Dibolehkan Ghibah Untuk Tujuan Syar'i
Dalam
Kitab Riyadhus Shalihin Karya Al-Imam
al-Allamah Abu Zakaria Muhyuddin bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi atau
lebih dikenal sebagai Imam Nawawi
beliau adalah salah seorang ulama besar mazhab Syafi'i. Ia lahir di desa Nawa, dekat kota Damaskus, pada tahun 631 H dan
wafat pada tahun 24 Rajab 676 H. Kedua tempat tersebut kemudian menjadi nisbat
nama beliau, an-Nawawi ad-Dimasyqi. Ia adalah seorang pemikir muslim di bidang fiqih dan hadits.
Singkat
tentang Kitab Riyadhus Shalihin adalah nama salah satu kitab kumpulan hadits Nabi Muhammad
yang
berarti taman orang-orang shalih, yang disusun oleh Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf
An-Nawawy. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh
Salim Bahreisy
Nawawiy
rahimahullah mengatakan, “Ghibah berarti seseorang menyebut-nyebut sesuatu yang
dibenci saudaranya baik tentang tubuhnya, agamanya, duniannya, jiwanya,
akhlaknya,hartanya, anak-anaknya,istri-istrinya, pembantunya, gerakannya, mimik
bicarnya atau kemuraman wajahnya & yang lainnya yang bersifat mngejek baik
dgn ucapan maupun isyarat.” Beliau
rahimahullah melanjutkan, “Termasuk ghibah adalah ucapan sindiran terhadap
perkataan para penulis (kitab) contohnya kalimat: ‘Barangsiapa yang mengaku
berilmu’ atau ucapan ‘sebagian orang yang mengaku telah melakukan kebaikan’.
Contoh yang lain adalah perkataa berikut yang mereka lontarkan sebagai
sindiran, “Semoga Allah mengampuni kami”, “Semoga Allah menerima taubat kami”,
“Kita memohon kepada Allah keselamatan”.
Didalam kitab Ini Imam Nawawi Bab: Ma Yubahu Minal Ghibah, menjelaskan beberapa pengecualian terhadab ghibah:
1.Mengadukan kezaliman seseorang kepada hakim. Orang yang dianiaya boleh
mengadukan orang yang menganiaya dirinya kepada pihak terkait. Semisal seorang
melapor ke polisi, “Si A telah menganiayaku atau telah memukuliku”. Contoh yang
lain adalah seorang santri yang dianiaya oleh temannya lalu melapor kepada
pengurus pesantren.
2. Untuk membantu menghilangkan kemungkaran.
Seperti halnya orang yang berkata "Diharapkan bagi yang mempunyai
kemampuan untuk melenyapkan kemungkaran ini. fulan telah berbuat demikian".
Semisal kita katakan kepada orang yang diharapkan mampu mengingatkan,
“Si A melakukan demikian tolong disadarkan”.
3. Meminta fatwa kepada mufti. Seperti ayah,
saudara atau siapa yang telah menganiayanya kemudian meminta pendapat dan
solusi dari seorang mufti. atau kasus yang lain yang berhubungan dengan ahkam
syar'iyyah. Semisal dengan mengatakan, “Bagaimana hukum seseorang atau seorang suami, orang tua atau anak
yang berbuat demikian dan demikian?”.
Meski demikian diperkenankan pula menyebutkan
identitas pelaku.
4. Memperingatkan muslimin dari kejelekannya. Di
antaranya menyingkap aib para perawi yang bermasalah bahkan ini bisa wajib. Dan Menceritakan
kekurangan seseorang ketika kita dimintai pertimbangan sebelum melakukan urusan
penting dengan orang tersebut. Apabila ada orang yang memegang jabatan tertentu
namun dia tidak bisa menjalankannya sebagaimana mestinya karena tidak memiliki
kapabilitas atau suka melanggar aturan agama. Selayaknya orang ini kita
laporkan kepada atasannya untuk menjelaskan keadaan sebenarnya. Dengan demikian
pihak atasan tidak tertipu laporan anak buahnya sehingga bisa mengarahkan anak
buahnya untuk bekerja dengan baik.
5.Seseorang melakukan kesyirikan, kemaksiatan,
kefasikan SECARA TERANG-TERANGAN, maka dibolehkan mengungkapnya. Orang
yang terang-terangan melakukan berbagai dosa besar. Dalam kasus seperti ini
dibolehkan menceritakan kejelekan yang dia lakukan dengan terang-terangan,
namun tidak diperkenankan ,m umenyebutkan kejelekan yang lain kecuali
berdasarkan alasan yang bisa dibenarkan.
6. Untuk mengenalnya. Karena mungkin julukan
seperti Al-A'raj (pincang), Al-A'ma. Diharamkan jika hal itu dimaksudkan untuk
merendahkan.
0 Response to "Dibolehkan Ghibah Untuk Tujuan Syar'i"
Post a Comment