Teungku Syiah Kuala
Teungku
Syiah Kuala Syech Abdurrauf bin Ali
Alfansuri atau yang lebih dikenal dengan nama Teungku Syiah Kuala adalah salah
satu ulama besar di Aceh yang memiliki pengaruh yang luas dalam penyebaran
agama Islam di pulau Sumatera dan Nusantara pada umumnya.
Nama
sebenarnya dari Teungku Syiah Kuala ini adalah Syekh Abdurrauf bin Ali Al Jawi
Al Singkily. Menurut riwayat masyarakat, keluarganya berasal dari Persia atau
Arabia, yang datang dan menetap di Singkil, Aceh, pada akhir abad ke-13.
Syeikh
Abdurauf tercatat pernah menjadi mufti Kerajaan Aceh ketika dipimpin oleh
sultan wanita bernama Sultanah Safiatuddin Tajul Alam yang memerintah pada tahun
1641-1643.
Atas
dukungan Sulthan Safiatuddin, Abdurauf melakukan perjalanan intelektualnya
menuju ke tanah suci. Banyak pusat-pusat keilmuan yang dikunjunginya sepanjang
jalur perjalanan haji. Pengembaraannya di Timur Tengah dilakukan selama 19
tahun. Beliau berguru pada 26 orang ulama di Medinah dan bertemu dengan 15
orang ahli sufi.
Diantara
guru-guru dari Syekh Abdurrauf yang terkenal adalah Ahmad Qusyasyi yang
merupakan pemimpian Tarikat Syatthariah di dunia Islam pada masa itu. Syiah
Kuala juga berguru pada Syech Burhanuddin Mulla Ibrahim di Medinah. Pada tahun
1661 M beliau kembali ke Aceh.
Pengetahuannya
yang dalam tentang Islam dan pengalaman yang sangat luas membuat Syiah Kuala
menjadi salah satu dari sedikit ulama Aceh yang berpikiran lebih terbuka dengan
perkembangan zaman ketika itu. Beliaulah yang turut membenarkan wanita diangkat
menjadi seorang kepala negara, yaitu ratu Sulthanah Safiatuddin, seorang Sultan
yang paling lama memerintah dari semua Sultan di sejarah kerajaan Aceh.
Abdurrauf
Singkil (Syiah Kuala) meninggal dunia pada hari Jum’at tanggal 4 Sya’ban 1114
Hijriah dalam usia 73 tahun. Ia dimakamkan di samping masjid yang dibangunnya
di Kuala Aceh, desa Deyah Raya Kecamatan Kuala, sekitar 15 Km dari Banda Aceh.
Misteri
Makam Syiah Kuala
Makam
Teungku Syiah Kuala tidak pernah sepi dari para peziarah. Wisata religi ke
makam ulama besar Aceh ini dipadati ratusan pengunjung setiap harinya. Para
peziarah datang tak hanya dari berbagai daerah di Aceh, tetapi juga dari warga
luar Aceh, bahkan luar negeri seperti Malaysia, Brunai Darussalam dan Arab.
Makam
Teungku Syiah KualaPerbaikan Makam Teungku Syiah Kuala beberapa saat setelah
tsunami Aceh, 26 Desember 2004
Mengapa
makam Syiah Kuala ini begitu ramai dikunjungi peziarah? Ternyata warga takjub
akan keberadaan makam yang tidak rusak pada saat terjadinya bencana gempa dan
tsunami Aceh, 26 Desember 2004 yang silam.
Semua nisan
di kompleks pemakaman Syiah Kuala tetap teronggok di areal makam kendati sudah
tidak beraturan lagi sesaat setelah tsunami berhenti. Padahal letak makam
dengan pantai sebelum tsunami diperkirakan hanya satu kilometer. Kini makam
hanya berjarak 100 meter dari pinggir pantai.
Syiah Kuala
dan Tarekat Syattariyah
Menurut
catatan Syed Muhammad Naquib al-Attas, pemimpin aliran Tarekat Syattariyah
Ahmad al-Qusyasyi adalah salah satu guru dari Syiah Kuala. Nama Abdurrauf
muncul dalam silsilah tarekat dan ia menjadi orang pertama yang memperkenalkan
ajaran Syattariyah di Indonesia.
Syiah Kuala
Bukan Syi'ah
Nama Syiah
Kuala juga dihubungkan dengan terjemahan dan tafsir Al-Qur’an bahasa Melayu
atas karya Al-Baidhawi berjudul Anwar at-Tanzil Wa Asrar at-Ta’wil, yang
pertama kali diterbitkan di Istanbul tahun 1884. Ketekunan Syiah Kuala
menyebarkan ajaran tarekatnya melahirkan sejumlah murid yang terkenal.
Murid yang
berguru kepadanya banyak jumlahnya dan berasal dari Aceh serta wilayah
Nusantara lainnya. Beberapa yang menjadi ulama terkenal seperti Syekh
Burhanuddin Ulakan yang berasal dari Pariaman, Sumatera Barat dan Syekh Abdul
Muhyi Pamijahan dari Tasikmalaya, Jawa Barat.
Tengku Syiah
Kuala meninggalkan banyak sekali karya tertulis, seperti:
- Turjumanul Mustafid (kitab
Tafsir Al-Quran pertama dalam bahasa Melayu)
- Umdatul Ahkam (Kitab Pengantar
Ilmu Hukum Islam)
- Umdatul Muhtajin Ila Suluki
maslaki Mufradin (Filsafat Akhlak)
- Kifayatul Muhtajin (Akhlak)
- Daqaiqul Huruf (Rahasia-rahasia
Huruf)
- Hidayatul Balaghah ‘Ala Jumatil
Mukhasamah (Kitab Hukum Acara dalam Islam)
- Bayan Tajalli (Kitab Filsafat
Ketuhanan, menolak faham Wihdatul Wujud)
- Syair Ma’rifat (karya sastra
yang berbentuk puisi membahas tentang Ma’rifat/Ketuhanan)
- Daqaiqul Huruf (Rahasia-rahasia
Huruf)
- Mir’atul Thullab (Kitab yang
berisikan Hukum Islam, melengkapi segala bidang hukum termasuk Hukum
Dagang dan Tata Negara)
- Karena karya-karyanya yang
begitu banyak sehingga sejumlah sejarawan menganggap Teungku Syiah Kuala
termasuk ulama yang produktif pada masanya terutama dalam mengorbitkan
karya-karya dalam bahasa Melayu.
Ramalan
Syiah Kuala
Konon, Syekh
Abdul Rauf Syiah Kuala dan Sulthan Iskandar Muda pernah mendapatkan wasiat dari
Nabi Khidir a.s. saat berada di istana Kutaraja Banda Aceh yang tertulis dalam
Kitab Mandiyatul Badiah. Inilah yang banyak dipercaya oleh masyarakat Aceh dan
sekitarnya sebagai Ramalan Syiah Kuala.
Ramalan
Syiah Kuala memberikan gambaran bagaimana Aceh dulu dan Aceh di masa yang akan
datang. Banyak orang yang percaya bahwa Ramalan Syiah Kuala ini akan
benar-benar terjadi dan mempengaruhi kehidupan mereka.
Apa saja isi
dari Ramalan Syiah Kuala tersebut? Dibacakan oleh Tengku Ilyas Puteh, seorang
pembaca kitab dalam huruf Arab kuno, Ramalan Syiah Kuala antara lain berbunyi
sebagai berikut:
- Bahwa
lebih kurang dalam tahun 1260 Hijriah negeri Aceh akan ditimpa bala
bencana.
- Bahwa
dalam tahun 1320 Hijriah Aceh akan dikalahkan oleh kerajaan Ba yang datang
dia dari pihak barat.
- Bahwa
beberapa lama kemudian (lebih kurang) 45 musim kerajaan Ba dikalahkan oleh
kerajaan Jim yang datang ia dari pihak matahari terbit.
- Bahwa
lebih kurang Empat musim kerajaaan Jim menguasai Aceh tiba-tiba ia keluar
secepat mata karena ia dikalahkan oleh Peuraja ‘Ajam, Peuraja Gajah,
Peuraja Cagee, Peuraja Singa dan barang sebagainya.
- Setelah
kerajaan Jim keluar maka negeri Aceh dan negeri di bawah angin lainnya
atas usaha isi negeri itu akan berdiri satu kerajaan yang menaklukkan
negeri Aceh dan negeri di bawah angin lainnya bernama kerajaan itu berawal
dengan huruf Alif dan berakhir dengan huruf Jim.
- Kerajaan
itu akan berdiri sampai kuat, akan tetapi negerinya penuh huru-hara dan
banyak pertumpahan darah. Rakyat melakukan banyak kemudlaratan dan
kehidupan mereka susah, perdagangan mahal, pakaiaan dan makanan mahal,
yang pandai tutup mulut, orang besar-besar banyak dusta, semua rakyat
berpaling muka pada pembesar-pembesar itu, perampasan terjadi di tiap-tiap
simpang, tidak bersenjata dan banyak orang pada masa itu sangat suka pada
merah dan kuning dengan menanti yang tidak mengaku Allah dan bermusuh
dengan agama yang ada di atas bumi ini.
- Bahwa
pada waktu itu ummat Islam banyak tersesat karena kurang ilmu, kurang
amal, lemah iman, banyak dosa. Ketika itu banyak ummat Islam meninggalkan
mazhab yang Empat dan membuat mazhab kelima dan itulah tanda
huru-hara serta kutuk dan bala.
- Manusia
pada waktu itu banyak membuang adat-istiadat sendiri dan memakai
adat-istiadat orang lain. Pada masa itulah manusia banyak meninggalkan
Syariat nabi Muhammad Salaullahu ‘Alaihi Wassalam dan mengkafirkan ‘Itiqad
Ahlul Shunnah Waljama’ah. Pada waktulah orang negeri banyak mengikut huruf
Enam dan ada juga yang suka kepada huruf garis Fa, Kaf, Jim, atau sama
dengan Kaf, Mim, Jim, Nun dan Sin. Mereka itu tidak mengakui adanya Tuhan
Rabbal ‘Alamin.
- Bahwa
nanti akan datang pada suatu masa rakyat akan bangkit dengan amarahnya
seperti api berbara, bermaksud membela negeri dan bermaksud hendak
melepaskan diri dari kuning dan merah, dan sebagainya. Akan tetapi
kelakuannya bermacam-macam ragam dan pada akhirnya yang memindahkan kuning
dan merah itulah yang menang, yakni golongan yang tidak suka kepada pekerjaan
atau perbuatan yang salah serta berdirilah agama menurut Ahlul Shunnah
Waljama’ah yang bermazhab dengan majhab dari majhab yang Empat. Negeri
aman, damai, adil, makmur seperti dahulu kala, yakni akan menang
orang-orang yang beriman.
Wassallam.
Wahusnul Khatimah Ala Mantabial Huda. Wallahu A’lam Bissawab.
Demikianlah
profil singkat Syiah Kuala beserta nukilah ramalan-ramalannya yang banyak
dipercaya masyarakat Aceh hari ini. Begitu besarnya pengaruh dari Teungku Syiah
Kuala membuat namanya diabadikan menjadi nama salah satu perguruan tinggi
negeri terbesar di Aceh, yakni Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH).
0 Response to "Teungku Syiah Kuala"
Post a Comment