Hukum Acara Perdata

Pengertian Pokok Hukum Acara
Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap pihak orang lain di muka pengadilan itu harus bertindak untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata (Wirjono Prodjodikoro)

Hukum Acara disebut juga Hukum Formal, jadi Hukum Acara Perdata disebut juga Hukum Perdata Formal, yang dimuat dalam Hetherziene Indonesisch Reglement (HIR) atau Reglemen Indonesia Baru (RIB).

HIR ini merupakan bagian dari tata hukum Hindia Belanda yang masih berlaku pada waktu ini, dan tercantum dalam Stb 1941 no 44

Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. (Sudikno Mertokusumo)

Hukum Perdata (materiil) yang ingin ditegakkan atau dipertahankan dengan hukum acara tersebut meliputi peraturan hukum yang tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan (mis. BW, UU Perkawinan, UU Pengadilan Agama, dll) dan peraturan hukum yang tidak tertulis berupa hukum adat yang hidup dalam masyarakat.

Fungsi dari Hukum Perdata Formal adalah mempertahankan dan melaksanakan Hukum Perdata Materiil, artinya Hukum Perdata Materiil dipertahankan oleh alat-alat penegak hukum berdasarkan Hukum Acara Perdata ini. Lapangan keperdataan memuat peraturan-peraturan tentang keadaan hukum dan perhubungan hukum mengenai kepentingan-kepentingan perseorangan (mis. Perkawinan, jual beli, sewa, hutang piutang, hak milik, waris, dsb).

Perkara perdata adalah perkara mengenai perselisihan antar akepentingan perseorangan atau antara kepentingan suatu badan pemerintah dengan kepentingan perseorangan (mis perselisihan tentang perjanjiann jual beli, sewa, pembagian waris, dsb)

Lembaga-lembaga hukum yang terdapat dalam lapangan keperdataan, misalnya, pengadilan perdata, kantor catatan sipil (untuk pendaftaraan kelahiran, perkawinan, perceraian dan kematian), Balai Harta Peninggalan (Weeskamer), Kantor Pendaftaran Tanah (Kadaster), Notaris, Juru Sita, Jual Lelang, Kantor Lembaga Bantuan Hukum, dan Pengacara.

Dalam bidang Hukum Acara pengadilan berlaku asas-asas pengadilan sbb :
1. Dilarang bertindak sebagai hakim sendiri.
2. Hukum acara harus tertulis dan dikodifikasikan
3. Kekuasaan pengadilan harus bebas dari pengaruh kekuasaan badan negara lainnya.
4. Semua putusan pengadilan harus berisi dasar-dasar hukum
5. Kecuali yang ditetapkan oleh UU, sidang pengadilan terbuka untuk umum dan keputusan hakim senantiasa dinyatakan dengan pintu terbuka.

Hukum Acara Perdata Indonesia bersumber dari 3 kodifikasi hukum, yaitu :
1. Reglemen Hukum Acara Perdata yang berlaku bagi golongan Eropa yang bermukim di Jawa dan Madura.
2. Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB) yang berlaku bagi golongan Indonesia di Jawa dan Madura, sekarang diganti dengan KUHAPer
3. Reglemen Hukum untuk daerah seberang yang berlaku bagi peradilan Eropa dan Indonesia diluar Jawa dan Madura.

Dalam kenyataan pelaksanaan hukum oleh pengadilan dewasa ini sebagian besar digunakan RIB bagi seluruh Indonesia. Apabila ada hal-hal yang tidak diatur dalam RIB, maka pengadilan menggunakan aturan-aturan dari Reglemen Hukum Acara Perdata (HIR)

Asas-Asas Hukum Acara Perdata

1. Hakim bersifat menunggu
Dalam perkara perdata, inisiatif untuk mengajukan perkara kepengadilan sepenuhnya terletak pada pihak yang berkepentingan.

2. Hakim dilarang menolak perkara
Bila suatu perkara sudah masuk ke pengadilan hakim tidak boleh menolak untuk memeriksan dan mengadili perkara tersebut, dengan alasan hukumnya tidak atau kurang jelas.
Bila hakim tidak dapat menemukan hukum tertulis maka ia wajib menggali hukum yang hidup dalam masyarakat atau mencari dalam Yurisprudensi (Ps 14 ayat 1 UU No. 14/ 1970)

3. Hakim bersifat aktif
Hakim membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

4. Persidangan yang terbuka
Asas ini dimaksudkan agar ada kontrol sosial dari masyarakat atas jalannya sidang peradilan sehingga diperoleh keputusan hakim yang obyektif, tidak berat sebelah dan tidak memihak (Ps 17 dan 18 UU no 14/1970)

5. Kedua belah pihak harus didengar
Dalam perkara perdata, para pihak harus diperlakukan sama dan didengar bersama-sama serta tidak memihak. Pengadilan mengadili dengan tidak membeda-bedakan orang, hal ini berarti bahwa didalam Hukum Acara Perdata hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak saja, pihak lawannya harus diberi kesempatan untuk memberikan keterangan dan pemeriksaan bukti harus dilakukan dimuka sidang yang dihadiri oleh keduabelah pihak.

6. Putusan harus disertai alasan
Bila proses pemeriksaan perkara telah selesai, maka hakim memutuskan perkara tersebut. Keputusan hakim harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar untuk mengadilinya. Alasan-alasan yang dicantumkan tersebut merupakan pertanggungjawaban hakim atas keputusannya kepada pihak-pihak yang berperkara dan kepada masyarakat sehingga mempunyai nilai obyektif dan mempunyai wibawa

7. Sederhana, cepat dan biaya ringan
Sederhana yaitu acara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit.
Cepat menunjuk pada jalannya peradilan banyak formalitas merupakan hambatan bagi jalannya peradilan (mis. Perkara tertunda bertahun-tahun karena saksi tidak datang atau para pihak bergantian tidak datang bahkan perkara dilanjutkan oleh ahli waris). Biaya ringan maksudnya agar tidak memakan biaya yang benyak.

8. Obyektivitas
Hakim tidak boleh bersikap berat sebelah dan memihak. Para pihak dapat mengajukan keberatan, bila ternyata sikap hakim tidak obyektif.

9. Hak menguji tidak dikenal
Hakim Indonesia tidak mempunyai hak menguji undang-undang. Hak ini tidak dikenal oleh UUD. Dalam pasal 26 ayat 1 UU tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (UU No. 14/1970) dinyatakan bahwa Hak menguji diberikan kepada mahkamah agung terhadap peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah dari UU dan dapat menyatakan peraturan perundang-undangan tersebut tidak sah.

Perbedaan Antara Hukum Acara Perdata Dan Hukum Acara Pidana

1. Inisiatif melakukan acara perdata datang dari pihak-pihak yang berkepentingan, sedangkan acara pidana perkara datang dari negara.(Jaksa Penuntut)

2. Dalam acara perdata pemeriksaan dilakukan dalam persidangan yaitu dalam acara dimuka hakim. Acara perdata tidak mengenal pengusutan dan atau penyelidikan permulaan.
3. Dalam acara pidana hakim bertindak memimpinsedangkan dalam acara perdata hakim menunggu saja.
4. Saat ini setiap pengadilan negeri melaksanakan peradilan anak yang tidak hanya bersifat acara perdata tetapi juga acara pidana.

Karakteristik Hukum Acara Perdata
Dalam Hukum acara perdata, orang yang merasa haknya dilanggar disebut sebagai Penggugat, sedangkan orang yang ditarik ke muka pengadilan karena dirasa telah melanggar hak penggugat disebut sebagai tergugat.
Turut tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang tidak menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu, namun demi lengkapnya suatu gugatan, mereka harus diikutsertakan

Sifat Hukum Acara Perdata
Inisiatif ada tidak ada perkara ada pada orang/ beberapa orang yang merasa haknya dilanggar (penggugat/ para penggugat)
Berbeda dengan Hukum Acara Pidana yang tidak tergantung ada/ tidak adanya inisiatif
Ada Hukum acara pidana yang mirip dengan Hukum acara perdata, yaitu Tindak Pidana Aduan

Tahapan Hukum Acara Perdata (menurut Sudikno Mertokusumo)
Tahap Pendahuluan : tahap persiapan menuju tahap penentuan dan pelaksanaan, yaitu ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan seperti membuat gugatan,mendaftarkan gugatan, membayar biaya perkara dll.
Tahap Penentuan : Tahap pemeriksaan peristiwa, pembuktian dan penjatuhan putusan.
Tahap Pelaksanaan : Tahap dilakukannya tindakan pelaksanaan putusan (eksekusi) yang telah dijatuhkan oleh hakim.

Hukum Acara Perdata Positif
Hukum acara perdata nasional hingga saat ini belum diatur dalam undang-undang, sampai saat ini ketentuan yang masih dipakai sebagai rujukan adalah het Herziene Indonesich Reglement (HIR) yang dulu diberlakukan untuk wilayah Jawa-Madura, sedangkan diluar itu berlaku RechtsReglement Buitengewestem (RBg). Sejarah Hukum Acara Perdata/ terbentuknya HIR dapat dibaca pada buku Retnowulan Sutantio

Sumber Hukum Acara Perdata (Hukum Positif) Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 6 UU No. 1 Drt Tahun 1951 Tentang Tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil
HIR, Het Herziene Indonesisch Reglement (Bab IX, 7 Bagian)
RBg (Reglemen Buitengewesten, S. 1927 Nomor 227)
RV (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) disebut juga Hukum Acara Perdata untuk Gol. Eropa, namun menurut Prof. Soepomo, sudah tidak berlaku sejak Raad van Justitie dan Residentiegerecht dihapus.
RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid der Justitie in Indonesie)
Undang-undang yang telah dikodifikasi (KUHPerdata dan KUHDagang)
Undang-undang yang belum dikodifikasi ( UU No. 20 Tahun 1947, tentang acara banding, UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.dll
Yurisprudensi
Perjanjian Internasional
Doktrin

Perihal Kekuasaan Mutlak dan Kekuasaan relative
Kewenangan Mutlak/ absolute compententie menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan, berdasarkan macamnya pengadilan yang memberikan kekuasaan untuk mengadili
Kewenangan Relatif/ relative compententie mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa
Asas yang berlaku dalam kewenangan relatif adalah Actor sequitur forum rei

Lingkup Peradilan
Macam-Macam Pengadilan
Di samping Pengadilan Sipil seperti tersebut diatas lazimnya disebut Pengadilan Umum di Indonesia terdapat pula :
Pengadilan Militer yang hanya berwenang untuk mengadili perkara yang terdakwanya berstatus anggota ABRI.
Pengadilan Agama yang kewenangannya mengadili perkara-perkara perdata yang kedua pihaknya baragama Islam dan menurut hukum yang dikuasai Hukum Islam.
Pengadilan Administrasi yang termasuk wewenang Pengadilan Administrasi adalah perkara yang tergugatnya pemerintah dan penggugatnya perorangan pemerintah itu digugat dengan alsan kesalahan dalam menjalankan administrasi.

Susunan Badan-Badan Pengadilan Umum
Di Indonesia kita kenal susunan Pengadilan dalam :
Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama yang berwenang mengadili semua perkara baik perdata maupun pidana.
Pengadilan Tinggi atau Pengadilan tingkat banding yang juga merupakan Pengadilan tingkat kedua. dinamakan Pengadilan tingkat kedua karena cara pemeriksaannya sama seperti pemeriksaan di Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Tinggi).
Mahkamah Agung yang merupakan Pengadilan tingkat akhir dan bukan Pengadilan tingkat ketiga. Mahkamah Agung memeriksa perkara-perkara yang dimintakan Kasasi, karena tidak puas dengan dengan putusan banding dari Pengadilan Tinggi. Pada tingkat kasasi yang diperiksa adalah penerapan hukumnya saja.

Kewenangan Pengadilan
Mengenai kewenangan mengadili dapat dibagi menjadi dua dalam Kekuasaan Kehakiman, yaitu Kekuasaan Kehakiman atribusi (atributie van rechtsmacht) dan Kekuasaan Kehakiman distribusi (distributie van rechtsmacht), bahwa :
Kekuasaan Kehakiman Atribusi disebut juga kewenangan mutlak atau kompetensi absolute. Kewenangan Mutlak atau Kompetensi absolute adalah kewenangan badan pengadilan di dalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain, misalnya Pengadilan Negeri pada umumnya berwenang memeriksa jenis perkara tertentu yang diajukan dan bukan Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Agama biasanya kompentensi absolute ini tergantung pada isi gugatan dan nilai daripada gugatan (lihat Pasal 6 UU No. 29 Tahun 1947).
Kekuasaan Kehakiman Distribusi disebut juga kewenangan nisbi atau kompetensi relative . Kewenangan nisbi atau Kompetensi relative adalah bahwa Pengadilan Negeri di tempat tinggal (domisili) yang berwenang memeriksa gugatan atau tuntutan hak. jadi gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri tempat  tergugat tinggal. apabila tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya atau tempat tinggalnya yang nyata tidak dikenali, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat sebenarnya.
Dikenali, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat sebenarnya ( Pasal 18 HIR, Pasal 141 Ayat 1 Rbg)

Tempat Kedudukan Pengadilan
Tempat kedudukan Pengadilan Negeri pada prinsipnya berada di tiap Kabupaten, namun di luar Pulau Jawa masih terdapat banyak Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lebih dari satu Kabupaten.  Kedudukan Pengadilan Negeri ada sebuah Kejaksaan Negeri dan disamping tiap Pengadilan Tinggi ada Kejaksaan Tinggi. Khusus di Ibukota Jakarta ada 5 instansi Pengadilan Negeri yakni di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara demikan pula dengan Kejaksaannya Negerinya.

Susunan Pejabat Pada Suatu Pengadilan
Di tiap pengadilan terdapat beberapa hakim. diantaranya menjabat sebagai ketua pengadilan dan wakil ketua.
Para hakim bertugas untuk memeriksa dan mengadili perkara di persidangan.
disamping itu ada panitera yang bertugas memimpin bagian administrasi atau tata usaha dibantu oleh wakil panitera, beberapa panitera pengganti dan karyawan-karyawan lainnya.
tugas dari pada panitera ialah menyelenggarakan administrasi perkara serta mengikuti semua sidang serta musyawarah-musyawarah pengadilan dengan mencatat secara teliti semua hal yang dibicarakan (Pasal 58,59 UU no. 2 Tahun 1986, Pasal 63 RO). ia harus membuat Berita Acara (proses verbal) sidang pemeriksaan dan menandatanganinya bersama-sama dengan ketua sidang (Pasal 186 HIR, Pasal 197 Rbg). karena ia tidak mungkin mengikuti semua sidang-sidang pemeriksaan perkara, maka di dalam praktik, tugas tersebut dilakukan oleh panitera pengganti.
Di samping hakim dan panitera masih ada petugas yang dinamakan jurusita (deurwaarder) dan jurusita pengganti (Pasal 38 UU No.21 Tahun 1986). adapun tugas dari pada jurusita dalai melaksanakan perintah dari ketua sidang dan menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, pemberitahuan putusan pengadilan, panggilan-panggilan resmi para Tergugat dan Penggugat dalam perkara perdata dan para saksi, dan juga melakukan penyitaan-penyitaan atas perintah hakim.

Cara Mengajukan Gugatan
Pengertian Permohonan dan Gugatan
Perbedaan Gugatan dengan Permohonan ada pada ada atau tidak adanya konflik. Tuntutan dalam hal ini adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan lembaga peradilan untuk mencegah pemaksaan kehendak pihak lain atau main hakim sendiri (eigenrichting). Dalam gugatan syarat utama adalah adanya orang/ sekelompok orang yang merasa haknya dilanggar, dan orang yang dirasa melanggar hak tersebut tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu. Dalam Perkara permohonan tidak ada sengketa, permohonan yang umunya diajukan adalah pengangkatan anak, wali, pengampu.

Pengajuan Gugatan,Tempat Tinggal, dan domisili
Pengajuan gugatan diajukan di tempat tinggal tergugat (Pasal 118 Ayat 1 HIR), Tempat tinggal adalah tempat dimana seorang menempatkan pusat kediamannya (Pasal 17 KUHPerd) atau dengan kata lain dimana seorang berdiam dan tercatat sebagai penduduk. Domisili/ kediaman adalah tempat seseorang berdiam

Pihak-Pihak yang berperkara, perwakilan orang, badan hukum, dan Negara:
Setiap orang boleh berpekara di depan pengadilan, namun ada pengecualiannya yaitu orang sakit ingatan, belum dewasa.
Bila badan hukum, maka orang yang mewakili adalah wenang mewakili badan hukum, itu dapat dilihat di ADRT
Surat kuasa yang dipakai adalah surat kuasa khusus

Jawaban Tergugat
Eksepsi, Bentuk jawaban dalam eksepsi ialah suatu tangkisan bahwa syarat-syarat prosessuil gugatan tidak benar atau eksepsi berdasarkan ketentuan materiil (eksepsi dilatoir dan eksepsi paremptoir), sehingga gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Dasar-dasar daripada eksepsi antara lain sebagai berikut :
Gugatan diajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang
Gugatan salah alamat (tergugat tak ada hubungan hukum)
Penggugat tak berkualitas (penggugat tidak mempunyai hubungan hukum)
Tergugat tidak lengkap
Penggugat telah memberi penundaan pembayaran (eksepsi)

Dalam Pokok Perkara Jawaban dalam pokok perkara ini merupakan bantahan terhadap dalil-dalil atau fundamentum petendi yang diajukan penggugat. Misalnya : A (Penggugat) menuntut B (Tergugat) agar meninggalkan tanah yang dikerjakan B dengan dalih :
Tanah tersebut adalah milik A sebagai ahli waris bapaknya C pemilik tanah asal yang sudah meninggal dunia.
Adanya petok D dan letter C yang masih atas nama C.
A tidak pernah melihat atau mengetahui adanya transaksi antara B dan C atas tanah tersebut.
Dalam contoh tersebut, B dapat membantah dalih A dengan alasan :
A diragukan sebagai ahli waris karena tidak fatwa waris.
Petok D dan letter C bukan bukti kepemilikan.
B mempunyai akte jual beli.
Berdasarkan bantahan atau tangkisan tersebut B dapat meminta kepada hakim agar gugatan ditolak

Permohonan atau Petitum:
Sifat permohonan sudah barang tentu harus menguntungkan tergugat sendiri, misalnya :
Primair :
Agar gugatan ditolak secara keseluruhan
Agar hakim menerima sluruh jawaban tergugat
Subsidair :
Apabila hakim berpendapat lain, maka tergugat mohon agar hakim memberikan putusan seadil-adilnya
Jawaban tergugat pada prinsipnya  menolak gugatan penggugat dengan jalan menangkis dan membantah apa yang didalihkan oleh penggugat. Untuk itu tergugat harus jeli, menguasai permasalahan serta hukum-hukum yang terkait. semua jawaban juga cukup beralasan artinya berdasarkan peristiwa yang didukung oleh hukum.

Pemeriksaan dalam persidangan
Hakim Wajibnya untuk mengupayakan perdamaian dalam persidangan sesuai dengan Pasal 130 Ayat 1 HIR. Perdamaian dalam persidangan, memiliki kekuatan hukum yang pasti

Pemeriksaan dalam persidangan
Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi
Jawaban diajukan setelah upaya perdamaian, tidak berhasil.
Jawaban pada dasarnya dapat dilakukan secara lisan.
Jawaban tergugat akan ditanggapi oleh penggugat dalam replik
Tanggapan atas replik dijawab tergugat dalam duplik
Setelah itu apabila dikehendaki, maka para pihak dapat membuat kesimpulan sebelum memohon putusan dengan penawaran bukti
Jawab tergugat dapat dikategorikan 2 macam :
>Jawaban tidak langsung mengenai pokok perkara atau disebut sebagi tangkisan/ eksepsi
>Jawaban mengenai pokok perkara
Eksepsi yang dikenal HIR adalah berkenaan dengan tidak berkuasanya hakim dalam mengadili apakah itu kekuasan absolut atau relatif
Eksepsi ini berkenaan dengan hukum acara/ prosesuil
Eksepsi berdasarkan hukum materil ada 2 macam:
>Eksepsi dilatoir, eksepsi yang menyatakan gugatan penggugat belum dapat dikabulkan, misalnya karena penundaan pembayaran
>Eksepsi peremptoir, eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan, misalnya gugatan yang diajukan daluarsa
Pengajuan eksepsi, umumnya dilakukan pada awal persidangan, yaitu sebelum tergugat mengajukan jawaban
Terlambat memberikan eksepsi, mengakibatkan sia-sia
Jawaban tergugat hendaknya singkat, padat, dan pada pokok persoalan dengan mengemukakan alasan-alasan yang berdasar
Gugat balik/ gugat dalam rekonpensi adalah hak dari tergugat
Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan jawaban atas gugatan

Gugat balasan dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali seperti yang diatur dalam pasal 132 a HIR, yaitu :
>Jika penggugat dalam gugat asal mengenai sifat, sedangkan gugat balasan mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya
>Jika PN kepada siapa gugat asal itu dimasukkan, tidak berhak, oleh karenanya berhubung dengan pokok perselisihan, memeriksa gugat balasan
Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan
Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimasukkan gugat balasan, maka dalam tingkat banding tidak  ole memajukan gugat balasan

Manfaat gugat balasan :
Menghemat ongkos perkara
Mempermudah pemeriksaan
Mempercepat penyelesaian sengketa
Menghindarkan putusan yang saling bertentangan

Diperkenankan untuk menambah atau mengurangi gugatan selama tidak merugikan. Perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan azas-azas hukum perdata, selama tidak merubah/ menyimpang dari kejadian materil. Perubahan dan penambahan gugatan diperkenankan kepada pihak tergugat. Perubahan gugatan dilarang apabila berdasar atas keadaan hukum yang sama dimohon suatu pelaksanaan hak yang baru sehingga dengan demikian memohon putusan hakim tentang suatu hubungan hukum antara kedua-belah pihak yang lain dari yang semula, contoh :
Mohon ganti rugi atas dasar ingkar janji, kemudian dirubah menjadi tergugat harus memenuhi janji
Semula dasar gugatan perceraian adalah perzinahan, kemudian dirubah menjadi keretakan rumah tangga yang tidak dapat diperbaiki

Penambahan gugatan diperboleh selama tidak merugikan pihak tergugat, seperti semula tidak semua ahli waris diikutsertakan, kemudian ditambah menjadi turut tergugat atau permohonan sita jaminan tetapi lupa memohon menyatakan sah dan berharganya sita jaminan tersebut. Perubahan atau penambahan gugatan yang diajukan setelah jawaban, harus mendapat persetujuan dari pihak tergugat Pengurangan gugatan selalu akan diterima dan senantiasa diperkenankan

Pembuktian

Adalah tugas hakim untuk menyelidiki adanya suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan, sehingga hubungan hukum itu harus dapat dibuktikan jika salah satu pihak (khususnya penggugat) menginginkan kemenangan. Tidak semua dalil dapat dibuktikan atau perlu dibuktikan, misalnya hal-hal yang diakui / tidak disangkal oleh Tergugat, tidak perlu lagi dibuktikan, atau hal-hal yang sudah diketahui umum (facta notoir). Hukum Pembuktian adalah suatu rangkaian peraturan tata tertib yang harus diindahkan dalam melangsungkan pencarian kebenaran dan keadilan di hadapan hakim.

Kebenaran atas suatu fakta adalah hal yang harus dibuktikan oleh hakim. Kebenaran yang dicari adalah kebenaran formil. Menurut ajaran individualiserings-theorie, bahwa penggugat dapat diterima gugatannya bila ia mampu mendalilkan hal-hal yang pokok, dan pihak tergugat dapat mengerti apa yang dimaksudkan dalam tuntutan penggugat.

Sedangkan menurut ajaran subtansierings-theorie meminta penjelasan riwayat secara rinci tentang apa yang menjadi dasar gugatan dan apa yang dijadikan tuntutan berdasarkan fakta yang dikemukakan. Para pihak yang berperkara diwajibkan untuk membuktikan tentang duduk perkara. Oleh karenanya mereka harus mengajukan alat-alat bukti dan sekaligus membuktikan kebenaran alat bukti yang kemudian oleh Hakim dicari kebenarannya dan dikonstantir peristiwa tersebut. Upaya hakim untuk memeriksa kebenaran dari bukti-bukti tersebut, hakim berkonsultasi kepada ahli-ahli hukum tertentu untuk menambah wacana keilmuan dan pemahaman tentang hukum. Hakim terikat oleh alat bukti dalam suatu proses pembuktian, namun demikian hakim juga diberi kebebasan untuk menilai alat bukti dan pembuktian tersebut (Pasal 172 HIR, 309 RBg, dan 1908 KUHPerd)

Hakim melakukan penilaian terhadap bukti, dan dapat dikatakan pembuktian merupakanpenilaian terhadap kenyataan yang ada (judex factie). Suatu Bukti dikatakan sempurna jika bukti yang diajukan tersebut dinilai hakim telah memadai untuk memberikan kepastian tentang peristiwa yang disengketakan.

3 Teori yang lazim digunakan untuk menentukan keterikatan hakim dan para pihak, yaitu :
Teori pembuktian bebas, yaitu memberikan kebebasan pada hakim, tanpa ada ketentuan-ketentuan tertentu yang mengikat hakim, dan itu tergantung terhadap banyakanya alat bukti yang diserahkan oleh hakim dalam persidangan
Teori Pembuktian Negatif, ini memberikan pembatasan pada larangan hakim untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pembuktian
Teori Pembuktian Positif, disini ditekankan perlunya perintah terhadap hakim disamping ada larangan

Namun dalam Praktek teori pembuktian yang dipakai adalah Teori Pembuktian bebas

Beban Pembuktian

Pasal 553 BW :orang yang menguasai barang tidak perlu membuktikan itikad baiknya. Siapa yang mengemukakan itikad buruk harus membuktikannya
Pasal 535 BW : bila seseorang telah mulai menguasai sesuatu untuk orang lain, maka selalu dianggap meneruskan penguasaan tersebut, kecuali apabila terbukti sebaliknya
Pasal 1244 BW : Kreditur dibebaskan dari pembuktian kesalahan debitur dalam hal adanya wanprestasi

Ada 5 teori pembebanan pembuktian yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim (Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo):
Teori Pembuktian yang hanya bersifat menguatkan, siapa yang mengemukakan harus membuktikan
Teori Hukum subyektif, barang siapa yang mengaku atau mengemukakan suatu hak, maka ia harus membuktikan
Teori hukum obyektif, penggugat yang mengajukan sutau gugatan berarti ia telah meminta hakim untuk menerapkan ketentuan hukum obyektif terhadap suatu peristiwa yang diajukan tersebut.
Teori Hukum Publik, upaya mencari keadilan dan kebenaran suautu peristiwa di pengadilan merupakan kepentingan publik.
Teori hukum acara, hakim harus membagikan beban pembuktian berdasakan kesamaan kedudukan para pihak (asas audi et alteram partem)

Alat Bukti
Ada lima alat bukti yang dapat diajukan dalam sidang perdata (Pasal 164 HIR, 284 RBg, dan 1866 BW) :
Bukti Surat
Bukti Saksi
Persangkaan
Pengakuan, dan
Sumpah

Sita (Beslag)
Pada hakikat tujuan seseorang beracara perdata di pengadilan adalah untuk mendapatkan penjaminan hak atau adanya jaminan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Agar terjamin hak penggugat, sekiranya dikabulkan hakim, undang-undang menyediakan upaya penjaminan hak tersebut yaitu melalui penyitaan (beslag), Penyitaan diartikan sebagai tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan hakim dalam perkara perdata. Barang-barang yang disita untuk kepentingan penggugat itu disimpan dan dibekukan untuk jaminan agar barang tersebut tidak dapat dialihkan atau dijual oleh pihak tergugat (Pasal 197 Ayat 9, Pasal 199 HIR, Pasal 212, 214 RBg).

Penyitaan demikian selanjutnya disebut sebagai sita jaminan atau conservatoir beslag. Akibat adanya sita jaminan ini, tergugat kehilangan hak dan wewenangnya untuk menguasai benda. Bila tergugat secara sadar melakukan tindakan pengalihan atas benda yang telah disita, maka tindakan tersebut adalah tindakan tidak sah, dan melawan hukum dan dapat dipidana (Pasal 231, 232 KUHP). Yang berwenang untuk melaksanakan penyitaan adalah panitera pengadilan. Dalam praktek permohonan ini diajukan kepada Ketua PN, dan umumnya diajukan dalam petitum, meskipun dapat diakukan kemudian.  Bila permohonan diterima dan dikabulkan, maka hakim menyatakan sah sah dan berharga (van waarde verklard).

Jalannya Persidangan
Susunan Persidangan, Hakim tunggal atau Hakim Majelis terdiri dari satu ketua dan dua hakim anggota, yang dilengkapi oleh Panitera sebagai pencatat jalannya persidangan.Pihak Penggugat dan Tergugat duduk berhadapan dengan hakim dan posisi Tergugat disebelah kanan dan Penggugat disebelah kiri Hakim. Apabila persidangan berjalan lancar maka jumlah persidangan lebih kurang 8 kali yang terdiri dari sidang pertama sampai dengan putusan hakim. Sidang Pertama, Setelah hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan “sidang dibuka untuk umum” dengan mengetuk palu. hakim memulai dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan kepada Penggugat dan Tergugat :
Identitas Penggugat
Identitas Tergugat
Apa sudah mengerti maksud didatangkannya para pihak, di muka sidang pengadilan.
Hakim menghimbau agar dilakukan perdamaian. dalam hal ini meskipun para pihak menjawab bahwa tidak mungkin damai Karen usaha penyelesaian perdamaian sudah dilakukan berkali – kali, hakim meminta agar dicoba lagi. Jadi pada sidang pertama ini sifatnya merupakan checking identitas para pihak dan apakah para pihak sudah mengerti mengapa mereka dipanggil untuk menghadiri
sidang. sebagai bukti identitasnya, para pihak menunjukkan KTP masing – masing. apabila tidak ditemukan kekurangan atau cacat maka sidang dilanjutkan. setelah para pihak dianggap sudah mengerti maka hakim menghimbau agar kedua belah pihak mengadakan perdamaian, kemudian sidang ditangguhkan

Sidang Kedua (Jawaban Tergugat), Apabila para pihak dapat berdamai maka ada dua kemungkinan:
Gugatan dicabut
Mereka mengadakan perdamaian di luar atau di muka sidang
Apabila perdamaian dilakukan di luar sidang, maka hakim tidak ikut   campur. belah pihak berdamai sendiri. ciri daripada perdamaian diluar pengadilan ialah:
Dilakukan para pihaknya sendiri tanpa ikut campurnya hakim.
Apabila salah satu pihak ingkar janji permasalahannya dapat diajukan lagi kepada Pengadilan Negeri
Apabila perdamaian dilakukan di muka hakim, maka ciri-cirinya adalah :
Kekuatan perdamaian sama dengan putusan pengadilan.
Apabila salah satu pihak melakukan ingkar janji, perkara tak dapat diajukan kembali.  (bentuk perdamaian dimuka pengadilan dapat dilihat dalam lampiran)
Apabila tidak tercapai suatu perdamaian, maka sidang dilanjutkan dengan penyerahan jawaban dari pihak tergugat. jawaban ini dibuat rangkap tiga, lembar pertama untuk penggugat , lembar kedua untuk hakim dan lembar ketiga untuk arsip tergugat sendiri

Sidang Ketiga (Replik), Pada sidang ini penggugat atau kuasa hukumnya menyerahkan replik, satu untuk hakim, satu untuk tergugat dan satunya untuk penggugat sendiri. replik sendiri merupakan tanggapan penggugat terhadap jawaban tergugat
Sidang Keempat (Duplik), Dalam sidang,tergugat menyerahkan duplik yaitu tanggapan tergugat terhadap replik penggugat
Sidang Kelima (Pembuktian dari Penggugat) :
Sidang kelima dapat disebut sidang pembuktian oleh penggugat. di sini penggugat mengajukan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil penggugat sendiri dan yang melemahkan dalil-dalil tergugat. Alat pembuktian melalui surat (fotocopy)harus di nazagelen terlebih dahulu dan pada waktu sidang dicocokkan dengan aslinya oleh hakim maupun pihak tergugat. hakim mempuyai kewenagan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dilanjutkan oleh tergugat sedangkan pihak penggugat memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. teradap saksi-saksi hakim mempersilahkan penggugat mengajukan pertanyaan terlebih dahulu, kemudian hakim sendiri juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam rangka memperoleh keyakinan. perdebatan-perdebatan  di bawah pimpinan hakim.
Apabila pembuktian ini belum selesai maka akan dilanjutkan pada sidang berikutnya. sidang pembuktian ini dapat dapat cukup sehari, tetapi biasanya  bisa dua tiga kali atau lebih tergantung kepada kelancaran pembuktian. perlu dicatat disini ba sebelum ditanyakan serta memberikan keterangan saksi harus disumpah lebih dahulu dan tidak boleh masuk dalam ruang sidang belum dipanggil

Sidang Keenam (Pembuktian dari Tergugat) :
Kalau sidang kelima merupakan sidang pembuktian penggugat, maka sidang keenam ini adalah sidang pembuktian dari pihak tergugat. Adapun jalannya sidang sama dengan sidang kelima dengan catatan bahwa yang mengajukan bukti-bukti dan saksi-saksi adalah tergugat, sedang Tanya jawabnya kebalikan daripada sidang kelima
Sidang Ketujuh, adalah sidang penyerahan kesimpulan. disini kedua belah pihak membuat kesimpulan dari hasil-hasil sidang tersebut. isi pokok kesimpulan sudah barang tentu yang menguntungkan para pihak sendiri

Sidang Kedelapan :
Sidang ini dinamakan sidang putusan hakim. dalam sidang kedelapan ini hakim membaca putusan yang seharusnya dihadiri olehpara pihak. setelah selesai membaca putusan maka hakim menetukkan hakim palu tiga kali dan para pihak diberi kesempatan untuk mengajukan banding apabila tidak puas dengan putusan hakim. pertanyaan banding ini harus dilakukan dalam jangka waktu 14 hari terhitung ketika putusan dijatuhkan

Putusan Hakim

Setelah melakukan segala pemeriksaan terhadap berkas-berkas dari penggugat dan tergugat serta alat pembuktian yang dihadirkan dalam persidangan acara perdata, maka hakim akan mengambil suatu putusan terhadap perkara yang ia periksa. putusan itu di harapkan menghasilkan suatu keadilan bagi para pihak atas kepentingannya yang diminta untuk diperiksa dan diputus oleh hakim tersebut.  Jadi bagi hakim dalam mengadili suatu perkara yang dipentingkan adalah fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. peraturan hukumnya dalai suatu alat sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya.
 Dalam putusan hakim yang perlu diperhatikan dalam pertimbangan hukumnya, sehingga siapapun dapat menilai apakah putusan yang dijatuhkan cukup mempunyai alasan yang obyektif atau tidak. Disamping itu pertimbangan hakim adalah penting dalam pembuatan memori banding dan memori kasasi. Susunan dan isi putusan hakim adalah berdasarkan Pasal 183,184,187 HIR, Pasal 194,195,198 Rbg, Pasal 4 Ayat 1, 23 UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 27 R.O dan 61 Rv, yang terdiri dari

Isi Putusan Hakim
Kepala Putusan, Nomor register perkara, nama pengadilan yang memutus perkara
Identitas Para Pihak
Tentang duduk perkara
Pertimbangan hukum atau Considerans
Amar atau Dictum
Penandatanganan

Perihal acara Istimewa
Pengertian gugur dan Perstek
Gugur terjadi apabila semua penggugat, meskipun sudah dipanggil secara patut, tidak hadir ke pengadilan negeri pada hari yang ditentukan, namun demikian si penggugat dapat mengajukan gugat.
Perstek adalah kebalikannya, yaitu bila semua tergugat meskipun sudah dipanggil secara patut tidak hadir, dengan demikian gugat diputus secara perstek, yaitu tanpa hadirnya tergugat

Penggugat Tidak hadir
Bila penggugat sebelum dipanggil telah wafat, maka terserah ahli waris untuk meneruskan gugatan atau tidak. Bila penggugat sudah dipanggil secara patut, tetapi tidak datang dalam persidangan, maka gugatannya digugurkan, dan dihukum untuk membayar biaya perkara, namun demikian ybs dapat mengajukan gugatan sekali lagi, dengan membayar persekot. Apabila perkara yang digugurkan pokok persoalannya sama sekali belum diperiksa, karena tidak diperkenankan atau salah, maka perkara tersebut tidak hanya digugurkan tetapi juga ditolak.

Pengaturan tentang Perstek diatur dalam pasal 125 HIR. Bila tergugat tidak hadir meski telah dipanggil secara patut, dan tidak mengirimkan wakilnya/ kuasanya. Hakim akan memutus perkara secara perstek, artinya tanpa hadirnya tergugat. Upaya hukum yang dapat dilakukan adalah Verzet. Lain halnya jika tergugat/ para tergugat hadir pada sidang pertama, namun pada sidang-sidang berikutnya tidak hadir, maka perkara diproses dengan acara biasa namun diputus dengan secara contradictoir

Syarat putusan diputus secara perstek :
Tergugat/ para tergugat pada hari pertama sidang semuanya tidak hadir, dan juga tidak mengirimkanwakilnya
Mereka kesemuanya itu telah dipanggil secara patut
Petitum beralasan dan tidak melawan hak

Jika syarat 1 dan 2 dipenuhi tetapi syarat 3 tidak terpenuhi, maka perkara diputus perstek, gugatan ditolak. Jika syarat 1 dan 2 dipenuhi tetapi ada kesalahan formal, yaitu surat kuasa penggugat tidak ditandatangani, atau bukan surat kuasa khusus, maka, gugatan tidak dapat diterima. Namun jika tergugat tidak hadir namun memberika eksepsi (tangkisan) berkenaan tentang kekuasaan absolut/ realtif, maka hakim tidak boleh memutus perkara secara perstek, melainkan harus memberikan putusan terlebih dahulu tentang eksepsi tersebut. Apabila eksepsi diterima, tidak perduli apakah tergugat tidak hadir, maka persidangan diputus bahwa pengadilan tidak berhak.
Apabila eksepsi ditolak, hakim akan memeriksa pokok perkara dan jika gugatan beralasan, maka gugatan akan dikabulkan dan perkara diputus secara perstek. Namun demikian bukan berarti putusan perstek menguntungkan penggugat

Cara pemberitahuan perstek
Putusan perstek harus diberitahukan kepada tergugat (apabila dikalahkan), serta diterangkan kepadanya bahwa ia berhak mengajukan perlawanan (verzet) terhadap putusan perstek tersebut di pengadilan negeri yang sama dalam jangka waktu dan dengan cara yang telah ditentukan dalam pasal 129 HIR.

Upaya Hukum
Mengenai Hukum Acara Perdata dalam praktek di pengadilan pada saat para pihak penggugat dan tergugat menerima putusan.  pastinya salah satu pihak maupun pihak lainnya akan merasa tidak puas atas putusan yang dijatuhkan oleh hakim tersebut. Untuk itu bagi para pihak yang tidak puas akan putusan yang dijatuhkan,  dalam hukum acara perdata telah diberikan suatu hak  untuk mengajukan upaya hukum atas ketidakpuasan putusan tersebut.  Upaya hukum dalam hukum acara perdata terdiri dari :
Banding
Kasasi
Peninjauan Kembali
Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet)

Banding
Upaya Banding merupakan suatu Upaya Hukum yang diajukan oleh para pihak yang tidak puas atas putusan yang dijatuhkan oleh hakim atas perkara yang diperiksa. Lazimnya yang mengajukan banding adalah pihak yang kalah. Dalam perkara banding ini ditimbul istilah pembanding bagi yang mengajukan  banding sedang lawannya dinamakan terbanding. pernyataan banding ini harus dilakukan dalam waktu 14 hari terhitung mulai sehari sesudah tanggal putusan hakim. (Pasal 7 UU No. 20/1947, 199 Rbg) atau diberitahukan putusan kepada pihak yang bersangkutan. Pihak yang mengajukan banding (pembanding) harus mengajukan memori banding yang kemudian ditanggapi oleh pihak lawan (terbanding) dengan mengirimkan kontra memori banding. pengiriman memori banding dan kontra memori banding yang ditunjukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dikirimkan lewat Pengadilan Negeri yang dulu memutuskan perkara yang bersangkutan. Perlu diketahui pula, bahwa dalm memori dan kontra memori  banding misalnya pihak penggugat yang mengajukan banding, maka ia menyebut dirinya sebagai “pembanding semula tergugat” dan lawannya disebut “terbanding semula tergugat”, bila yang mengajukan banding pihak  tergugat, maka ia menyebut dirinya sebagai pembanding semula tergugat” dan lawannya disebut “terbanding semula penggugat”.

Dengan adanya banding tersebut, Pengadilan Tinggi mengadakan sidang yang dilakukan oleh majelis hakim. Sidang tingkat bandingjuga disebut sidang tingkat kedua, karena cara pemeriksaannya sama dengan pada sidang pemeriksaan tingkat pertama di Pengadilan Negeri. Di sini  yang diperiksa adalah pokok perkaranya. Hasil sidang banding tersebut merupakan putusan Pengadilan Tinggi. Putusan Pengadilan Tinggi dapat berupa memperkuat Putusan Pengadilan Negeri, membatalkan, menjatuhkan putusannya sendiri

Kasasi
Kasasi adalah pembatalan oleh Mahkamah Agung atas Putusan Pengadilan Negeri dan Putusan Pengadilan Tinggi (Judex Factie) yang dianggap bertentangan dengan hukum yang berlaku atau salah menerapkan hukum. pemeriksaan kasasi meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, baik yang meliputi bagian daripada putusan yang merugikan maupun yang menguntungkan pemohon kasasi. jadi pada tingkat kasasi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkara atau penskorannya dan oleh karenanya pemeriksaan tingkat kasasi tidak dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ke 3.

Dari hal-hal tersebut, jelaslah seperti apa yang dikatakan oleh Prof. Subekti dalam Buku Hukum Acara Perdata, BPHN 1977, bahwa tugas Pengadilan Kasasi dalai menguji atau meneliti Putusan Pengadilan di bawahnya (Judex Factie). Dasar daripada pembatalan suatu putusan adalah “kesalahan penerapan hukum” yang dilakukan oleh Pengadilan di bawahnya (judex Factie). Putusan dan Penetapan Pengadilan yang lebih rendah dapat dibatalkan oleh Putusan Kasasi Mahkamah Agung, dikarenakan :
Karena lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan tersebut, misalnya apabila dalam putusan tidak memuat kalimat kepala putusan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Melampaui batas wewenangnya apabila yang dilanggar wewenang pengadilan secara absolute. Salah menerapkan atau melanggar peraturan-peraturan hukum yang berlaku. hal ini yang sering terjadi dalam praktek. Pengertian salah menerapkan hukum banyak terjadi karena perkembangan hukum meningkat sedangkan buku-buku terutama buku yurisprudensi masih jarang diterbitkan.

Sebagai gambaran yang jelas mengenai putusan yang bertentangan dengan hukum apabila peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada pelaksanaannya dan pemeriksaan pekara tidak dilaksanakan menurut hukum acara yang berlaku. Selanjutnya menurut UU No. 13 Tahun 1965 menyebutkan bahwa permohonan kasasi oleh pihak yang bersangkutan atau oleh pihak ketiga yang dirugikan hanya dapat diterima apabila upaya-upaya hukum biasa telah dipergunakan sebagaimana mestinya. Tenggang waktu pengajuan permohonan kasasi adalah 3 minggu bagi daerah Jawa dan Madura dan 6 minggu bagi daerah luar Jawa dan Madura. Mengenai permohonan pencabutan kembali kasasi dalai beda dengan tata cara pencabutan dalam tingkat banding. Dalam pemeriksaan banding dapat sewaktu-waktu dicabut kembali selama perkara belum diputus oleh Pengadilan Tinggi, sedangkan pencabutan dalam kasasi hanya diperkenankan untuk dicabut apabila berkas tersebut masih ada pada Pengadilan Negeri  yang bersangkutan.

Berbeda dengan alasan dalam tingkat pemeriksaan banding, maka permohonan kasasi mutlak disertai memori kasasi ini merupakan syarat formal sedangkan pihak lawan dapat mengajukan kontra memori kasasi. Tenggang waktu diajukan memori kasasi adalah 14 hari terhitung mulai hari diterimanya permohonan kasasi

Peninjauan Kembali
Peninjauan Kembali menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, merupakan upaya hukum terhadap putusan tingkat terakhir dan putusan yang dijatuhkan diluar hadir tergugat (verstek) dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan. Istilah peninjuan kembali ini dapat dijumpai dalam UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan dalam Rv yang disebut Request Civil (Pasal 385-401). Dalam UU Mahkamah Agung sendiri mengatur tentang peninjauan kembali diatur dalam Pasal 66 s/d 77

Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan secara lisan maupun tertulis (Pasal 71) oleh para pihak sendiri (Pasal 68 Ayat 1) kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama. yang berhak mengajukan peninjauan kembali adalah pihak yang berperkara, pihak yang berkepentingan misalnya pihak yang kalah perkaranya atau ahli warisnya atau seseorang wakilnya yang dikuasakan secara khusus. (PERMA No. 1 Tahun 1980) yang disempurnakan

Berdasarkan Pasal 67 alasan-alasan peninjuan kembali adalah :
Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dianggap palsu;
Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab–sebabnya;
Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lainnya;
Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata

Ternyata bahwa alasan-alasan tersebut diatas sama dengan yang tersebut dalam PERMA I Tahun 1982. Mahkamah Agung dengan putusannya tanggal 2 Oktober 1984 telah mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali berdasarkan adanya novum (surat bukti baru) dan membatalkan putusan MA yang dimohonkan Peninjauan Kembali

Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet)
Derdenverzet atau perlawanan pihak ketiga dapat diajukan apabila putusan merugikan pihak ketiga tersebut (Pasal 378 Rv). Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang memutuskan perkara dengan menggugat para pihak yang bersangkutan (Pasal 379 Rv). Apabila perlawanan dikabulkan maka putusan yang dilawan diperbaiki sepanjang merugikan pihak ke tiga (Pasal 382 Rv).

Eksekusi Atas Putusan

Pelaksanaan putusan hakim dalam sengketa perdata disebut eksekusi yang pada hakikatnya merupakan penyelesaian perkara bagi para pihak yang bersengketa. putusan hakim tanpa perintah eksekusi sangat tidak berarti bagi keadilan pihak yang dimenangkan dalam perkara tersebut. Eksekusi itu dapat dilaksanakan setelah putusan hakim mempunyai kekuataan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Pelaksanaannya dapat dilakukan secara sukarela namun seringkali pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakannya, sehingga diperlukan bantuan dari pengadilan untuk melaksanakan secara paksa. Dalam hal ini pihak yang dimenangkanlah yang mengajukan permohonan tersebut.

Berdasarkan permohonan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri memanggil pihak yang dikalahkan untuk ditegur agar memenuhi keputusan dalam jangka waktu 8 hari setelah teguran tersebut diberitahukan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri (Pasal 196 HIR, 207 Rbg). Jika dalam jangka waktu tersebut sudah lewat putusan pengadilan tetap belum dilaksanakan maka Ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya memberi perintah agar putusan hakim dilaksanakan dengan paksa dan bila perlu dengan bantuan alat Negara.

0 Response to "Hukum Acara Perdata"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel