Hukum Tata Negara
Pengertian HTN dari para pakar
Logeman: HTN adalah Hukum yang mengatur organisasi negara.
Scholten: HTN adalah Hukum yang mengatur organisasi dari pada
negara.
Wolhoff: HTN adalah norma-norma hukum yang mengatur bentuk
negara dan organisasi pemerintahannya, susunan dan kewajiban organ-organ
pemerintahan.
Van der Pot: HTN adalah peraturan-peraturan yang menentukan
badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masing-masing, hubungannya satu
dengan yang lainnya dan hubungannya dengan individu-individu (dalam
kegiatannya).
Kesimpulan
Hukum Tata Negara adalah
sebagai bidang ilmu hukum tersendiri yang membahas/mengkaji mengenai struktur
ketatanegaraan dalam arti statis, mekanisme hubungan antara kelembagaan negara,
dan hubungan antara negara dengan warga negara.
Logeman mengemukakan bahwa setiap peraturan hukum selalu
dipengaruhi oleh 2 unsur penting:
(1). Unsur riil; sifatnya yang konkrit, bersumber dari lingkungan,
Ex; tradisi, sifat bawaan.
(2). Unsur Idiil; sifatnya abstrak, bersumber dari diri manusia
sendiri, yaitu perasaan dan akal/pikiran.
Konstruksi hukum yang
berasal dari perasaan manusia disebut “asas-asas (beginselen) ini
bersifat berubah-ubah, konstruksi hukum yang terbentuk lewat akal/pikiran
manusia dinamakan pengertian (begrippen) dan ini bersifat tetap.
ASAS-ASAS HTN
Ø PANCASILA
Ø KEDAULATAN RAKYAT DAN
DEMOKRASI
Ø PEMISAHAN KEKUASAAN
Ø NEGARA HUKUM
Ø NEGARA KESATUAN
Pemakaian dan asal Istilah
HTN (Ina)
:
Staatsrecht (Belanda)
Constitutional law (Inggris)
Droit constitutional
(Perancis)
Verfassungsrecht (Jerman)
Letak HTN dlm klasifikasi hk:
Publik; (mengatur
kepentingan umum)
Hukum :
(Ulpianus; ahli hukum
Romawi)
Privat; (mengatur
kepentingan
person/individu)
Sumber-Sumber
HTN
Mengapa
kita harus mempelajari sumber hukum/HTN ?
Alasannya
?
} Penyelidikan thd sumber hukum akan memberikan petunjuk
tentang bagaimana dan di mana hukum itu berada.
} Pengetahuan yang mendalam mengenai sumber menjadi
salah satu yang membedakan antara seorang ilmuwan di bidang hukum dengan
seorang yang sekedar mengetahui (berpengatahuan) tentang hukum.
Pemahaman
Kata “sumber” dan “hukum”, bila digabungkan
menjadi “sumber hukum” akan melahirkan berbagai macam penafsiran. Oleh
sebab itu, menurut Bagir Manan menelaah dan mem-pelajari sumber
hukum memerlukan kehati-hatian karena istilah sumber hukum mengandung berbagai
pengertian. Tanpa kehati-hatian dan kecermatan yang mendalam mengenai apa yang
dimaksud dengan sumber hukum, dapat menimbulkan kekeliruan bahkan menyesatkan.
Sumber hukum menurut tinjauan sejarah berbeda pengertian
dengan sumber hukum menurut tinjauan filsafat. Sumber hukum menurut tinjauan
agama berbeda dengan pengertian sumber hukum menurut tinjauan sosiologi dan ilmu hukum.
Sumber hukum
menurut tinjauan sejarah adalah:
- Stelsel hukum apakah yang memainkan peranan pada
waktu hukum yang sedang berlaku sekarang (hukum posistif), ditetapkan?
- Kitab-kitab hukum, dokumen-dokumen, surat-surat
manakah, dan sebagainya yang telah diperhatikan oleh pembuat undang-undang
pada saat menetapkan hukum yang berlaku sekarang ?
Dengan sumber-sumber tersebut, ahli sejarah dapat
mengetahui perkembangan sejarah suatu kaidah hukum
Menurut kajian
filsafat, sumber hukum dipergunakan dalam arti:
- Sumber hukum untuk atau menentukan isi hukum;
Sumber hukum adalah ukuran yang dipergunakan untuk menentukan bahwa isi
hukum itu sudah tepat atau sudah baik dan benar-benar adil dan sebaliknya.
- Sumber hukum untuk menentukan kekuatan mengikat
sesuatu kaidah hukum; Mengapa hukum itu ditaati ?
Pengertian
sumber hukum menurut Sudikno
Mertokusumo dapat diartikan dalam beberapa arti, yaitu:
- sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan
permulaan hukum, misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa, dan
sebagainya;
- menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan
pada hukum yang sekarang berlaku, seperti hukum Perancis, hukum Romawi,
dan lain-lain;
- sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan
berlaku secara formal kepada peraturan hukum (penguasa dan masyarakat);
- sumber hukum dari mana kita dapat mengenal hukum,
misalnya dokumen, undang-undang, batu bertulis, dsbnya;
- sebagai sumber terjadinya hukum atau sumber yang
menimbulkan hukum.
Menurut Utrecht,
sumber hukum dapat dibedakan dalam arti formil dan materiil.
} Formil : sumber hukum yang dikenal dari bentuknya, sehingga berlaku umum, diketahui
dan ditaati.
} Materiil : sumber hukum yang menentukan isi hukum.
Sumber HTN ?
Formil
Materiil
Tambahan
Sumber HTN
Formil Indonesia
} Hukum
perundang-undangan ketatanegaraan;
- TAP MPR(S) No. XX Tahun 1966
- TAP MPR No. III Tahun 2000
- UNDANG-UNDANG No. 10 Tahun 2004
Pasal 7 Ayat (1) :
a. UUD 1945
b. UU/PERPU
c. PP
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah
Sumber hukum
dalam arti materiil
1. Dasar dan pandangan
hidup bernegara;
2. Kekuatan-kekuatan
politik yang berpengaruh pada saat merumuskan kaidah-kaidah hukum tatanegara.
Tambahan (di luar ketentuan Pasal tersebut di atas):
1. Traktat/Perjanjian
Bellefroid membedakan traktat dan perjanjain, karena traktat
merupakan perjanjian yang terikat pada bentuk tertentu, sedangkan perjanjian
tidak selalu terikat pada suatu bentuk tertentu. Menurut kajian Hukum
Internasional traktat dan perjanjian tidak diadakan perbedaan sama-sama disebut
dengan istilah “treaty”.
Treaty ini dapat berupa bilateral atau multilateral;
tergantung pada jumlah subjek yang membuatnya.
2. Konvensi Ketatanegaraan
Bagir
Manan, konvensi
adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara.
Praktek tersebut menurut Wheare
dapat terjadi:
Pertama, dengan cara persuasif untuk jangka
waktu yang lama; ini merupakan kebiasaan (custom) yang kemudian diterima
sebagai suatu kewajiban.
Kedua, melalui kesepakatan (agreement)
diantara rakyat; mereka sepakat untuk melaksanakan sesuatu dengan cara-cara
tertentu, dan sekaligus menetapkan ketentuan mengenai cara-cara pelaksanaannya.
Konvensi ini langsung mengikat karena dalam bentuk tertulis.
Jenis-jenis
Konvensi :
Custom (kebiasaan)
Expediency
(Kepatutan/kelayakan)
Express agreement (Persetujuan
yg dinyata- kan)
HIRARKI PERAT
PERUU-AN
1.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti
4. Undang-Undang;
5. Peraturan
Pemerintah;
6. Peraturan
Presiden;
7. Peraturan Daerah
Provinsi; dan
8.
Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
DEMOKRASI
Demokrasi menurut pengertian bahasa
adalah sistem atau bentuk pemerintahan yang segenap rakyat turut serta
memerintah dengan perantaraan wakilnya yang disebut pemerintah rakyat. Istilah demokrasi berasal dari Yunani, demos
yang berarti rakyat dan kratos atau kratien yang berarti kekuasaan,
istilah demokrasi telah dikenal sejak
abad ke-5 SM, yang pada awalnya merupakan reaksi dari kediktatoran di
negara-negara Yunani Kuno.
Menurut Kamus Hukum, demokrasi atau democratie (Belanda), Democracy (Inggris)
adalah bentuk pemerintahan atau kekuasaan yang tertinggi dimana sumber
kekuasaan tertinggi adalah kekuasaan (ke)rakyat(an). Sementara itu dalam kamus Dictionary
Webters mendefinisikan, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dimana
kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka
atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan umum yang bebas.
Jimly
Assiddiqie mengulas bahwa dalam suatu negara demokrasi,
kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Abraham
Lincon menyebutnya sebagai “ as government of the people, by the people, for
the people”. Dari
rakyat maksudnya bahwa mereka yang duduk
sebagai penyelenggaraan Negara atau pemerintah harus terdiri dari seluruh
rakyat itu sendiri atau yang disetujui
atau didukung oleh rakyat. Oleh rakyat maksudnya
bahwa penyelenggaraan Negara atau penyelenggaraan pemerintahan
dijalankan sendiri oleh rakyat atau atas nama rakyat atau yang mewakili rakyat.
Untuk rakyat maksudnya
pemerintahan dijalankan atau
berjalan sesuai dengan kehendak rakyat (government
in accordance with the people’s preferences).
Suatu
demokrasi yang dilaksanakan sendiri oleh seluruh rakyat lazim disebut
demokrasi langsung. Dalam demokrasi langsung (direct
democracy) dimana rakyat secara langsung
berperanserta dalam membuat keputusan-keputusan politik dijalankan
secara langsung oleh seluruh warga negara. Di Eropah, jenis demokrasi langsung (direct democracy) ini pertama-tama
diketemukan pada negara-negara Kota
Yunani kuno (sebelum masehi) yang dikenal dengan demokrasi klasik. Selain itu, praktek demokrasi langsung juga dijumpai di Inggris hingga saat ini masih dimungkinkan penyelenggaraan demokrasi secara langsung seperti yang
diketemukan pada pemerintahan desa
mereka yang kecil yang disebut “parish”
Sejarah ketatanegaraan asli
Indonesia sendiri tidak luput dari pelaksanaan demokrasi langsung
dalam bentuk rapat desa yang dihadiri
oleh semua warga desa dewasa (kuat gawe)
atau yang sudah kawin.
Robert
A. Dahl
suatu
negara yang menjalankan demokrasi, apabila dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut
:
- ada
kebebasan untuk membentuk dan menjadi anggota perkumpulan
- ada
kebebasan menyatakan pendapat
- hak
untuk memilih
- hak
untuk dipilih
- hak
bagi aktivis politk untuk berkampanye
untuk memeproleh dukungan atau suara terdapat berbagai
sumber informasi
- ada
pemilihan yang bebas dan jujur;
- semua
lembaga bertugas merumuskan kebijaksanaan pemerintah, harus tergantung
pada keinginan rakyat.
DEMOKRASI
DI INDONESIA
Dalam
konteks Indonesia, demokrasi mengandung tiga arti,
pertama,
demokrasi dikaitkan dengan sistem
pemerintahan dalam arti bagaimana caranya rakyat diikutsertakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan,
kedua,
demokrasi sebagai asas yang dipengaruhi oleh budaya, historis bangsa
Indonesia sehingga muncul istilah demokrasi
konstitusional dan
Ketiga, demokrasi sebagai
solusi tentatif untuk menyelesaikan beberapa persoalan yang dihadapi
dalam rangka penyelenggaraan negara sehingga lahir istilah musyawarah mufakat.
Dalam perjalanan sejarah Indonesia
merdeka telah dijalankan tiga sistem demokrasi yaitu Demokrasi Liberal,
Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Liberal ini dikenal Demokrasi Parlementer, karena
berlangsung dalam sistem pemerintahan Parlementer ketika berlakunya UU 1945 periode pertama, Konstitusi RIS dan UUDS 1950.
Demokrasi terpimpimpin muncul
sebagai bentuk reaksi atau koreksi
terhadap Demokrasi parlementer. Dalam rangka melaksanakan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen dan sekaligus koreksi terhadap Demokrasi Terpimpin, maka
sejak Orde Baru dikembangkan suatu demokrasi yang dinamakan Demokrasi
Pancasila.
Sri Soemantri
Demokrasi
Pancasila merupakan konsekuensi pengggolongan demokrasi dalam arti material,
bahwa sumber pembentukannya didasarkan pada ideologi suatu bangsa. Pertama-tama demokrasi dapat dilihat dari dua
segi yaitu demokrasi dalam arti meterial dan demokrasi dalam arti formal.
Demokrasi dalam arti yang pertama adalah demokrasi yang diwarnai oleh falsafah
atau ide yang dianut oleh suatu bangsa atau negara. Peredaan dalam demokrasi
yang dianut oleh masing-masing negara menunjukkan adanya perbedaan yang
mendasar dalam demokrasi ini.
Pengertian
demokrasi Pancasila pertama sekali dijabarkan dalam seminar Angkatan Darat II pada
bulan Agustus 1966 sebagai berikut :
} Demokrasi Pancasila sebagaimana dimaksud dalam UUD
1945, yang berarti menegakkan kembali asas-asas negara hukum agar kepastian
hukum dirasakan oleh segenap warga negara, dimana hak-hak asasi manusia baik
aspek kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan dimana
penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara instutisionil
} Dalam
UUD 1945 Perubahan Ketiga, ketentuan-ketentuan tersebut telah diubah sehingga berbunyi bahwa, Kedaulatan ada di tangan rakyat yang
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
} Dengan
demikian, dapat dipahami dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia juga
dianut perubahan ini menunjukkan bahwa
demokrasi di Indonesia
} Ciri
khas dari demokrasi konstitusionil ialah
gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas
kekuasaanya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan
pemerintah tercantum dalam konstitusi.
Menurut Wolin Ciri-ciri
pemerintahan konstitusional :
- Ada
prosedur hukum untuk memberi
wewenang kepada pejabat;
- Ada
batasan yang efektif terhadap
penggunaan kekuasaan;
- Ada
prosedur yang dilembagakan untuk menjamin pertanggungjawaban dan accountability
dari pejabat-pejabat pemerintah; dan
- Ada
satu sistem jaminan hukum bagi hak-hak warga negara.
Tujuan utama bentuk pemerintahan
konstitusional adalah membatasi pelaksanaan kekuasaan politik untuk mencegah
penyalahgunaannya. Tujuan ini dapat dicapai tanpa mengorbankan tujuan-tujuan
keamanan atau ketertiban yang merupakan inti dari setiap jenis sistem politik.
Konstitusionalisme menuntut danya
pengaruh yang ketat baik mengenai organisasi
jabatan-jabatan publik tertentu maupun cara pelaksanaan tugas pemerintah.
Gagasan bahwa kekuasaan pemerintahan
perlu dibatasi pernah dirumuskan oleh seorang ahli sejarah Inggris Lord
Acton, dengan mengingat bahwa
pemerintahan selalui diselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada manusia itu
tanpa kecuali melekat banyak kelemahan. Hal ini
karena manusia yang memiliki kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan
kekuasaan itu, tetapi manusia mempunyai
kekuasaan yang tak terbatas pasti akan menyalahgunakannya
Henry
B. Mayo
Pemerintahan yang demokratis dalam suatu
negara, harus didukung oleh sistem
politik yang demokratis pula.
sistem
politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif
oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik).
Lebih lanjut,
B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi didasari
oleh beberapa nilai, yakni:
- menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga
- menjamin terselenggaranya perubahan secara dalam suatu masyarakat yang sedang
berubah
- menyelenggarakan pergantian pimpinan secara
teratur;
- membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum;
- mengakui serta menganggap wajar ada-nya keanekaragaman
(diversity) dalam masyarakat yang tercermin dalam ke-anekaragaman
pendapat, kepentingan, serta tingkah laku;
- menjamin tegaknya keadilan.
Untuk
melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan beberapa lembaga,
yaitu:
- pemerintahan yang bertanggung jawab;
- suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili
golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat dan yang
dipilih dengan pemilihan umum yang bebas dan rahasia dan atas dasar
sekurang-kurangnya dua calon untuk setiap kursi;
- suatu organisasi politik yang mencakup satu atau
lebih partai politik;
- pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan
pendapat;
- sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak
hak asasi dan mempertahankan keadilan
Pada hakikatnya terdapat tiga ide untuk
menetapkan suatu sistem pemerintahan
yang demokratis
- Ide
partisipasi, mengandung pengertian
rakyat ikut serta dalam
proses pengambilan keputusan dalam bidang poltik dan bidang
pemerintahan baik melalui
perwakilan maupun secara langsung, dengan pernyataan pendapat baik lisan maupun tulisan yang harus
dilindungi secara konstitusionil.
- Ide
pertanggungjawaban pemerintah
terhadap rakyat berarti bahwa pemerintah harus mempertanggungjawabkan
semua tindakannya kepada rakyat (accountability) sebab pemerintah
melaksanakan fungsinya berdasarkan wewenang yang diberikan oleh rakya
- Ide
kesamaan, dalam hal ini kesamaan dalam demokrasi yang berarti kesamaan
berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan dalam hukum dan
pemerintahan.
KAITAN DEMOKRASI
DGN NEGARA HUKUM
Dalam
perkembangannya, paham negara hukum tidak dapat dipisahkan dari paham
kerakyatan (demokrasi). Sebab pada akhirnya, hukum yang mengatur dan membatasi
kekuasaan negara atau pemerintah diartikan !bagai hukum yang dibuat atas dasar
kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Atas dasar demokratis, rechtstaat dikatakan
sebagaI "negara kepercayaan timbal balik yaitu kepercayaan dari rakyat pendukungnya
bahwa kekuasaan yang diberikan tidak akan disalahgunakan dan kepercayaan dari
penguasa bahwa dalam batas kekuasaannya dia mengharapkan kepatuhan pada rakyat
pendukungnya.
Asas-asas
demokratis yang melandasi rechtstaat menurut S.W. Couwenberg meliputi
lima asas, yaitu:
- asas hak-hak politik (het beginsel van de politick
grondrechten);
- asas mayoritas;
- asas perwakilan
- asas pertanggungjawaban; dan
- asas publik (open baarheidsbeginsel).
Atas
dasar sifat-sifat tersebut, yaitu liberal dan demokratis, ciri-ciri rechtstaat
adalah:
- adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang
memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antar penguasa dan rakyat;
- adanya pembagian kekuasaan negara, yangputt:
kekuasaan pembuatan undang-undang yan ada pada parlemen, kekuasaan
kehakiman yang bebas yang tidak hanya menangani sengketa antara individu
rakyat, tetapi juga antara penguasa dan rakyat, dan pemerintah yang
mendasarkan tindakannya atas undang-undang (wetmatig bestuur),
- diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.
KAITAN DEMOKRASI
DGN OTONOMI DAERAH
Dalam
hal ini Muhd. Hatta menyatakan bahwa :Menurut dasar kedaulatan
rakyat, hak rakyat untuk menentukan
nasibnya sendiri tidak hanya ada pada pucuk
pemerintahan negeri, melainkan juga pada tiap tempat, dikota, di desa.
Tiap golongan persekutuan itu mempunyai Badan Perwakilan sendiri, seperti Gemeenteraad, Provinciale Raad, dan
lain-lainnya. Dengan demikian, maka tiap-tiap bagian atau golongan rakyat mendapat otonomi
(membuat dan menjalankan peraturan sendiri) dan zelfbestuur (menjalankan
peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan yang lebih tinggi). Dengan demikian
bukan saja persekutuan yang besar, rakyat semuanya mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya sendiri melainkan juga tiap-tiap bagian dari negeri atau
bagian dari rakyat banyak. Keadaan yang seperti ini penting sekali, karena
keperluan tiap-tiap tempat dalam satu negeri tidak sama, melainkan
berlain-lain.
MA
Muthalib dan Moh. Akbar Ali Khan
menyamakan otonomi dengan demokrasi
yaitu :
} Secara konseptual, otonomi daerah cenderung
menyamakan kebebasan daerah untuk
menentukan nasib sendiri atau demokrasi lokal. Tiada satupun lembaga kecuali
masyarakat setempat dan para wakil yang menikmati kekuasaan tertinggi sehubungan dengan suasana tindakan daerah,
Intervensi Pemerintah dapat dibenarkan bila terlibat kepentingan yang lebih
besar. Oleh karena itu, rakyat secara luas dan wakil mereka saja dapat menolak
masyarakat lokal dan para wakil mereka).
} Eratnya
kaitan antara otonomi dan nilai demokrasi juga terlukis pada pendapat Harolf
Alderfer.
} Menurutnya
otonomi daerah merupakan: suatu bagian integral dari aspirasi manusia untuk kebebasan, dasar penyelidikannya untuk demokrasi,
penting untuk stabilitas dalam negeri, dan pertahanan yang kuat terhadap musuh
dari luar. Otonomi daerah, di dalam satu bentuk, dalam suatu tindakan relatif,
merupakan unsur yang fundamental dari suatu bangsa yang berhasil.
Bagir Manan mengatakan bahwa dalam
rangka mewujudkan pemerintahan demokrasi (kedualatan rakyat) desentralisasi
merupakan cara terbaik, hal ini disebabkan desentralisasi memperluas kesempatan
bagi rakyat baik kualitatif maupun
kuantitatif turut serta memikul tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan
dibandingkan kalau hanya terbatas pada penyelenggaraan pada tingkat pusat saja.
Lebih
lanjut Bagir Manan menyebutkan terdapat tiga faktor yang yang memperlihatkan kaitan erat antara
desentralisasi dengan demokrasi:
- Untuk mewujudkan prinsip kebebasan (liberty);
- Untuk menumbuhkan suatu kebiasaan (habit)
agar rakyat memutus sendiri berbagai macam kepentingan yang bersangkutan
langsung dengan mereka. Memberi kesempatan bagi masyarakat untuk mengurus
dan mengatur sendiri kepentingan-kepentingannya merupakan hal yang sangat esensial dalam suatu masyarakat
demokratis;
- Untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya
terhadap masyarakat yang mempunyai berbagai tuntutan yang berbeda
B.C.
Smith, mencatat 8 faktor keperluan mengkaitkan paham demokrasi dengan
desentarlisasi (democratic-decentralization) yaitu :
- desentralisasi dipandang lebih efektif untuk
memecahkan atau memenuhi kebutuhan setempat dari pada perencanaan.
- desentralisasi dipandang relevan terutama dalam
memecahkan masalah kemiskinan);
- decentralization is said to improve access to
administrative agencies; (desentralisasi mendekatkan hubungan dengan pihak administrasi
pemerintahan).
- desentralisasi dapat meredakan perlawanan
masyarakat karena perubahan sosial yang mencolok akibat pembangunan);
- desentralisasi mengurangi penumpukan (kongesti)
pada tingkat pusat);
- adanya demokrasi ditingkat daerah
(desentralisasi) diyakini sebagai sesuatu yang perlu demi kesatuan
nasional);
- desentralisasi mempunyai efek pendidikan);
- desentralisasi sebagai cara memobilisasi dukungan
rakyat untuk pembangunan).
SISTEM PEMILU
DI INDONESIA
Berbeda
dengan Kontitusi RIS dan UUDS 1950, UUD 1945 dalam pasal-pasalnya tidak secara
jelas mengatur tentang pemilihan umum. Ketentuan tentang pemilihan itu hanya
dikembangkan dari:
- Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan
"Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR:'
Syarat kedaulatan rakyat adalah Pemilihan Umum;
- Pasal 7 UUD 1945 yang menyatakan, "Presiden
dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama 5 tahun dan sesudahnya dapat
dipilih kembali;“
- Penjelasan Pasal 3 UUD 1945 yang menyatakan.
"... sekali dalam lima tahun Majelis memperhatikan segala hal yang
terjadi..."
- Pasal 19 UUD 1945, susunan DPR ditetapkan dengan
undang-undang.
Keinginan
untuk melaksanakan pemilihan umum oleh pembentuk UUD 1945 tercermin dalam
Aturan Tambahan yang berbunyi: "Dalam enam bulan sesudah berakhirnya
peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan
segala hal yang ditetapkan oleh undang-undang dasar ini."
Menurut
Sri Soemantri M., landasan berpijak lainnya mengenai pemilu yang juga mendasar
adalah demokrasi Pancasila yang secara tersirat dan tersurat juga kita temukan
dalam Pembukaan UUD 1945, paragraf keempat. Sila keempat Pancasila menyatakan,
"Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan."
Akan
tetapi, karena keadaan ketatanegaraan yang belum memungkinkan ketika itu,
selama berlakunya UUD 1945 yang pertama ini pemilu belum dapat dilaksanakan.
Baru setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1950,
disusun sebuah Konstitusi (UUDS 1950) yang mengatur penyelenggaraan pemilihan
yang dalam Pasal 53 menyatakan, "Kemauan rakyat adalah dasar kekuasaan
penguasa, kemauan itu dinyatakan dalam pemilihan berkala yang jujur dan yang
dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan kebersamaan serta dengan
pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara yang juga menjamin kebebasan
mengeluarkan suara:" Atas dasar pasal ini pemerintah dan DPR membentuk UU
No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota DPR, dan
pada tanggal 29 September 1955 diselenggarakanlah pemilu yang pertama di
Indonesia. pemilihan yang dalam Pasal 53 menyatakan,
"Kemauan rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa, kemauan itu dinyatakan
dalam pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang
bersifat umum dan kebersamaan serta dengan pemungutan suara yang rahasia
ataupun menurut cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara:"
Atas dasar pasal ini pemerintah dan DPR membentuk UU No. 7 Tahun 1953 tentang
Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota DPR, dan pada tanggal 29 September
1955 diselenggarakanlah pemilu yang pertama di Indonesia.
Awal
berlakunya kembali ke UUD 1945 yaitu pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965),
pemilihan umum belum pernah atau belum sempat dilaksanakan, bahkan keinginan
untuk itu pun belum pernah ada. Baru setelah orde baru memegang kekuasaan di
Indonesia, keinginan untuk melaksanakan pemilihan umum muncul kembali. Hal itu
dianut dalam amanat rakyat melalui Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1965 yang
menyatakan antara lain: "Pemilihan umum yang bersifat langsung, umum,
bebas, dan rahasia diselenggarakan dengan pemungutan suara selambat-lambatnya
pada tanggal 5 Juli 1968". Tetapi karena kondisi politik yang belum
memungkinkan, penyelenggaraan suatu pemilihan umum dan kondisi ekonomi yang
kurang menguntungkan untuk membiayai suatu pemilihan umum 5 Juli 1968, amanat
tersebut belum dapat dilaksanakan. Hal itu menyebabkan MPRS melalui Ketetapan
MPRS No. XLII/ MPRS/1968 menetapkan bahwa pemilihan umum akan diselenggarakan
selambat-lambatnya 5 Juli 1971. Atas dasar Ketetapan MPRS ini, Presiden dan DPR
menetapkan UU No. I5 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan
Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat dan UU No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Setelah
lahirnya UU No. I5 Tahun 1969 dan UU No. 16 Tahun 1969 tersebut, pemilu
berikutnya menggunakan dasar pijakan yuridis, di antaranya:
- UU No. 4 Tahun 1975 tentang Perubahan atas UU No.
I5Tahun 1969;
- UU No. 5 Tahun 1975 tentang Perubahan UU No. 16
Tahun 1969;
- UU No. 2 Tahun 1980 tentang Perubahan atas UU No.
I5 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota Badan
Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagaimana telah diubah dengan UU No. 4
Tahun 1975;
- UU No. I Tahun 1985 tentang Perubahan atas UU No.
IS Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota Badan
Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagaimana telah diubah dengan UU No. 4
Tahun 1975 dan UU No. 2 Tahun 1980;
- UU No. 2 Tahun 1985 tentang Perubahan atas UU No.
16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 1975;
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu;
- UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
- UU No. 22 tahun 2007 tentang peneyelenggara
pemilu
- UU No. 2 tahun 2008 tentang parpol
- UU No. 10 tahun 2008 Tentang Pemilihan umum anggota dewan perwakilan rakyat, Dewan
perwakilan daerah, dan dewan perwakilan rakyat
- Daerah
PASCA AMANDEMEN UUD 1945
Setelah
diadakannya Perubahan UUD 1945 oleh MPR pada Sidang Tahunan 2001, masalah
pemilu mulai diatur secara tegas dalam UUD 1945 Bab VIIB tentang Pemilu. Pasal
22E berbunyi sebagai berikut:
1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung. umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggot Dewan
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai
politik.
4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggot
Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi
pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum di atur
dengan undang-undang.
Menurut
Wolhoff,dalam sistem organisme, rakyat dipandang sebagai sejumlah
individu-individu yan hidup bersama-sama dalam beraneka warna persekutuani
hidup seperti genealogi (rumah tangga), teritorial (des; kota, daerah),
fungsional spesial (cabang industri), lapis an-lapisan, dan sebagainya.
Masyarakat
dipandangnya sebagai suatu organisasi yang terdiri dart organ-organ yang
mempunyai kedudukan dan fungsi tertentu dalan totalitet organisasi itu, yaitu
persekutuan-persekutuan hidup di atas. Persekutuan-persekutuan hidup iniahl
sebagai pengendali hak pilih, atau lebih tepat sebagai hak untuk mengutus
wakil-wakil kepada Perwakilan Masyarakat (rakyat). Badan perwakilan menurut
sistem organisme ini bersifat badan perwakilan kepentingan-kepentingan khusus
persekutuan hidup yang biasa disebut Dewan Korporatif.
Dalam
pemilihan mekanis, menurut Wolhoff, rakyat dipandang sebagai massa
individu-individu yang sama. Individu-individu inilah yang berfungsi sebagai
pengendali hak pilih aktif dengan masing-masing mengeluarkan satu suara dalam
tiap pemilihan untuk satu lembaga perwakilan. Sistem pemilihan mekanis biasanya
dilaksanakan dengan dua Sistem pemilihan umum, yaitu: a) sistem proporsional;
b) Sistem distrik.
Sistem pemilihan proporsional
adalah
suatu Sistem pemilihan di mana kursi yang tersedia di parlemen dibagikan
kepada partai-partai politik (organisasi peserta pemilihan umum) sesuai dengan
imbangan perolehan suara yang didapat partai politik/organisasi peserta
pemilihan bersangkutan. Oleh karena itu, Sistem pemilihan umum ini disebut
juga dengan "Sistem berimbang".
Dalam
Sistem ini, wilayah negara merupakan satu daerah pemilihan. Akan tetapi, karena
luasnya wilayah negara dan jumlah penduduk warga negara yang cukup banyak,
wilayah itu dibagi atas daerah-daerah pemilihan (misalnya provinsi menjadi satu
daerah pemilihan. Kepada daerah-daerah pemilihan ini dibagikan sejumlah kursi
yang harus diperebutkan, luas daerah pemilihan, pertimbangan politik dan
sebagainya. Hal yang pasti adalah jumlah kursi yang diperebutkan pada
masing-masing daerah pemilihan lebih dari satu, karena itu Sistem pemilihan
proporsional ini disebut juga dengan "Multi-memberconstituency."
Sisa suara dari masing-masing peserta pemilihan umum di daerah pemilihan
tertentu tidak dapat lagi digabungkan dengan sisa suara di daerah pemilihan
lainnya.
Segi-segi positif dari sistem pemilihan proporsional :
- suara yang terbuang sangat sedikit;
- partai-partai politik kecil/ minoritas, besar
kemungkinan mendapat kursi di parlemen,
Segi-segi negatif dari
sistem ini
:
- Sistem ini mempermudah fragmentasi partai politik
dan timbulnya partai-partai politik baru. Sistem ini tidak menjurus ke
arah integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat, tetapi
kecenderungan lebih mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan oleh
karena itu kurang terdorong untuk mencari dan memanfaatkan
persamaan-persamaan. Sebagai akibatnya sistem pemerintahan umum ini
memperbanyak jumlah partai politik.
- Setiap calon yang terpilih menjadi anggota
parlemen merasa dirinya lebih terikat kepada partai politik yang
mencalonkan dan kurang merasakan loyalitasnya kepada rakyat yang telah
memilihnya.
- Banyaknya partai politik mempersukar dalam
membentuk pemerintah yang stabil, lebih-lebih dalam sistem pemerintahan
parlementer. Karena pembentukan pemerintah/kabinet harus didasarkan atas
koalisi (kerja sama) antara dua partai politik atau lebih.
- Terjadinya pencerminan pendapat yang salah
tingkat pertama (the first stage of distortion of opinion).
Sistem Pemilihan distrik
adalah
suatu sistem pemilihan yang wilayah negaranya dibagi atas distrik-distrik
pemilihan, yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang tersedia di parlemen.
Setiap distrik pemilihan hanya memilih satu orang wakil dari calon-calon yang
diajukan oleh masing-masing partai politik/organisasi peserta pemilihan
umum. sistem ini juga disebut "Single-member
constituency." Pihak yang menjadi pemenangnya (calon terpilih) adalah
yang memperoleh suara terbanyak (mayoritas) dalam distrik tersebut.
Segi-segi positif sistem distrik
:
- Hubungan antara si pemilih dengan wakilnya sangat
dekat, karena itu partai-partai politik tidak berani mencalonkan orang
yang tidak populer (tidak dikenal) dalam distrik tersebut. Terpilihnya
seorang talon biasanya karena kualitas dan kepopulerannya, dan barn
kemudian kepopuleran partai politiknya.
- Sistem ini mendorong bersatunya partai-partai
politik. Karena calon yang terpilih hanya satu, beberapa partai politik
dipaksa/terpaksa bergabung untuk mencalonkan seorang yang lebih populer
dan berkualitas serta berbakat di antara calon-calon yang lain.
- Sistem pemilihan ini akan mengakibatkan
terjadinya penyederhanaan jumlah partai politik.
- Organisasi penyelenggara pemilihan lebih sederhana, Panitia Pemilihan
jumlah terbatas, Biaya lebih murah dan perhitungan suara lebih singkat
karena tidak perlu menghitung sisa suara yang terbuang
Segi-segi negatif sistem distrik:
- Kemungkinan
akan ada suara yang terbuang. Bahkar ada kemungkinan calon terpilih
mendapat suara mi noritas lawan-lawannya.
- Sistem ini
akan menyulitkan partai-partai kecil da golongan-golongan minoritas. Sukar
bagi mereka mempunyai wakil di lembaga perwakilan.
- Terjadinya pencerminan pendapat yang salah tingka
pertama dan tingkat dua (the first and the second stage of distortion
of opinion)
Untuk
konteks Indonesia, banyak sekali orang yang mencampuradukkan antara electoral
laws dengan electoral processes. Di dalam ilmu politik yang disebu
dengan electoral laws menurut Douglas Rae, adalah sistem pemilihan dan aturan yang menata
bagaimana Pemilu dijalankan serta distribusi hasil pemilihan umum. Sementara electoral
process adalah mekanisme yang dijalankan di dalam pemilihan umum, seperti
misalnya mekanisme penentuan calon, cara berkampanye, dan lain-lainnya.
Menurut
Affan Gafar, sistem pemilihan (electoral laws) tidak mempunyai kaftan
dengan sistem kepartaian di Indonesia. Proses dan mekanisme pemilihan yang
membawa konsekuensi terhadap sistem kepartaian.
Ada dua alasan yang
mendasari pendapat tersebut,
1.
sejak tahun 1973 Indonesia sudah menganut sistem tiga partai yang
merupakan hasil reformasi sistem kepartaian yang dibuat oleh pemerintah, bukan
sesuatu yang terjadi secara alamiah. Akibatnya karena peraturan yang ada maka
sudah tidak mungkin lagi untuk membentuk partai politik yang barn, kecuali
kalau undang-undangnya yang harus dirubah.
2.
mekanisme
dan prows pemilu yang tidak kompetitif telah berhasil membuat partai politik
yang hegemonik. Proses pemilihan umum tersebut mencakup rekruitmen, calon-calon
yang tidak terbuka, terutama untuk partai-partai politik yang non pemerintah.
Di dalam proses rekrutmen tersebut partai yang non pemerintah tidak mempunyai
keleluasaan untuk menampilkan calon-calon yang mempunyai kualitas yang tinggi
yang mempunyai kharisma sehingga mampu menarik massa dukungan yang diharapkan.
PARPOL DAN DEMOKRASI
Tidak ada praktik demokrasi
modern tanpa partai politik
Secara teori :
Ukurannya untuk menilai sehat tidaknya sistem politik di
suatu negara, antara lain, dapat dilihat dari sumber rekrutmen pemegang
jabatan-jabatan politiknya. makin banyak rekrutmen pemimpinnya (pemegang jabatan politik) berasal dari parpol, makin sehat sistem politik negara
tersebut.
UUD 1945 MEMBERI PERAN BESAR KEPADA PARPOL
Pengajuan calon presiden
[Pasal 6A ayat (2)]
Kalau presiden dan wakil presiden berhalangan tetap
secara bersamaan
Catatan : Idealnya, dalam sistem
presidensial, jumlah partai
politik tidak terlalu banyak.
UUD 1945 MEMBERI
PERLINDUNGAN TERHADAP PARPOL
Partai politik hanya dapat dibubarkan melalui proses
hukum di Mahkamah Konstitusi.
Hukum Acara Pembubaran Parpol
Ø Pemohon
wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang ideologi, asas,
tujuan, program, dan kegiatan partai yang dianggap bertentangan dengan UUD
1945;
à
Pasal 68 ayat (2) UUMK
Ø Oleh
MK, permohonan disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan dalam waktu
7 hari kerja sejak dicatat dalam BRPK;
à
Pasal 69 UUMK
Ø Permohonan
pembubaran partai politik wajib diputus paling lambat dalam waktu 60 hari kerja
sejak permohonan dicatat dalam BRPK;
à
Pasal 71 UUMK
Ø Pelaksanaan
putusan pembubaran partai politik dilakukan dengan membatalkan pendaftaran pada
Pemerintah;
à
Pasal 73 ayat (1) UUMK
Ø Putusan
pembubaran partai politik diumumkan oleh Pemerintah dalam Berita Negara
Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 14 hari sejak putusan
diterima;
à
Pasal 73 ayat (2) UUMK
PARPOL DAN PEMILU
Pemilu adalah salah satu sarana demokrasi
MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PEMILU
Sengketa
hasil pemilihan umum diputus oleh Mahkamah Konstitusi
Catatan :
- MK tidak menangani tindak pidana pemilu
- MK juga bukan pengadilan banding dari atas putusan
badan-badan peradilan umum maupun keputusan panitia pengawas pemilu
Hukum Acara Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu
Permohonan hanya dapat dilakukan terhadap
penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang mempengaruhi:
a. Terpilihnya
calon anggota DPD;
b.
Pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
c. Peroleh
kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah pemilihan;
à
Pasal 74 ayat (2) UUMK
Ø Permohonan
hanya dapat diajukan dalam waktu paling lambat 3x24 jam (tiga kali dua puluh
empat jam) sejak KPU mengumumkan hasil pemilihan umum secara nasional;
à
Pasal 74 ayat (3) UUMK
Ø Dalam
permohonan wajib diuraikan dengan jelas:
a. Kesalahan
hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil
penghitungan
suara yang benar menurut pemohon;
b. Permintaan
untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan
menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon;
à
Pasal 75 UUMK
Ø MK
menyampaikan permohonan tersebut kepada KPU dalam waktu 3 hari kerja sejak
permohonan dicatat dalam BRPK;
à
Pasal 76 UUMK
Ø Permohonan
perselisihan hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka waktu:
a. Paling
lambat 14 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BRPK untuk pemilihan umum
Presiden dan Wakil Presiden;
b. Paling
lambat 30 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BRPK untuk pemilihan umum
anggota DPR, DPD, dan DPRD;
à
Pasal 78 UUMK
Ø Putusan
mengenai hasil perselisihan hasil pemilihan umum disampaikan kepada Presiden;
à
Pasal 79 UUMK
0 Response to "Hukum Tata Negara"
Post a Comment