetapi Lihat I.Brownlie, Principles Of Publik International Law,
hlm. 683-684,4th Edition (1990).
[13] P.H.F.Bekker,, The Legal Position of intergovernmental Organizations, hlm.96
(1994)
[14] Bowett,hlm.362-363.
[15] Lihat selanjutnya
Resolusi Majelis Umum PBB 1289 (XIII) tanggal 5 Desember 1958 yang meminta agar
Komisi Hukum Internasional PBB membahas lebih lanjut mengenai hubungan negara
dengan organisasi antar-pemerintahan setelah dibahas dan dipelajararinya.
[16] Lihat Eckart Klein, Nationale
Befreiungskampfe Dekolonisierungspolitik der Vereinten Nationen: Zu einigen
volkerrechtlichen Tendenzen, 36 ZaoRV (1976), hlm. 618-653.
[17] Lihat Resolusi ECA 194 (IX).
[18] Lihat Resolusi Majelis Umum PBB 2795
(XVI) paragraph 12 dan lihat pula Resolusi 2621 (XXV).
[19] UNJY 1974, hlm 154.
[20] Ibid. hlm. 152
[21] Ibid. hlm. 150
[22] Lihat Resolusi Majelis Umum PBB 2621
(XXV) tahun 1970.
[23] Lihat pula Resolusi Majelis Umum PBB 3280
(XXIX) tahun 1974.
[24] Resolusi ECOSOC 1892 (LVII) para 2 dan
Resolusi MU-PBB 3300 (XXIX), para 8.
0 Response to "Hukum Organisasi Internasional"
Post a Comment